TAFSIR NIH
TAKHRIJ HADITS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanyalah
milik Alloh SWT. Kepada-Nya kita memuji dan bersyukur, memohon pertolongan dan
ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon perlindungan dari keburukandiri dan
syaiton yang selalu menghembuskan kebatilan. Barangsiapa yang diberi petunjuk
oleh Alloh SWT, maka tak seorang pun dapat menyesatkannya dan barangsiapa
disesatkan oleh-Nya maka tak seorang pun dapat memberi petunjuk kepadanya.
Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, juga pada orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Dengan rahmat dan pertolongan-Nya alhamdulillah makalah yang
berjudul TakhrijHadits ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak sekali
kekurangan penulis dalam menyusun makalah ini baik menyangkut isi atau yang
lainnya, mudah-mudahan semua itu dapat menjadikan cambuk bagi penulis agar
lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.
Bogor, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR................................................................................. 1
DAFTAR ISI.. ............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang......................................................................... 3
B.
Perumusan
Masalah.................................................................. 4
C.
Tujuan
dan Kegunaan................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi
TakhrijHadits............................................................. 5
B.
Sejarah
dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij….................... 6
C.
Metode
Takhrij......................................................................... 10
D.
Tujuan
dan Manfaat Takhrij..................................................... 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 18
I.PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadits merupakan sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadits
di sampaikan oleh Rosululloh SAW atas petunjuk Alloh SWT, Alloh SWT
memerintahkan Rosul-Nya untuk memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang
diturunkan padanya, Alloh SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 44:
Ï!ÏM»uZÉit7ø9$$Î/Ìç/9$#ur3!$uZø9tRr&ury7øs9Î)tò2Ïe%!$#tûÎiüt7çFÏ9Ĩ$¨Z=Ï9$tBtAÌhçRöNÍkös9Î)öNßg¯=yès9urcrã©3xÿtGtÇÍÍÈ
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan”,
[829] Yakni:
perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam
Al Quran.
Dengan adanya perintah tersebut, Rosululloh SAW telah menjelaskan
Al-Qur’an pada umatnya secara terperinci maupun secara global, hal itu di
interpretasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang di
tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga sempurnalah Al-Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima
merupakan hadits yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits tersebut. Apakah
hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrijhadits sangatlah penting.
Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam
hal ini kita bersama-sama akan membahas tentang cara penyampaian hadits (takhrijhadits).
B.
Perumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari TakhrijHadits ?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan dan apa saja kitab-kitab yang memuat tentang TakhrijHadits
?
3.
Bagaimana
metode dalam mentakhrijhadits ?
4.
Apa
saja tujuan dan kegunaan dari takhrijhadits ?
C.
Tujuan
dan kegunaan
1.
Dapat mengetahui definisi takhrijhadits.
2.
Dapat
mengetahui sejarah perkembangan dan kitab-kitab dalam mentakhrijhadits.
3.
Dapat
mengetahui metode-metode dalam mentakhrijhadits.
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
TakhrijHadits
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati
disini adalah berasal dari kata kharaja (خرج) yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan
terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata
al-makhraj (المخرج)
yang artinya tempat keluar.[1]
Secara bahasa takhrijhadits
adalah:
“Mengeluarkan
sesuatu dari suatu tempat”[2]
1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadits
dengan menyebutkan sumber keluarnya (pemberita) hadits tersebut.
2. Mengeluarkan hadits-hadits dari kitab-kitab, kemudian
sanad-sanadnya disebutkan.
3. Menukil hadits dari kitab-kitab sumber (diwan hadits) dengan
menyebut mudawinnya serta dijelaskan martabat haditsnya
Dari ketiga
definisi di atas, maka Mahmud al-Thahhan mendefinisikan tentang ta’rif takhrij adalah :
التخريجهوالدلالةعلىموضعالحديثفىمصادرهالاصليةالتىاخرجتهبسندهثمبيانمرتبتهعندالحاجة
“Takhrij ialah
penunjukan terhadap tempat hadits
dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan
keperluan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi
kegiatan :
a.
Periwayatan
(penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadits.
b.
Penukilan
hadits dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c.
Mengutip
hadits-hadits dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak)
dengan menerangkan sanad-sanadnya.
d.
Membahas
hadits-hadits sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).
Utang
Ranuwijaya menyimpulkan bahwa dalam pentakhrijan hadits ada dua hal yang
mesti dilakukan:
1.
Berusaha
menemukan para penulis hadits tersebut dengan rangkaian sanad-sanadnyadan
menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrojahu al-Baihaqi, akhrojahu at-Tabrani fi mu’jamihi atau akhrojahu Ahmad fi musnadihi.
2.
Memberikan
kwalitas hadits apakah hadits itu sohih atau tidak. Peniliaian ini dilakukan
andaikata diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kwalitas suatu hadits dalam mentakhrijhadits
tidak selalu harus dilakukan. Kegiatan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij
tersebut. Sebab, dengan diketahhui dari
mana hadits itu diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana kwalitasnya.[3]
B.
Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij
1.
Sejarah
Ilmu Takhrij
Ulama-ulama terdahulu
belum begitu membutuhkan ilmu takhrijhadits ini, khususnya ulama yang
berada pada awal abad kelima, karena Alloh memberi karunia kepada mereka suka
menghafal dan banyak mengkaji kitab-kitab yang bersanad yang menghimpun hadits-hadits
Nabi SAW. Keadaan ini terus berlanjut sampai beberapa abad, hingga tradisi
kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-kitab hadits serta sumber rujukan
pokoknya menjadi lemah.[4]
Ketika tradisi ini lemah, para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk
mengetahui sumber suatu hadits yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan
Tarikh, maka muncullah segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrijhadits
terhadap karya-karya ilmu tersebut dan menjelaskan kedudukan hadits itu apakah
statusnya shohih. Hasan atau doif. Waktu itulah muncul kutub at-takhrij
(kitab-kitab takhrij).
Kitab-kitab Takhrij
generasi pertama, seperti yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thahhan adalah
kitab-kitab buah pena al-Khatib al-Baghdadiy [w. 463 H]. Diantara kitab yang
terkenal adalah:
a.
Takhrij
al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib,
b.
Takhrij
al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowani.
Kemudian pada
masa selanjutnya, karya-karya dalam bidang ilmu takhrijhadits semakin
meluas hingga mencapai puluhan. Sumbangan karya-karya tersebut tidak dapat
dipungkiri sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu-ilmu ke-Islaman
lainnya.
Mahmud At-Tahhan
menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat
penting sekali bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya
bagi yang bergelut dibidang ilmu hadits dengan ilmu ini seseorang bisa
memeriksa hadis ke sumber asalnya.
2.
Pengenalan
kitab-kitab takhrij
Berikut adalah kitab-kitab takhrij
yang termasyhur.
1.
Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah karya Abdulloh bin Yusuf
al-Zaila’i (w. 762 H).
Kitab ini mentakhrijhadits-hadits yang dijadikan oleh al-Allamah Ali bin Abi
Bakar al-Marghinani al-Hanafi (w.593 H) dalam kitab al-Hidayah. Kitab ini
merupakan kitab fikih Hanafi,sedangkan kitab takhrij ini merupakan yang
paling luas dan yang paling dikenal dibanding kitab takhrij lainnya.
Al- Kattani berkata, “kitab ini adalah
kitab takhrij yang sangat bemanfaat sekali dijadikan patokan oleh
kalangan pensyarah kitab al-Hidayah, bahkan Ibnu Hajar banyak mengambil manfaat dari
buku dalam disiplin ilmu hadits, nama-nama
perawi dan luasnya pandangan beliau tentang haditsmarfu’
2.
Takhrij Ahadits al-Mukhtashar al-Kabir
karya Muhammad bin Ahmad Abd al-Hadi al-Maqdisy (w. 744 H).
3.
Takhrij Ahadits al-Kasysyaf li az-
Zamakhsyari karya Abdullah bi
Yusuf az-Zaila’i. Ia sudah dicetak.
4.
Irwa’ al Ghalil fi Takhtij Ahadits Manar as-Sabil, karya asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani.
5.
At-Talkhish al-Habir, Takhrij
Ahadits al-Wajiz al-Kabir fi Li
ar-Rifa”i, ditulis olehal-Hafidz
Ibnu Hajar, sudah dicetak.
6.
Takhrij Ahadits al-Kasysyaf, karya al-Hafidz Ibnu Hajar.
7.
Al-Badr al-Munir fi al-Takhrij
al-Ahaditz wa al-Atsar al-Waqi`ah fi al-Syarh al-Kabirli ar-Rafi’i [Abu al-Qasim Abd al-Karim Ibn Muhammad
al-Qazwayniy al-Rafi`iy al-Syafi`iy – w.623 H], karya Umar Ibn Ali Ibn
al-Mulqan (w. 804 H); telah ditahqiq di dalam risalah Majister di Universitas Islam Madinah.
8.
Al-Mughniy `an Haml al-Ashfar fi al-Ashfar fi Takhrij Ma fi al-Ihya’ min al-Akhbar [al-Ghazaliy], karya al-Hafizh Zayn
al-Din Abd al-Rahim Ibn al-Husayn al-Iraqiy (w. 806 H);
9.
Al-Takhrij al-Ahadits al-latiy Yusyiru
Ilayha al-Tirmidziy fi Kulli Bab,
karya al-Iraqiy;
10. Ad-
Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah, karya al-Hafidz Ibnu Hajar.
11. Tuhfah
ar-Rawi fi Takhrij Ahadits al-Baidhawi, karya al-Hafidz Abdurra’uf al-Munawi.
Diantara kitab-kitab takhrij yang disebutkan di atas yang sudah
banyak dipergunakan oleh penuntut ilmu, yaitu:Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah dan At-Talkhish al-Habir, Takhrij
Ahadits al-Wajiz al-Kabir fi Li ar-Rifa”i.[6]
Dalam melakukan takhrij,
seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau
pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan
mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman
dalam mentakhrijadalah:
a)
Usul al – Takhrij
wa Dirasat Al – Asanid
oleh Muhammad Al-Tahhan,
b)
Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami,
c)
Turuq TakhrijHadits Rasul Allah Sawkarya
Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi,
d)
Metodologi Penelitian Hadits Nabi oleh Syuhudi Ismail.
e)
al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi
Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
f)
Miftah Kunuz al-Sunnah
oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
g)
Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi
oleh Zaglul.
h)
Al-Istiab
oleh Ibnu Abd Barr
i)
Usul al-Ghabah
oleh Abd Atsir
j)
Al-Ishobah
oleh Ibn Hajar al-Asqolani.
k)
Al-Jarh wa at-Ta’di
juga karya Ibnu Hajar.
C.
Metode Takhrij
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat
dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.
Takhrij
Berdasarkan Perawi Sahabat
Metode ini adalah
metode dengan cara mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, adapun
kitab-kitab pembantu dari metode ini adalah:
a.
Al-Masanid
(musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama
sahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab
ini hingga mendapatkan petunjuk dalam
satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.[7]
Musnad yang dapat digunakan adalah; musnad Ahmad ibn Hanbal , Musnad Dawud Al
Tayalisi, Musnad Al Humaidi, Musnad Abu Hanifah, Musnad As Syafi’i, dsb. Cara
penggunaannya adalah; misalnya sahabat yang meriwayatkan hadits itu bernama
Ali, maka pencarian atau penelusuran dilakukan melalui huruf ‘ayn.
b.
Kitab-kitab
Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para
sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti
mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang
ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadits
secara lengkap. Di antara kitab-kitabAtraf yang dapat dipergunakan adalah;
Atraf As Shohihayn, karya Al Wasiti dan Al Dimashqi, Tuhfatul Al Ashrof bi
Ma’rifat Al Atraf karya Al Mizzi
yang merupakan Syarah kitab Al Ashraf bi ma’rifat Al Atraf karya ibn ‘Asakir,
Ithaf Al Mahram bi Atraf Al ‘Ashrah karya Ibn Hajar Al Asqalani, dsb. Cara
penggunaan kitab ini seperti seperti cara menggunakan kitab musnad,
artinya disusun secara alfabetis
Hija’iyah.
c.
Al-
ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh
(guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat dapat
memudahkan untuk merujuk haditsnya. Dan kitab mu’jam yang dapat kita gunakan adalah;
mu’jam Al Kabir, Mu’jam Al Awsat, dan Mu’jam Al Saghir yang kesemuanya adalah
karya Al Tabrani. Juga kitab Mu’jam As Shahabah karya Al Mawasili, Mu’jam As
Sahabh karya Al Hamdani, dsb. Dan cara
penggunaannya tidak jauh berbeda dengan kitab musnad dan kitab Atraf.
Kelebihan metode
ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan tetapi,
kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila
perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.[8]
2.
Takhrij
Melalui Lafadz Pertama Matan Hadits
Metode takhrijhadits
menurut lafadz pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama
matan hadits, sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah dan alfabetis,
sehingga metode ini mempermudah pencarian hadits yang dimaksud.[9]Misalnya,
apabila akan men-takhrijhadits yang berbunyi;
الشَّدِيْدبِالصُرْعَةِ ُلَيْسَ
Untuk
mengetahui lafadz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang harus
dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang
memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh Muhammad
fuad Abdul Baqi, penggalan hadits tersebut terdapat di halaman 2014. Bearti,
lafadz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadits
yang dicari adalah;
عَنْاَبِيْهُرَيْرَةَأَنَّرَسُوْلَاللّهِصَلَّىاللّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَاَلَ:
لَيْسَالشَّدِيْدُبِاالصُرْعَةِاِنَّمَاالشَدِيْدُالَّذِيْيَمْلِكُنَفْسَهُعِنْدَالغَيْبِ
Artinya: Dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu
bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai
orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah”.
Metode ini
mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi
seorangmukharrij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari dengan cepat. Akan
tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan
atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit untuk menemukan hadits
yang dimaksud.
Kitab-kitab hadits
yang disusun berdasarkan huruf kamus, misalnya: “Al-Jami’u Ash Shoghir min Ahadits
Al-Basyir An Nadzir” karya As Suyuti.[10]
3.
Takhrij
Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits
Metode ini adalah
metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik
berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan
huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya sehingga pencarian
hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini
akan lebih mudah manakala menitik beratkan pencarian hadits berdasarkan lafadz
– lafadznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Kitab yang
berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al – Mu`jam Al – Mufahras
li Al-faz Al – Hadit An – Nabawi.
Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di dalam Sembilan kitab
induk hadits sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi,
Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik,
dan Musnad Imam Ahmad.[11]
Contohnya pencarian hadits
berikut;
اِنَّالنَّبِيَصَلَّىاللّهِعَلَيْهِوَسَلَّمَنَهَىعَنْطَعَامِالْمُتَبَارِيَيْنِأَنْيُؤْكَلَ
Dalam pencarian
hadits di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata-kata naha (نَهَى) ta’am(طَعَام),
yu’kal (يُؤْكَلْ)
al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَينِ).
Akan tetapi dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَيْنِ) karena kata tersebut jarang adanya. Menurut
penelitian para ulama hadits, penggunaan kata tabara (تَبَارَى) di dalam kitab induk hadits (yang berjumlah Sembilan) hanya
dua kali.
Penggunaan metode
ini dalam mentakhrij suatu hadits dapat dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata
kuncinya yaitu kata yang akan dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadits.
Sebaiknya kata kunci yang dipilih adalah kata yang jarang dipakai, karena
semakin asing kata tersebut akan semakin
mudah proses pencarian hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada
bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar tersebutdicarilah kata-kata itu
di dalam kitab Mu’jammenurut urutannya secara abjad (huruf hijaiyah).
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata
kunci tadi sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan
melalui Mu’jam ini. Di bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadits yang
sedang dicari dalam bentuk potongan-potongan hadits (tidak lengkap). Mengiringi
hadits tersebut turut dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadits itu
yang dituliskan dalm bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas.
Metode ini
memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadits dan
memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam
matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu;
Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
4.
Takhrij
Berdasarkan Tema Hadits
Metode ini
berdasrkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk melakukan takhrijdengan
metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan
di – takhrijdan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada
kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadits
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang men – takhrij
harus mencarinya pada tema – tema yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut.
Contoh :
بُنِيَالاِسْلاَمُعَلَىخَمْسٍشَهَادَةِانْلاَاِلهَاِلاَّاللّهُوانَّمُحَمَّدّارَسُوْلُاللَّهِوَاِقَامِالصّلاَةِوَايْتَاءِالزَّكاَةِ وَصَوْمِرَمَضَانَوَحَجّالْبَيْتِمَنِاسْتَطَاعَاِلَيْهِسَبِيْلاّ
“Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat,
membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi
yang mampu.”
Hadits diatas
mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan haji.
Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadits diatas harus dicari didalam
kitab-kitab hadits dibawah tema-tema tersebut.
Cara ini banyak dibantu dengan kitab “Miftah
Kunuz As-Sunnah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan
judul-judul pembahasan.[12]
Dari keterangan
diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada
pengenalan terhadap tema hadits. Untuk itu seorang mukharrij harus memiliki
beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih secara
khusus.
Metode ini
memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadits,
tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya. Akan tetapi metode ini
juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila kandungan hadits sulit
disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya,
maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
D.
Tujuan danManfaat Takhrij
Tujuan takhrijhadits bertujuan mengetahui sumber asal hadits
yang ditakhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau
diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits
yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku
sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.[13]
Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti
adalah:
1.
Mengetahui
eksitensi suatu hadits apakah benar suatu hadits yang ingin diteliti terdapat
dalam buku-buku hadits atau tidak.
2.
Mengetahui
sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja.
3.
Mengetahui
ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah
buku hadits atau dalam beberapa buku
induk hadits.
4.
Mengetahui
kualitas hadits (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).
Faedah dan manfaat
takhrij cukup banyak di antaranya yang dapat dipetik oleh yang
melakukannya adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
referensi beberapa buku hadits, dengan takhrij seseorang dapat
mengetahui siapa perawi suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits
apa saja hadits tersebut di dapatkan.
2.
Menghimpun
sejumlah sanad hadits,dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah
atau beberapa buku induk hadits, misalnya terkadang di beberapa tempat di
dalam kitab Al-bukhari saja,atau di
dalam kitab- kitab lain.Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
3.
Mengetahui
keadaan sanad yang bersambung dan yang terputus dan mengetahui kadar kemampuan
perawi dalam mengingat hadits serta kejujuran dalam periwayatan.
4.
Mengetahui
status suatu hadits.Terkadang ditemukan sanad suatu hadits dha’if, tetapi
melalui sanad lain hukumnya shahih.
5.
Meningkatkan
suatu hadits yang dhoif menjadi hasan li ghayrihi karena adanya dukungan sanad lain yang
seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.Atau meningkatkan hadits hasan menjadi
shahih li ghayrihi dengan di temukannya
sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
6.
Mengetahui
bagaimana para imam hadits menilai suatu kualitas hadits dan bagaimana kritikan
yang disampaikan.
7.
Seseorang
yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan suatu hadits.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwasanya ilmu takhrijhadits sangat perlu dipelajari,
karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad, matan, perowi dan
yang berkaitan dengan hadits.
Ada
perbedaan di kalangan ulama hadis dalam mendefenisikan Takhrij hadis,
namun dapat disimpulkan bahwa takhrij hadis adalah menelusuri suatu
hadis kesumber asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan, dan musnad kemudian jika
diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah sohih, Hasan atau doif.
Ada beberapa cara dalam mentakhrij
hadis:
§
Takhrij
menurut lafaz pertama matan hadis.
§
Takhrij
menurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan .
§
Takhrij
menurut rawi pertama.
§
Takhrij
menurut tema hadis.
Beberapa kitab yang diperlukan
dalam mentakhrij hadis adalah:
§
Usul Takhrij oleh mahmud
Attahhan.
§
Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn.
Muhammad Al Gharami.
§
Turuq Takhrij oleh Abd Muhdi
§
al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi
Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
§
Miftah Kunuz al-Sunnah oleh
pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
§
Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi
oleh Zaglul.
§
Al-Istiab oleh Ibnu Abd Barr
§
Usul al-Ghabah oleh Abd Atsir
§
Al-Ishobah oleh Ibn Hajar
al-Asqolani.
§
Al-Jarh wa at-Ta’di juga karya Ibnu
Hajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ash
Shidqi, Teungku Muhammad Hashbi. 2009. Sejarah & Pengantar ILMU HADITS.
Semarang :Pustaka Rizki Putra.
Al
Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2008. Jakarta: Pustaka Al
kautsar.
az-Zahrani,
Muhammad. Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits. 2011. Jakarta: Darul
Haq. cet. Pertama.
Dadi. Skripsi “METODOLOGI
TAKHRIJHADITS MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI. 2004. Bogor: STAI AL
HIDAYAH.
Suyadi, M. Agus
Sholahudin dan Agus.Ulumul Hadits. 2011. Bandung: CV. Pustaka Setia.. Cet. II.
Ilmu TakhrijHadits, Cara MentakhrijHadits
dan Ilmu Sanad, http://attanzil.wordpress.com/2008/08/05/ilmu-takhrij-hadits-cara-mentakhrij-hadits-dan-ilmu-sanad/,
Terakhir diakses pada tanggal 4 Oktober 2012, jam 22.00 WIB
[1]Ilmu Takhrij Hadits, Cara Mentakhrij Hadist dan Ilmu Sanad,http://attanzil.wordpress.com/2008/08/05/ilmu-takhrij-hadits-cara-mentakhrij-hadist-dan-ilmu-sanad/,
Terakhir diakses pada tanggal 4 Oktober 2012, jam 22.00 WIB
[2]Teungku Muhammad Hashbi Ash Shidqi. Sejarah & Pengantar ILMU
HADITS. Semarang :Pustaka Rizki Putra, 2009. hlm. 148
[3]Dadi. Skripsi “METODOLOGI TAKHRIJ HADITS MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI,
Bogor: STAI AL HIDAYAH,2004
[4] Muhammad az-Zahrani, Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits, Jakarta:
Darul Haq, 2011, cet. Pertama, hlm. 237.
[7]Manna’ Al Qaththan.
Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al kautsar. 2008. hlm 191
[8]Skripsi “METODOLOGI TAKHRIJ HADITS MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI”, Dadi,
hlm. 32
[9] M. Agus
Sholahudin dan Agus Suyadi.Ulumul Hadits. Bandung: CV. Pustaka Setia.
2011. Cet. II. Hlm. 196.
[10] Al Qaththan. op.cit.
hlm 192
[11]M. Agus
Sholahudin. op.cit. hlm. 198
[12]Al Qaththan. op.cit.
hlm 193
[13] M. Agus
Sholahudin. op.cit.hlm. 191
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.