ARTIKEL
SESUNGGUHNYA AMAL TERGANTUNG NIAT
Niat ikhlas adalah jantung amaliyah seorang hamba. Tanpa niat
ikhlas amalan agung menjadi sia-sia, dan dengan niat ikhlas amalan kecil meraih
pahala yang besar. Bahkan kesalahan dalam niat bisa menjadi sebab berkurangnya
tauhid seseorang ataupun menguranginya. Amalan ibadah juga hanya bisa dibedakan
berdasarkan niat pelaku ibadah tersebut. Oleh karena itu sah atau tidaknya amal
ibdah seseorang tergantung pada niatnya. Dan untuk mendalami masalah niat
berikut penjelasannya.
TEKS
HADITS
عَنْ أَمِيْرِ
الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : (( إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)). رواه البخاري مسلم
Dari Amirul
Mu’minin, Abu Hafs Umar bin al-Khottob rodiallohuanhu, dia berkata: Saya
mendengar Rosululloh alaihisolatu wassalam bersabda, “Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung niatnya Dan
sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan
siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang
ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(H.R. Bukhori No.01 dan Muslim No.1907)
BIOGRAFI PERAWI
HADITS
Beliau
adalah Umar bin al-Khotob bin Nufail bin Abdul uzza, kunyah beliau adalah Abu
Hafs dan Laqob (julukan) beliau adalah al-Faruq, Ibnu sa’ad meriwayatkan dengan
sanad mursal bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wassalam
bersabda:”Sesungguhnya Alloh menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya
dan dia adalah Alfaruq (yang membedakan).” (At-Thobaqot 3/270).
Beliau
masuk islam ketika berumur dua puluh tujuh, beliau mengikuti perang badr,
perang uhud dan seluruh peperangan bersama Nabi sholallohu alaihi wassalam dan
dia adalah kholifah kedua setelah Abu bakr assidiq dan dia juga kholifah
pertama yang dipanggil dengan “Amirul mu’minien”.
Umar
bin Al-Khotob rodhiallohu anhu dibunuh sebagai seorang syahid ketika
sholat shubuh oleh Abu lu’lu almajusi pada tahun 23 Hijriyah, Beliau menjabat
kholifah kedua selama 10 tahun enam bulan sepuluh hari.
Beliau
mempunyai banyak keutamaan-keutamaan dan diantaranya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ: ((بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فيِ
اْلجَنَّةِ فَإِذَا امْرَأَةٌ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ فَقُلْتُ: لِمَنْ
هَذَا اْلقَصْرُ؟ قَالُوْا: لِعُمَرَ، فَذَكَرْتُ غَيْرَتَهُ، فَوَلَّيْتُ
مُدْبِرًا)). فَبَكَى عُمَرُ وَقَالَ: أَعَلَيْكَ أَغَارُ يَا رَسُوْلُ اللهِ.
Dari
Abu Hurairoh radhiallohu anhu berkata: Pada saat kami berada di sisi rosululloh
alaihislatu wassalam beliau bersabda:” Ketika Aku sedang tidur aku bermimpi
berada di dalam surga, tiba-tiba ada seorang perempuan sedang berwudhu di
sebelah sebuah istana, maka saya berkata “Milik siapakah istana ini?”Mereka
menjawab “Milik Umar” Lalu aku tuturkan kecemburuannya lalu aku berpaling.”
Maka Umar-pun menangis dan berkata:” Apakah aku cemburu pada anda wahai
Rosululloh?.” (H.R. Bukhori no:3680 dan Muslim no:2395)
عَنْ سَعْدِ ابْنِ أَبِي
وَقَّاصٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيْكَ
الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا قَطُّ إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ)).
Dari Sa’d bin
Abi waqos rodhiallohu anhu berkata, Rosululloh sholallohu alaihi
wassalam bersabda, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada
setan yang berpapasan denganmu (Umar) di suatu jalan melainkan setan tersebut
pasti akan menyimpang untuk menghindari jalanmu.” (HR. Bukhori no:3683
Muslim no:2396)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ((لَقَدْ كَانَ فِيْمَا كَانَ قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ نَاسٌ
مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ)).
Dari Abu
hurairoh radhiallohu anhu berkata: Rosululloh sholallohu alaihi wassalam
bersabda:” Di kalangan umat-umat terdahulu ada orang-orang mendapatkan ilham,
jika didalam ummatku ada salah seorang yang mendapatkan ilham maka sesungguhnya
dia adalah Umar.” (H.R. Bukhori 3689( Ibnu wahb menafisirkan “Muhaddatsun” adalah
orang-otang yang mendapatkan ilham (H.R. Muslim)
ASBABUL WURUD
HADITS
Dikatakan
bahwa sebab hadits ini yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah
dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu
Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian
dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena
Ummu Qais). (Di riwayatkan oleh At-thobroni dari jalur Al-a’mas) Ibnu hajar
rohimahulloh berkata dalam fathul baari:”Sanad hadits ini shohih berdasarkan
syarat dua syaikh (Bukhori dan Muslim) akan tetapi bukan berarti hadits “al-‘amal”
di sebabkan kejadian itu, dan saya tidak melihat ada jalur periwayatan yang
jelas tentang hal itu (asbabul wurud bahwa hadits ini di sebabkan muhajir ummu
qois. pent)”
PENJELASAN
MATAN HADITS
DAN
HUKUM-HUKUM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
KEDUDUKAN
HADITS
Hadits
tentang niat ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti
ajaran islam, Imam An-nawawi rohimahulloh berkata, “Kaum muslimin telah
berijma’ akan keagungan kedudukan hadits ini dan banyaknya faidah-faidah serta
keabsahannya.” Dan Imam Abdurrahman bin mahdi berkata, “Dianjurkan bagi yang
menulis suatu kitab untuk hendak memulai dalam kitabnya dengan hadits ini
sebagai peringatan bagi penuntut (ilmu) agar memperbaiki niatnya.” Imam Ahmad rohimahulloh
dan Imam syafi’i rohimahulloh berkata, “Dalam hadits tentang niat ini
mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari
perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu
dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata, “Hadits ini
mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh.” Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata :
Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Niat
secara bahasa adalah maksud, Imam albaidowi rohimahulloh berkata: Niat
adalah Keinginan hati terhadap apa yang dirasa cocok untuk mendapatkan manfaat
dan menangkal mudhorot. Adapaun secara syara’ bahwa niat adalah keinginan kuat
untuk melakukan ibadah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Alloh ta’ala.
Di
dalam syari’at niat itu mempunyai dua pembahasan:
1.
Niat
ikhlas dalam beramal hanya untuk Alloh ta’ala semata, dan tentang hal ini
biasanya di bahas oleh ulama-ulama tauhid dan akhlak serta ulama-ulama tazkiyah
(penysucian diri)
2.
Niat
membedakan ibadah-ibadah antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya,
dan biasanya hal ini di bahas oleh ulama-ulama ahli fiqih.
Imam
ibnu daqiq rohimahulloh berkata: “Kalimat { إِنَّمَا }berfungi sebagai (الحصر ) yaitu: pembatasan dan maksudnya ialah menetapkan hukum yang
telah di sebutkan dan meniadakan hukum selainnya (yang tidak disebut).” Imam
An-nawawi rohimahulloh berkata:” Jumhur ulama dari ahli bahasa dan ushul
serta selain mereka berkata: lafadz { إِنَّمَا }berpungsi sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan
dan meniadakan yang tidak disebutkan.” jadi maksud {إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ}yaitu:
sah atau tidaknya amal perbuatan suatu ibadah itu tergantung pada niatnya, Imam
An-nawawi rohimahulloh berkata:” Sesungguhnya amal perbuatan itu diberi
pahala berdasarkan niat dan tidak akan diberi pahala jika (amal perbuatan tersebut
tanpa niat.” Imam ibnu daqiq al-ied rohimahulloh
mengatakan:”
Yang di maksud dengan amal di sini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang
dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama
islam.”
Selanjutnya
{وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى}” Dan
sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” Mengandung konsekwensi bahwa
barangsiapa yang berniat akan sesuatu tertentu niscaya ia akan mendapatkan
apa-apa yang ia niatkan dan setiap apa-apa yang ia tidak niatkan berarti ia
tidak mendapatkannya. Karenaya hadits ini merupakan tolok ukur amal perbuatan
hati atau batin sedangkan tolok ukur amal perbuatan dzohir adalah hadits
berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ ((مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ)).
Dari Aisyah
rodhiallohu anha bahwa Rosululloh
bersabda: ((Barangsiapa berbuat dengan suatu
amalan yang bukan termasuk ke dalam perkara agama kami maka ia tertolak)) (H.R.Bukhori
dan Muslim) dan hadits mulia ini sebagai tolok ukur amalan ibadah yang
dzohir, oleh karenanya para ulama berkata:” Dua hadits ini telah mencakup
seluruh perihal agama.”
Kemudian
Rosululloh memberikan contoh realisasi hadits ini pada hijroh seseorang:
((
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))
“Siapa yang
hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan.”
Syaikh
ibnu Utaimin mendefinisikan hijroh yaitu: Berpindahnya seseorang dari negeri
kafir menuju negeri islam, sedangkan Ibnu hajar al-asqolani mengartikannya
dengan:”Meninggalkan apa-apa yang di larang oleh alloh ta’ala”. Kedua definisi
ini tidaklah kontradiksi jika kita lihat macam-macam hijroh itu sendiri.
Pembagian
macam-macam hijroh:
1.
Hijroh
tempat: Yaitu dengan berpindah dari tempat yang banyak terdapat maksiat dan
kefasiqan menuju tempat yang tidak ada hal tersebut, dan hijroh tempat yang
paling agung adalah hijroh dari negri kafir menuju negri islam.
2.
Hijroh
tingkah laku: Yaitu dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Alloh
ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh alaihisolatu wassalah:
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: ( اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ
وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نهَىَ اللهُ عَنْهُ )
Dari
Abdulloh bin amer rahdiallohu ‘anhu, dari Nabi alaihisolatu wassalam
bersabda, “Seorang muslim adalah orang yang mampu menyelamatkan orang-orang
muslim (yang lain) dengan lisannya dan tangannya sedangkan orang yang hijroh
itu adalah orang yang bisa hijroh (pergi) dari apa-apa yang telah dilarang oleh
Alloh.” (H.R. Bukhori no:6484 dan Muslim no:162 dan Ahmad no:6515)
3.
Hiroh
dari seseorang: Yaitu meninggalkan bergaul dengan seseorang, misalnya orang
yang selalu berbuat kemaksiatan secara terang-terangan ataupun ahli bid’ah yang
menaburkan syubhat-syubhat, menghajr ini di bolehkan jika ada faidah dan
manfaat namun jika sebaliknya ataupun malah menambah permasalahan maka tidak
perlu di lakukan, maka cara menghajrnya dengan tetap mengamalkan kebenaran di
hadapannya. Adapun orang kafir maka mereka harus di hajr baik ada faidah
ataupun tidak ada faidah kecuali mendakwahinya.
Kejadian
hijroh dalam islam bisa digolongkan sebagai berikut:
1.
Hijroh
ke habasyah (ethiopia )
saat orang-orang kafir menyakiti para shohabat.
2.
Hijroh
dari mekah ke madinah
3.
Hijroh
para qobilah (seperti suku) kepada Rosululloh alaihisolatu wasalam untuk
belajar tentang islam dan kembali menuju kaumnya mengajarkan ilmu-ilmu
tersebut.
4.
Hijroh
dari hal-hal yang telah diharomkan oleh Alloh ta’ala.
Pelajaran yang
terdapat dalam Hadits:
1.
Niat
merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan
mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Alloh ta’ala).
2.
Waktu
pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati dan bukan di
lafadzkan karena hal itu merupakan perbuatan bid’ah.
3.
Ikhlas
dan membebaskan niat semata-mata karena Alloh ta’ala dituntut pada semua amal
shaleh dan ibadah.
4.
Seorang
mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5.
Semua
pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena
mencari keridhoan Alloh maka dia akan bernilai ibadah.
6.
Yang
membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7.
Hadits
diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah
membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
8.
Wajib
memperhatikan kebeningan hati dari dosa-dosa dan maksiat serta menghindari riya
ataupun mengharapkan pujian orang terhadapnya dan juga beramal karena
mengharapkan kesengangan dunia belaka.
Mutiara ulama
tentang niat ikhlas:
1.
Ya’qub
rohimahulloh berkata: “ Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan
kebaikan-kebaikan dirinya sebagaimana ia menyembunyikan
keburukan-keburukannya.”
2.
As-sussy
rohimahulloh berkata :” Ikhlas adalah tidak merasa telah berbuat ikhlas,
barangsiapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya maka keikhlasannya
masih membutuhkan keikhlasan lagi.
3.
Ayyub
rohimahulloh berkata :” Bagi para aktivis, mengikhlaskan niat jauh lebih
sulit daripada melakukan aktivitas.”
4.
Sebagian
ulama berkata :” Ikhlas sesaat berarti keselamatan abadi tetapi ikhlas itu sulit
sekali.”
5.
Suhail
rohimahulloh pernah ditanya tentang sesuatau yang paling berat bagi
diri, ia menjawab :” Ikhlas.. sebab dengan ikhlas diri tidak mendapatkan bagian
dari apa yang di kerjakan sama sekali.”
6.
Fudhail
rohimahulloh berkata:” Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah
riya’ sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik, adapun ikhlas adalah
ketika Alloh ta’ala menyelamatkanmu dari keduanya.
7.
Umar
bin khotob rodhiallohu anhu berkata:” Amal yang paling utama adalah
melaksanakan kewajiban dari Alloh
ta’ala, bersikap waro’ tehadap yang diharomkan-Nya dan meluruskan niat
untuk mendapatkan pahala di sisi Alloh tala’a.”
8.
Sebagian
salaf berkata.” Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat dan betapa
banyak pula amalan besar menjadi kecil karena niat pula.”
9.
Yahya
bin abu katsir rohimahulloh berkata:” Pelajarilah niat..! sesungguhnya
niat itu lebih depat menyampaikan kepada tujuan daripada amal.”
Bogor 02 November 2009
Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc
v REFERENSI
Shohih
Albukhori dan fathul baari. Shohih Muslim dan syarh shohih muslim. Syarh
riyadhus sholihin, karya: Syaikh Muhamad bin sholih al-utsaimin. Ihkamul ahkam
syarh umdatul ahkam karya: Imam Ibnu daqiq al-ied. Taisirul ‘alam syarh umdatul
ahkam karya: Syaikh Abdurrahman albassam. Syarh Al-arbaien an-nawawiyah karya:
Imam Ibnu daqiq al-ied. khilafatu Umar bin alkhotob, karya: Dr.Muhammad bin
shomil assulami. Tazkiyatus nufus wa thoriqotuha ‘inda ulama assalaf.
Terima kasih penjelasannya tentang niat yang cukup lengkap ini. Salam kenal...
BalasHapus(Y)
Oke gan sama-sama,
HapusSemoga bermanfaat ya :)