TAFSIR NIH
SHAF DALAM SHALAT
SHAF DALAM SHALAT
A.
PengertianShaf
Shaf
adalah barisan kaum muslimin dalam shalat berjamaah. Salah satu kesempurnaan
shalat berjamaah adalah pada kesempurnaan shaf. Rasululloh Salallahu alaihi
Wassalam sangat menganjurkan serta menjaga kerapian dan kesempurnaan shaf.
Sedemikian pentingnya hal ini sehingga beliau tidak akan memulai shalat
berjamaah jika shaf-shaf para sahabat Radiyallahuahum belum tersusun rapi
terlebih dahulu.
B. Posisi
Imam dan Makmum
1.
Shalat
seorang makmum bersama imam
Jika seorang makmum shalat bersama imam, maka ia berdiri disebelah kananya
sejajar denganya (tidak mundur sedikit sebagaimana dikatakan kalangan
Syafi’iyah) berdasarkan kisah shalat Ibnu Abbas bersama Nabi Salallahu Alaihi
Wassalam “...kemudian Nabi bangkit
mengerjakan shalat, maka aku bangkit dan mengerjakan seperti yang beliau
kerjakan. kemudian aku pergi dan berdiri disamping beliau, maka beliau
meletakkan tangan kananya pada kepalaku, lalau beliau memegang telingan kananku
seraya menariknya (kesebelah kanan). Kemudian beliau shalat...” (HR. Bukhari
No. 193, Muslim No. 763).
2.
Shalat
dua orang atau lebih bersama imam
Jika ada dua orang yang shalat dibelakang imam, maka keduanya berdiri
brshaf diblakang imama dalam satu shaf. Hal ini berdasarkan kesepakatan para
Ulama dari kalangan Sahabat dan orang-orang sesudah mereka, selain Ibnu Mas’ud
dan dua orang shabatnya. Dasarnya adalah hadist Jabir, yang disebutkan
didalamnya, “...kemudan aku datang hingga
aku berdiri disamping kiri Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam. Kemudian beliau
meraih tanganku dan memindahkanku hingga beliau menempatkanku disebelah
kananya. Kemudian datanglah Jabbar bi Shakhr. Ia berwudlu kemudian datang dan
berdiri di samping kiri Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam. Maka beliau meraih
kedua tangan kanan lalu mendorongkanya hingga kami berdiri dibelakangnya..”
(HR. Muslim No. 3006)
Adapun Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa seorang berdiri disebelah kanan dan
seorang lagi berdiri disebelah kiri.
Diriwayatkan dari al-Aswad dan
‘Aqamah bahwa keduanya shalat bersama Abdullah bin Mas’ud di rumahnya. Keduanya
meuturkan, “kamipun datang hendak berdiri
dibelakanganya, maka dia meraih tangan kami dan meletakkan salah seorang dari
kami disebelah kananya dan seorang lagi disebelah kirinya. Ketika dia ruku,
kami meletakkan tangan-tangan kami di lutut kami, maka dia memkul dengan tangan
kami, dan dia menepukkan diantara kedua telapak tanganya, kemuadai memasukkanya
diantara kedua pahanya...kemudia dia berkata ‘demikanlah yang dilakukan oleh
Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam’...”. (HR. Muslim No. 534)
Akan tetapi sejumlah ulama, diantaanya as-Syafi’i, menyebutkan bahwa hadits
Ibnu Mas’ud ini Mansukh (Sudah dihapus ketentuan hukumnya). Karen dia belajar
tata cara shalat tersebut dari Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam semasa di Mekah. Pada saat itu masih disyariatkan
Tathbiq (menepukkan kedua telapak tangan lalu memasukanya diantara kedua paha)
dan hukum-hukum lainya yang sekarang sudah ditinngalkan.
Jika tiga makmum atau lebih shalat bersama imam, maka mereka berdiri di
belakang imam dan makmum tidak boleh berada di depan Imam menurut kesepakatan
para ulama.
3.
Shalat
disamping Imam jika ia tidak mendapatkan tempat dimasjid
Barangsiapa memasuki masjid dan ia mendapati masjid sudah penuh dan
shaf-shaf sudah sempurna, maka dia boleh membelah shaf dan berdiri di samping
imam. Sebagaimana yang dilakukan Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam pada saat beliau sakit, ketika Abu Bakar shalat
mengimami manusia : “...ketika Abu Bakar
melihat Beliau, ia mundur, maka beliau mengisyaratkan kepadanya agar tetap
diposisinya semula. Lalu Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam duduk sejajar
disamping Abu Bakar...”
4.
Shalat
seorang wanita bersama imam.
Jika seorang wanita salat bersma imam, ia berdiri dibelakang shaf kaum
laki-laki. Bahkan seandainya tidak ada wanita lainya bersamanya, ia tetap
berdiri dibelakang shaf kaum laki-laki. Demikian pula senadainy ia salat
sendirian bersama imam, maka ia berdiri dibelakang imam bukan disampingnya.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah ia berkata, “jika Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam mengucapkan salam, para wanita
bangkit begitu beliau selesai mengucapkan salamnya. Sementara Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam tetap diam sejenak ditempatnya sebelum beliau berdiri.
Kami berpendapat –wallahu ‘alam- hal itu beliau lakukan agar kaum wanita
beranjak terlebih dahulu sebelum berpapasan dengan kaum laki-laki”.
5.
Shalat
seorang wanita bersama kaum wanita
Jika seorang wanita shalat mengimami jamaah kaum wanita, maka ia berdiri di
tengah-tengah mereka. Ia tidak maju kedepan shaf. Hal ini lebih tertutup
baginya. Diriwayatkan dari Rabthah al-Hanafiyah, “bahwa Aisyah mengimami mereka shalat fardhu, dan ia berdiri di
tengah-tengah mereka.” (HR. Al-Baihaqi No. 131)
6.
Shaf
Anak-anak dalam shalat berjamaah
Diriwayatkan “bahwaRasululloh
Salalluhualaihi Wassalam menempatkan kaum pria dewasa didepan anak-anak (HR.
Abu Dawud No. 677). Tetapi hadits ini Dha’if, tidak Shahih.
Syaikh al-Albani Rahimahullah berkata “adapaun meletakkan anak-anak
dibelakang kaum pria dewasa, maka aku tidak mendapatkan dalilnya kecuali hadits
di atas, dan hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Menurutku,
tidak mengapa anak-anak berdiri dishaf kaum laki-laki dewasa, jika shaf
tersebut masih lapang. Dan shalatnya anak laki-laki yatim bersama Anas dibelakang
Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam adalah
Hujjah dalam masalh ini.
C. Shaf
dan Hukum-hukumnya
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam bersabda “sebaik-baik
shaf laki-laki adalah yang paling depan, dan seburuk-buruknya adalah yang
paling belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan
seburuk-buruknya adalah yang paling depan” (HR. Muslim No. 440)
Shaf wanita yang paling baik adalah yang
paling belakang, hanyalah apabila mereka shalat dibelakang shaf laki-laki
namun, jika mreka shalat dibelakanag imam wanita, atau bersama imam di tempat
yang terpisah dari kaum laki-laki, maka, menurut zhahirnya, bahwa shaf yang
paling baik bagi mereka adalah yang paling depan.
2.
Keutamaan
shaf pertama
Diriwyatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam bersabda : “seandainya
mereka mengetahui keutamaan yang ada pada shaf yang paling depa, niscaya mereka
akan mengundinya (untuk mendapatkanya)”. (HR. Bukhari No. 720, Muslim No.
437-439)
3.
Keutamaan
shaf sebelah kanan
Diriwayatkan dari al-Bara’, ia berkata “apabila kami shalat dibelakang Nabi
Rasululloh Salalluhualaihi Wassalam kami
suka berada disebelah kananya, karena beliau menghadapkan wajahnya kepada
kami...” (HR. Muslim No. 676)
4.
Siapakah
yang berdiri tepat dibelakang imam
Diriwayatkan dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam bersabda : “hendaklah
orang-orang yang berakal dan orang-orang
yang pandangan diantara kalian berdiri dibelakangku, kemudian
orang-orang yang dibawah mereka (beliau mengatakanya tiga kali). Hindarilah
kegaduh-gaduhan seperti di pasar.” (HR. Muslim No. 432)
5.
Menyempurnakan
shaf pertama kemudian shaf berikutnya
Diriwayatkan dari
Anas bahwa Rasululloh Salalluhualaihi
Wassalam brsabda : “sempurnakanlah
shaf pertama , kemudian shaf berikutnya. Jika kurang (shaf pertam atidak
mencukupi), maka hendaklah ia mengambil shaf yang paling belakang. (HR.
An-Nasa’i No. II/93).
6.
Wajib
meluruskan shaf dan menutup celah-celah yang ada.
Diriwayatkan dari
Nu’man bin Basyir ia berkata , bahwa Rasululloh
Salalluhualaihi Wassalam bersabda : “hendaklah
kalian meluruskan whaf-shaf kalian atau Allah membuat wajah kalian berselisih”
(HR. Bukhari No. 717, Muslim No. 436)
Makna “Allah membuat wajah kalian berselisih”
adalah Allah menimpakan permusuhan, saling benci, dan perselisihan hati
diantara kalian.
7.
Shalat
sendirian dibelakang Imam
Pada asalnya makmum
harus bershaf dengan rapat dalam shalat berjamaah, sebagaimana telah dijelaskan.
Apabila makmum shalat dibelakang shaf sendirian, maka dalam hal ini para ulama
berbeda pendapat tentang hukum shalatnya dalam tiga pendapat:
1.
Tidak
sah shalatnya. Ini adalah madzhab Ahmad, Ishaq, an-Nakha’i, Ibnu Abi Syaibah
dan Ibnu al-Mundzir. Mereka berargumen dengan
dalil Hadits Ali bin Syaiban, ia mengatakan. “kami keluar hingga kami datang menemui nabi Salalluhualaihi Wassalam
lalu kami membaitnya dan shalat di belakangnya. Kemudian kami shalat di
belakangnya pada shalat yang lainya. Ketika selesai shalat, beliau melihat
seseorang shalat di shafbelakang sendirian. Kemudian Rasululloh Salalluhualaihi
Wassalam menjumpainya ketika ia hendak pergi, seraya berkata ‘ulangilah
shalatmu, karena tidak ada shalat bagi orang yang shalat di belakang shaf’.” (HR.
Ibnu Majjah No. 1003)
2.
shalatnya
sah, tapi dimakruhkan bila dilakukan dengan tanpa udzur. Ini adalah madzhab Abu
Hanifah dan rekan-rekanya, Malik, al-Auza’i dan asy-Syafi’i. Hujjah mereka
adalah hadits, Abu Bakrah bahwa ia mendatangi nabi pada saat beliau sedang
rukuk,maka iapun ikut rukuk sebelum sampai ke shaf. Lalu ia menyebutkan hal itu
kepada Rasululloh Salalluhualaihi
Wassalam, maka beliau bersabda “semoga
Allah menambah semangatmu dan jangan mengulanginya” (HR. Bukhari No. 783)
3.
Jika
ia shalat sendirian di belakang shaf karena udzur, maka shalatnya sah, jika ia
lakukan tanpa udzur, maka shalatnya batal. Ini adalah pendapat al-Hasan
al-Basri, pendapat ulama Hanafiyah, dan pendapat yang dipilih oelh syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah serta muridnya, Ibnu al-Qayim dan di rajihkan oleh Syaikh
Ibu Utsaimin. Hujjah mereka adalah dalil-dalil yang dipakai oleh pihak kedua
tapi mereka mengatakan, sesungguhnya penafian keabsahan shalat tidaklah terjadi
kecuali dengan melakukan perbuatan yang diharamkan atau meninggalkan suatu
kewajiban. Sementara kaidah menyebutkan bahwa kewajiban tidak berlaku, jika tidak
mampu dilakukan.
Sumber
: Shahih Fiqih Sunnah (jilid II), Abu Malik Kamil bin as-Sayyid Salim.
Pustaka at-Tadzkia
– Jakarta.
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.