MAKALAH ISLAM NIH
MAKALAH UMUM
TIPS
MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA BERBASIS ISLAMI
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAMI
1.
Term Pendidikan
dalam Islam
a) Secara Bahasa
Sudah
menjadi metodologi umum yang biasa berlaku dalam penulisan buku baik dahulu
maupun sekarang, bila seorang ulama atau pemikir Islam akan mendefinisikan
suatu variabel tertentu, maka pertama kali yang akan ditempuhnya adalah
dengan mengartikan variabel tersebut menurut tinjauan bahasa, yang
tentunya disesuaikan dengan asal bahasa variabel tersebut diambil. Hal
itu dilakukan untuk beberapa tujuan,diantaranya adalah:
a. pertama adalah memberikan
kemudahan bagi para pembaca dalam menganalisa definisi secara syar’i yang akan
ditawarkan sang penulis,
b. kedua dapat memberikan sekilas gambaran tentang unsur-unsur yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari variabel tersebut,
c. ketiga sebagai pintu gerbang untuk masuk ke definisi variabel tersebut menurut tinjauan syar’i.
Metodologi semacam ini terus dilakukan oleh para ulama, baik Salaf maupun Khalaf, walaupun pada rincian sumber rujukan arti
bahasa yang diambil berbeda-beda antara satu ulama dengan ulama yang lainnya.
Yang tentunya tidak keluar dari 3 sumber rujukan utama bahasa Arab yaitu: al-Qur’an, al-Hadits dan Syair orang-orang Arab terdahulu yang terkumpul dalam kamus-kamus
bahasa Arab.
Para ulama Salaf yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan
selalu memberikan term pendidikan secara bahasa lebih dahulu, baru
kemudian secara istilah. Hal itu juga dilakukan oleh para ulama pendidikan Khalaf,
yang semuanya bertujuan ingin mengungkap hakekat rincian makna yang termasuk
kedalam kata pendidikan. Dengan kata lain sebenarnya apa sajakah makna-makna
yang termasuk dalam istilah pendidikan, sehingga ketika diangkat ke permukaan
makna-makna tersebut, maka orang akan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari
pada pendidikan.
Oleh karena itu, dalam mencantumkan makna bahasa tersebut para pemikir
Islam berbeda-beda cara dan bilangannya. Ada yang mencantumkan satu makna saja,
dan ada juga yang antusias untuk mendatangkan makna secara bahasa yang
sebanyak-banyaknya.
Dan diantara pemikir Islam yang melakukan pendekatan seperti ini, dalam
mendefinisikan kata pendidikan secara bahasa adalah al-Hâzimi. Ketika al-Hâzimî
mulai membahas tentang makna pendidikan menurut bahasa, maka beliau menyebutkan
setidaknya ada 5 makna yang termasuk bagian dari makna pendidikan, kelima makna
itu adalah:
1. Al-Ishlâh (memperbaiki)
Diantara makna pendidikan adalah al-Ishlâh. Kata ini bila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia memiliki arti memperbaiki. Ketika dikatakan Rabba asy-Syai’a
maka artinya adalah memperbaiki sesuatu. Menurut al-Hâzimi al-Ishlah
merupakan bagian dari makna pendidikan, yang harus ada dalam proses pendidikan.
Dalam kitabnya beliau tidak menjelaskan secara panjang lebar tentang makna al-Ishlâh. Beliau hanya mengatakan: “kata al-Ishlâh seringkali tidak menunjukkan
makna bertambah, tetapi ia mengandung makna meluruskan dan membenarkan”[1]. Walaupun demikian, penulis berpandangan bahwa
yang dimaksud al-Ishlâh disini adalah tindakan perbaikan seorang pendidik kepada anak didiknya yang terkait dengan penyakit-penyakit yang bersumber dari dalam jiwa
ataupun hatinya. Penyakit jiwa itu meliputi akidah, akhlak, sulûk (prilaku)
ibadah baik mahdhah (antara seorang hamba kepada pencipta-Nya) maupun ghair mahdhah (antara seorang
hamba kepada sesamanya) yang secara sadar ataupun tidak, ditampakkan dengan
kesalahan-kesalahan dalam perkataan dan perbuatannya. Maka disaat itulah sang pendidik memberikan
perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. Pandangan ini muncul didasarkan oleh dua alasan:
1) pertama dari istiqra
(pengamatan) penulis terhadap kata al-Ishlah dan pecahannya yang ada
dalam al-Qur’an.
2) kedua dari istiqra
penulis terhadap dialog orang-orang arab Yaman.
Yang pertama dari al-Qur’an, berikut ini ayat-ayat yang berkaitan dengan kata al-Ishlâh
dan juga pecahan-pecahannya:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Kecuali mereka yang telah taubat
dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), Maka
terhadap mereka Itulah aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima
taubat lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Baqarah: 160)
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى
بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ
أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ
مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ
وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Artinya: Syu'aib berkata: "Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan
dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan)
apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan)
Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”. (Q.S. Hûd: 88)
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا
Artinya: “Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu
dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”.
(Q.S. al-Ahzâb: 71)
Dalam ayat-ayat diatas, maksud dari arti memperbaiki, mengadakan
perbaikan dan berbuat baik, adalah berkaitan dengan semua kesalahan yang
bersumber dari penyakit jiwa.
Adapun perbaikan yang berkaitan dengan kesalahan ataupun keteledoran sang
anak didik dalam tindak-tanduk yang diluar kontrol jiwanya, atau dengan kata
lain kesalahan yang sifatnya administratif, seperti kerapihan,
kebersihan dan lain sebagainya. Maka bahasa Arab yang digunakan adalah dengan
kata Tashlîh, yang merupakan bentuk Mashdar (yang datang sebagai
urutan ketiga dalam ilmu sharf) dari kata shallaha yushallihu,
contohnya: shallahtu tsaubahu, artinya saya memperbaiki pakaiannya.
Dengan demikian bisa ditarik satu benang merah, bahwa kata Ishlâh digunakan
untuk makna memperbaiki yang bersifat syar’i dan ukhrowi, sedangkan kata Tashlîh
digunakan untuk makna yang bersifat administratif atau duniawi murni.
Oleh karena itu, dalam kesehariannya seorang guru sudah seharusnya sensitif
untuk memperbaiki segala kesalahan yang dilakukan oleh anak didiknya baik yang
ukhrawi maupun yang duniawi, karena yang demikian itu adalah bagian dari salah
satu syiar Islam yang sudah diabaikan mayoritas kaum muslimin yaitu amar ma’ruf
dan nahi mungkar.
2. An-Nama’ wa az-Ziyâdah (berkembang dan bertambah)
Makna pendidikan yang kedua adalah berkembang dan bertambah. Makna ini bisa
dikatakan sebagai hasil dari proses
kegiatan pendidikan itu sendiri. Artinya setelah sekian lama sang pendidik membina muridnya
maka tampaklah hasilnya. bisa jadi hasilnya memuaskan dan sesuai dengan harapan
sang pendidik, atau bisa jadi sebaliknya hasilnya tidak maksimal bahkan pada tataran
tertentu hasilnya nol. Kedua hasil berbeda tersebut didasarkan beberapa faktor
yang menentukan hasilnya masing-masing. Tetapi penulis meyakini bahwa walau
bagaimanapun orang yang pernah merasakan proses pendidikan pasti akan berbeda dengan yang belum pernah menyentuh sama sekali proses pendidikan. Karena ini
termasuk kedalam firman Alloh Subhanahu
Wata’ala dalam surat az-Zumar ayat: 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
3. Nasya’a dan Tara’ra’a (tumbuh dan terbimbing)
Makna pendidikan yang ketiga adalah tumbuh dan terbimbing. Makna inipun
tidak jauh berbeda dengan yang kedua, hanya saja ia lebih ditekankan kepada
proses pendidikannya bukan pada hasilnya.
4. Sâsahu wa Tawallâ amrahu (memimpin dan mengedalikan urusannya)
Makna pendidikan yang keempat adalah memimpin dan mengendalikan urusan anak
didik. Sudah barang tentu sang pendidik adalah seorang imam bagi anak didiknya. Oleh
karena itu, sebagai imam dia harus memimpin dengan baik
proses jalannya pendidikan terhadap anak didik tersebut. Dan selama dia menjadi seorang pendidik, maka dia adalah
pemimpin bagi anak didiknya. Bagus tidaknya hasil dan kualitas sang anak didik itu, salah satunya
terletak pada kepandaian dan kecermatan sang pendidik dalam memimpin
sang muridnya. Semakin serius dan intensif kepemimpinannya, maka semakin
bagus pula anak didik yang menjadi alumninya. Sebaliknya, semakin kacau kepemimpinannya, maka semakin
buruk pula kualitas anak didiknya.
Disamping itu yang perlu diketahui oleh segenap pendidik -yang memiliki banyak
anak didik- bahwa para anak didik memiliki sifat dan watak yang berbeda-beda,
dan itu adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan dunia ini. Ada yang sifatnya
pendiam ada juga yang suka berbicara. Ada yang penurut ada juga yang nakal. Ada yang manja ada juga yang tidak.
Ada yang pelit ada juga yang boros dan seterusnya. Dengan adanya keragaman
sifat disini, sang pendidik lebih dituntut lagi untuk menguras pikirannya dalam mencari formulasi
kepemimpinan yang tepat dan benar kemudian menerapkannya dalam proses
pendidikan tersebut.
Begitu juga sang pendidik, mengatur dan mengendalikan segala urusan yang
berkaitan dengan anak didiknya. Mulai dari hal yang sepele sampai kepada
masalah yang serius. Mulai dari hal yang kecil sampai kepada masalah yang
besar. Mulai dari perkara agama sampai kepada perkara dunia. Bahkan kalau bisa mayoritas
aktifitas anak didiknya berada dalam kendali dan pengawasannya. Sehingga dengan
demikian, akan lahir anak didik yang berkualitas.
5. Ta’lîm (Pengajaran)
Makna yang kelima yang disebutkan oleh al-Hâzimi adalah pengajaran.
Dalam menjelaskan makna ini beliau mengutip perkataan dua ulama. Salah satunya Ibnu
al-A’rabi, beliau mengatakan: [2][3]
“Robbani adalah seorang ulama yang mengajarkan
ilmu kepada manusia dari ilmu yang termudah sampai yang tersulit”.
Berbeda dengan makna-makna pendidikan lainnya, dapat dikatakan makna ini adalah yang paling
sering disandingkan dengan kata pendidikan dalam berbagai literatur pendidikan Islam. Hal
ini didasarkan adanya keterikatan yang kuat antara ta’lîm dan pendidikan. Tetapi, antara
keduanya ada keumuman dan kekhususan. Karena setiap pendidikan adalah ta’lîm
tetapi setiap ta’lîm belum tentu disebut pendidikan. Karena bisa
dikatakan bahwa pendidikan adalah bentuk follow up dari pada
kegiatan ta’lîm.
Di masa lalu, makna pengajaran memiliki cakupan yang sangat luas, asalkan
terjadi proses belajar yang melibatkan dua pihak, yaitu guru dan murid, maka
itu sudah cukup untuk disebut sebagai kegiatan pengajaran. Tetapi di masa kini,
maknanya sudah sedikit bergeser. Karena ketika kata makna pengajaran diangkat,
maka yang terbesit pertama kali dipikiran kalangan manusia modern adalah
kegiatan belajar dan mengajar yang resmi, yang
penyelenggaraannya di madrasah ataupun sekolah.
Disisi lain, kata Ta’lim -khususnya di Indonesia- sering kali di
pakai untuk kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh kalangan
orangtua, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak.
Dan bahkan merupakan bagian dari nama kelompok belajarnya atau kelompok
pengajiannya yang lebih familiar disebut dengan majlis ta’lim.
Dan jumlah majlis ta’lim di Indonesia sangatlah banyak, bahkan semakin hari
semakin bertambah bak jamur di musim penghujan.
Setelah panjang lebar al-Hâzimi menjelaskan makna pendidikan secara bahasa,
kemudian beliau memberikan kesimpulan:
“Dari makna
pendidikan secara bahasa, maka dapat disimpulkan bahwa makna pendidikan itu berkisar antara kegiatan memperbaiki,
mengendalikan urusan anak didik, memperhatikannya dan membimbingnya ke arah
yang membuatnya maju dan berkembang. Dan definisi pendidikan secara istilah sangat erat kaitannya dengan
makna-makna tersebut”[3]
b) Secara Istilah
1. Pendidikan adalah al-Hikmah, al-Ilm dan at-Ta’lîm
Arti Kata al-hikmah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama: kalau disebutkan secara mandiri maka maksudnya adalah at-Tafaqquh fi
ad-Dîn (memperdalam ilmu agama), sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik
ketika menafsirkan surat al-Baqarah ayat: 269 [4]
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ
مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan Aa-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”
Kedua: kalau disertai
dengan kata al-Kitab maka arti kitab adalah al-Qur’an sedangkan arti al-Hikmah
adalah sunnah atau hadits Nabi sholallohu
‘alaihi wasalam. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat: 129, dan lain sebagainya.
Disamping makna hikmah, kata pendidikan juga bisa bermakna al-Ilmu
yaitu ilmu pengetahuan dan juga at-Ta’lim yaitu pengajaran. ketiga makna
ini terambil dari tafsiran para ulama mengenai kata pecahan pendidikan dalam
surat ali Imran ayat: 79.
وَلَكِنْ كُونُوا
رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ
تَدْرُسُونَ
Artinya: “Akan
tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena
kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Ibnu Abbas dan yang lainnya menafsirkan kata Rabbaniyyin sebagai Hukama
(Orang-orang bijaksana), Ulama (orang-orang berilmu), Hulama
(orang-orang santun). Sedangkan adh-Dhahhak berpendapat bahwa kata rabbaniyyin
bermakna mengajarkan dan memahamkan orang lain[5].
2. Pendidikan Adalah ar-Ri’âyah
Makna pendidikan berikutnya yang ada dalam al-Qur’an adalah
bimbingan. Sebagaimana dalam surat al-Isra ayat: 24.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ
الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Dan juga firman Alloh yang mengutip perkataan firaun kepada Nabi Musa dalam
surat asy-Syu’ara ayat: 18.
قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا
وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِين
Artinya: “Fir'aun
menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami,
waktukamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari
umurmu”.
Dan ini menunjukkan bahwa diantara makna pendidikan adalah ar-Riâyah
wa al-‘Inâyah (Bimbingan dan perhatian).
Kemudian al-Hâzimi dalam kitabnya Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah menjelaskan tentang definisi pendidikan menurut istilah,
dengan mengatakan:
“bahwa
pendidikan adalah mendidik manusia setahap demi setahap dalam semua aspek
kehidupannya untuk mewujudkan kebahagiaan didunia dan akhirat sesuai dengan
metodologi Islam”
2.
Term Karakter Dalam Islam
Karakter dalam Islam sering disebut dengan akhlaq berasal dari
bahasa Arab yakni jama’ dari khulqun yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabi’at, tata krama, sopan santun, adab dan
tindakan. Kata akhlaq juga berasal dari kata kholaqa atau kholqun
yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang artinya
menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata al-khaliq
yang artinya pencipta dan makhluq yang artinya yang diciptakan.
Ibnu Masykawaih (w. 421 H/ 130 M) yang terkenal sebagai pakar bidang akhlaq
terkemuka mengatakan: “akhlaq adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.”
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M)
mengatakan: “akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”[6]
Maka dapat disimpulkan akhlaq adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran serta dilakukan tanpa paksaan dan ikhlas semata-mata
karena Allah subhanahu wata’ala.
Pengertian akhlaq juga bisa diartikan
dengan tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
3.
Term Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam
Pendidikan karakter atau pendidikan akhlaq sebagaiman dirumuskan oleh Ibnu
Masykawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan akhirnya perbuatan-perbuatan
yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlaq
ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber
tertinggi ajaran Islam.[7]
Pendidikan akhlaq membahas dua objek penting pada diri manusia, yaitu
sebagai berikut:
1.
Pengkajian tentang hati sebagai kekuatan jiwa manusia dalam bertindak yang
menjadi latar belakang diterima atau ditolaknya perbuatan oleh Alloh subhanahu wata’ala.
2.
Pendalam perilaku dan motivasi bertindak atas nama
tertentu. Dalam pendidikan karakter atau akhlaq, setiap pendidikan di motivasi
oleh sesuatu yang terdapat didalam jiwa manusia atau faktor eksternal. Adapun faktor internal
atau dirinya tidak dapat membentuk tindakan jika tidak terdapat dukungan faktor eksternal. Oleh karena itu, seorang anak didik berakhlaq
karena didorong oleh kemauan atau niat dan kesempatan, serta dorongan
kebutuhan, misalnya nasihat orangtua, pekerjaan rumah dari guru, dan
sebagainya.
Dengan demikian pendidikan akhlaq dalam Islam bisa dikatakan sebagai
pendidikan moral dalam diskursus pendidikan Islam. Karena tujuan puncak
pendidikan akhlaq adalah terbentuknya karakter positif yang sesuai dengan
ajaran Islam dalam perilaku anak didik.
B.
PRINSIP PENDIDIKAN KARATER ISLAMI
a)
Robbaniyah
Nyatalah
bahwa pendidikan individu dalam Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu,
yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahawa totalitas agama Islam tidak
membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya
yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala
semata merupakan ibadah9 serta selalu berpegang teguh kepada sunnah Nabinya Sholallohu
‘Alaihi Wasalam.10
b)
Syumul & takamul
Pengarahan yang islami mensifati
dengan ke-universalan dan paripurna dalam setiap hal yang dibutuhkan
oleh setiap manusia baik itu yang bersifat duniawi ataupun ukhrawi. Yang
dimaksud universal disini adalah mencakup:
a)
objektifitas dalam memandang hal
dunia dan akhirat serta tidak memisahkan antara keduanya,
b)
kemanusiaan karena mencakup semua
manusia
c)
fitrah karena adanya kesesuaian
antara jasad dan ruh
d)
sesuai zaman dan tempatnya karena
tidak menitik beratkan pada zaman tertentu, akan tetapi kekal sampai hari
akhir.[9]11
c)
Tawazun
Adanya kesesuaian antara hak jasad
dan ruh, makhluk dan kholiq, hak keluarga, serta hak pribadi dan orang lain.12
d)
Tsabaat
Tak bisa disangkal bahwa kekuatan
iman di dalam hati seseorang akan membuatnya enggan terhadap kesenangan dan
kekayaan duniawi serta meneguhkan hati dalam menghadapi godaan dan keinginan.
Maka ia pun selalu menjaga kehormatannya serta menunaikan amanah.13
e)
Waqi’iyah
Sesuai dengan objek agama, fitrah
manusia, serta kemampuan setiap individu.14
C.
MACAM-MACAM PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI
1.
Pendidikan Akidah
Pendidikan pertama yang harus
diterima setiap pemuda muslim ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah
yang dianut oleh generasi salaf umat ini. Sebab Alloh Ta’ala telah
menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Alloh Ta’ala
berfirman:
÷bÎ*sù
(#qãZtB#uä È@÷VÏJÎ/ !$tB
LäêYtB#uä ¾ÏmÎ/ Ïs)sù
(#rytG÷d$# ( bÎ)¨r
(#öq©9uqs? $oÿ©VÎ*sù öNèd
Îû 5-$s)Ï© (
ãNßgx6Ïÿõ3u|¡sù ª!$# 4
uqèdur ßìÏJ¡¡9$# ÞOÎ=yèø9$#
ÇÊÌÐÈ
“Maka jika mereka beriman kepada
apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk;
dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan
kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.15[10]
Ibn al-Qoyyim rohimahulloh
mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama yang didakwahkan oleh para Rosul,
persinggahan pertama di tengah jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan
orang yang melangkah kepada Alloh ta’ala.”16
Jadi, setiap pendidik hendaknya
tidak pernah membiarkan setiap kesempatan berlalu tanpa membekali para anak
didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan kepada Alloh Ta’ala,
bimbingan-bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang
bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa’atan kesempatan untuk memberikan
nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik
pertama (Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau selalu berusaha
mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan
keyakinan yang ada di dalam hati mereka.17
2.
Pendidikan Pemikiran
Yang dimaksud pendidikan pemikiran
di sisni ialah mendidik generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf,
menankan paham-paham yang benar di dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka
agar waspada terhadap paham-paham yang salah.
Sistem pendidikan pemikiran ini
yang benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan
pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami
al-Qur’an dan Hadits.
Disamping itu mereka juga memiliki
kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan
paham-paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.18[11]
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para
pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai
fakta-fakta berikut ini:
a)
Islam adalah Din yang abadi dan
berlaku dimana saja dan kapan saja.
b)
Komitmen tinggi dan beristiqomah
dalam mengamalkan hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan.
c)
Terbongkarnya
perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.
d)
Terungkapnya fakta tentang
peradabaan Islam yang selama kurun waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi
guru bagi seluruh isi dunia.
e)
Para pembelajar harus mengetahui
bahwa kita memasuki panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf.
Kita memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.19
3.
Pendidikan Iman
Yang dimaksud pendidikan iman
ialah upaya untuk menambah iman kepada Alloh Ta’ala dan hari
akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas hati sampai pada level
dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta’atan kepada Alloh Ta’ala
dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.20
4.
Pendidikan Akhlak
Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq
adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa
pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam:
a)
Kondisi alami yang berasal dari
watak dasar seseorang.
b)
Kondisi yang diperoleh melalui
kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan
pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at
dan perangai.
Kondisi yang
kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik
generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah,
itsar dan lain-lain.21[12]
5.
Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi Sholallohu
‘alaihi Wasalam
Salah saatu materi pendidikan yang
harus diajarkan kepada generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun
masyarakat muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi Sholallohu
‘alaihi Wasalam ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi Sholallohu
‘Alaihi Wasalam. Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-adab yang
diterima seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik.
Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit
ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak memilikinya dan
menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai-nilai yang diimpor dari
peradaban Barat yang kafir.
Hal itu adalah akibat dari
penyebaran piranti-piranti keji, seperti televisi yang merusak banyak
sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab yang diajarkan Nabi Sholallohu
‘Alaihi Wasalam, membunuh rasa cemburu suami, menghilangkan rasa malu
wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak banyak berbeda dengan masyarakat Barat
yang kafir.
Oleh karena itu, para praktisi
pendidikan harus memperhatikan upaya-upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang
luhur dan adab-adab Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya.
Mudah-mudahan Alloh Ta’ala berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan
menyelamatkan anak-anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan
segala macam upaya untuk memalingkan dari Alloh Ta’ala. 22[13]
6.
Pendidikan Jasmani
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan:
“salah satu sarana pendidikan yang
paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu dalam masyarakat secara fisik dan menjaga
kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan
jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan
kesempatan.
Hal itu mengingat agama Islam
dengan prinsip-prinsipnya yang toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah
menggabungkan antara keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan
antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang
besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang
sama
Dan ketika sudah menginjak usia aqil
baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan
dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu
luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan
organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh
tubuhnya.
Hal itu disebabkan oleh 3 hal:
Pertama :banyaknya
waktu luang yang dimilikinya.
Kedua :untuk
melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
Ketiga :untuk
membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-kegiatan jihad. ”23
D.
TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI
Tujuan
pendidikan sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukkan generasi baru
(generasi yang beriman dan berpegang teguh
kepada ajaran-ajaran Islam yang benar) dimana generasi baru itu bekerja
untuk memformat umat ini dengan format Islam dalam semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk mewujudkan tujuan
tersebut terbatas pada perubahan terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya
dan pembinaan para pendukung dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam,
sehingga mereka menjadi teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya,
memelihara dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya.24[14]
Serta agar manusia berada dalam kebenaran dan
senantiasa berada dalam jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh
Allah Subhanahu Wata’ala. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan
akhirat.25[15] Ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia,
yaitu untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana yang tertera dalam surat adz-Dzariat ayat 56:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Pengabdian
kepada Allah Ta’ala merupakan esensi
dari tujuan pendidikan akhlak. Dan termasuk pengabdian kepada Allah Ta’ala adalah berakhlaq mulia. Akhlaq seseorang
akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung
dalam al-Qur’an. Dan
juga yang termasuk dalam tujuan pendidikan akhlaq adalah mencetak pribadi yang berkarakter Islami yang menjalankan syari’at Islam sesuai dengan sunnah Rosulullah Shoalllohu ‘alaihi Wasalam.
Pendidikan akhlaq dalam Islam berbeda dengan pendidikan-pendidikan moral lainnya karena
pendidikan akhlaq dalam
Islam lebih menitik beratkan pada hari esok. Dari sini tampak bahwa pendidikan
akhlaq dalam Islam lebih mengedepankan aspek
pembentukan akhlaq dibawah
tuntunan wahyu.
E.
SUMBER PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI
a)
Al-Qur’an al-Karim
Tidak ada
keraguan bahwa pendidikan yang diajarkan oleh al-Qur’an adalah pendidikan yang
paling tinggi dan paling unggul. Berkah dari pendidikan ini nampak jelas pada
generasi pertama yang menyaksikan langsung turunnya al-Qur’an secara
berangsur-angsur. Al-Qur’an menanamkan dasar-dasar akidah di dalam jiwa mereka.
Sahabat-sahabat Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam menerima ayat-ayat
al-Qur’an dengan penuh keimanan dan keyakinan, dan ayat-ayat itu mendorong
mereka untuk beramal, berbuat dan ta’at. Dengan demikian al-Qur’an telah
membawa mereka naik ke puncak tertinggi dari tingkatan keyakinan, kejujuran,
keikhlasan, pengorbanan dan keteguhan.
Didepan mata
mereka ada peragaan nyata dari ajaran-ajaran al-Qur’an, yaitu Nabi Sholallohu
‘Alaihi Wasalam. Beliau adalah al-Qur’an yang berjalan dimuka bumi. Bunda
‘Aisyah Rodiyallohu ‘Anha pernah ditanya tentang akhlaq Rosululloh Sholallohu
‘Alaihi Wasalam, lalu dia menjawab: “akhlaq Beliau adalah al-Qur’an”
Berikut ini
contoh-contoh Pendidikan ala al-Qur’an:
1)
Al-Qur’an mendidik akidah tauhid di
dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-ikhlas: 1-4
2)
Al-Qur’an mendidik kemampuan
pengawasan dan takwa dalam hati manusia
3)
Al-Qur’an mendidik setiap mukmin
untuk mengetahui tujuan utama penciptaan dirinya
4)
Al-Qur’an mendidik setiap muslim
untuk meyakini bahwa kelebihan manusia hanya ditentukan oleh kualitas takwanya
kepada Alloh Ta’ala
b)
Sunnah Nabawiyah
Pendidik
terhebat yang pernah menghampiri umat manusia adalah Nabi Muhammad sholallohu
‘alaihi wasalam. Petunjuk terbaik dan tertinggi ialah petunjuk yang
diberikan oleh Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam
c)
Siroh Nabawiyah
Sesungguhnya siroh kekasih kita
Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam memiliki segi yang banyak. Setiap
segi mencapai kesempurnaan yang ada pada diri makhluk. Bagaimana tidak
demikian, karena Alloh Yang Maha Pemberi, Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana telah menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah (teladan)
bagi seluruh umat.
Diantara
bagian siroh Beliau yang penuh barakah adalah, Alloh ‘Azza Wajala
mengutusnya sebagai seorang guru. Ia merupakan jawaban dari do’a kekasih-Nya,
Ibrahim ‘alaihi salam. Disebutkan dalam do’a Beliau sebagaimana firman
Alloh Ta’ala:
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù
Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt
öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä ÞOßgßJÏk=yèãur
|=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkÏj.tãur
4 y7¨RÎ) |MRr&
âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
"Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
(al-Baqarah: 129)
Rosululloh Sholallohu
‘Alaihi Wasalam memberitahukan bahwa itu adalah do’a ayahnya, Ibrahim ‘Alaihi
Salam. Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu Umamah, ia berkata: “ya
Rosululloh, apakah apakah permulaan dari kenabianmu?” beliau bersabda:
دعوة أبي
إبـراهيم وبـشـرى عيـسـى عـليـه الســلام
“do’a ayah saya Ibrahim
dan kabar gembira Isa ‘alaihi salam.”
Dan telah
disebutkan pengangkatan Beliau sebagai pendidik dalam beberapa ayat, diantaranya:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù
Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt
öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur
ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur
Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9
(#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
“sebagaimana
(kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.” (al-Baqarah: 151)
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ft öNÍkön=tã ¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÏj.tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
“
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (al-Jumu’ah: 2) 27[17]
d)
Siroh Sahabat
Siroh sahabat
juga memiliki peranan penting dalam meneladani Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi
Wasalam sebagai guru, dikarenakan mereka merupakan generasi yang terbaik
yang ada pada Islam. Karena kedekatan mereka juga serta menjadi saksi hidup
langsung bagaimana Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam dalam mendidik
mereka, sebagimana sabda Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam:
قـال رسـول
الـله صلى الـله عليه وسلم: خيـرالـنـاس قرني ثم الذي يلونهم ثم الذي يلونهم
“sebaik-baik
generasiku adalah pada masa zamanku (sahabat),kemudian generasi setelahnya,
kemudian generasi setelahnya.”
F.
Sarana Dalam Pendidikan Karakter
Islami
Untuk mencapai
tujuan tarbiyah maka diperlukan beberapa sarana yang dapat memfasilitasi
sehingga terwujudnya tujuan pendidikan secara maksimal. Sebetulnya sarana
pendidikan sifatnya sangatlah fleksibel dan sangat beragam tergantung keperluan
dan keadaan anak didik. Sarana dalam pendidikan selain bersifat fleksibel
juga mempunyai tahapan yang disesuaikan dengan kecenderungan, kemampuan dan
penguasaan anak didik terhadap beberapa program yang dijalankan. Biasanya
tahapan dalam sarana pendidikan dimulai dengan keterikatan terhadap nilai-nilai
Islam secara umum, kemudian meningkat kepada persaudaraan. Selanjutnya
keterlibatan dengan aktifitas dan siap untuk berjuang menegakkan nilai islam.
Keberagaman
sarana dan adanya tahapan dalam pelaksanaan sarana pendidikan menunjukkan upaya
nyata dalam pembentukkan kepribadian muslim. Sarana pendidikan sebagai sesuatu
yang terikat dengan tujuan, sehingga sarana tidak bisa dipisahkan/ dilepaskan
dari tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam mencapai tujuan, maka diperlukan
sarana yang sesuai dengan tujuan tersebut.28[18] Beberapa
sarana yang digunakan adalah:
a.
Masjid
Masjid merupakan pusat kegiatan seorang muslim. Pada zaman Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, mesjid digunakan sebagai pusat pemerintahan dan tempat pembinaan serta
terus berkembang menjadi tempat pengajaran pada masa pemerintahan-pemerintahan Islam berikutnya.
Dari sarana masjid ini juga
memiliki efek yang sangat besar dalam pendidikan karakter Islami, diantaranya:
1)
Menjadikan dirinya dan
rekan-rekannya yang memiliki semangat yang tinggi dalam menjalankan ibadah dan
ketaatan kepada Alloh Ta’ala sebagai bibit kebaikan dan keberkahan.
2)
Memperhatikan orang-orang yang
hadir di masjid. Jika ada wajah baru dia harus segera menyapanya, mengajak
berkenalan dan lain-lain.
3)
Mendorong rekannya untuk rajin
mengikuti pengajian di masjid.
4)
Selalu mengadakan kegiatan-kegiatan
yang melibatkan rekan-rekannya di mesjid dan menyibukkan mereka dengan
aktifitas-aktifitas iman dan dakwah.
5)
Syeikh Memberikan perhatian kepada
tetangga-tetangga mesjid, mengingatkan mereka akan keutamaan sholat berjama’ah,
mengikuti pengajian, terlibat dalam aktifitas sosial, dan memberikan bantuan di
saat kesulitan.29[19]
b.
Keluarga
Keluarga merupakan kumpulan
individu yang berkeinginginan kuat untuk membentuk kepribadian muslim secara
terpadu yang berlandaskan kepada kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya. Oleh
karena itu, peranan keluarga sangat penting dalam tujuan pembentukan karakter
muslim. Keluarga juga
memiliki peranan sebagai perisai pelindung bagi anak didik dari pengaruh eksternal
yang kotor, juga memiliki kepentingan yang sama untuk meningkatkan iman dan
amal sholeh.
Tujuan dari
pembentukan keluarga, diantaranya:
1)
Membentuk kepribadian muslim
seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntunan agama dan kehidupan
2)
Meningkatkan kesadaran akan
derasnya arus nilai yang mendukung Islam atau yang menentangnya
3)
Mewujudkan hakekat kebanggaan Islam
terhadap nilai-nilai Islam dengan membangun komitmen kepada nilai Islam dan
akhlaq mulia
4)
Menyelasaikan berbagai permasalahan
yang dihadapinya, baik masalah pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan sebagainya
c.
Madrasah/sekolah
Madrasah memiliki peran dan
pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan
sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana
di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang
lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat
kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan
sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.30[20]
Yang merupakan tugas atau peranan
penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah adalah mengimplementasikan
ibadah kepada Alloh Azza Wa Jala, juga meluruskan pemahaman yang salah
dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan
terpuji. Serta mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan
pembangkangan baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya,
menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq,
dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang
nyata.
Madrasah juga memiliki
komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya, seperti: mu’alim
(pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar, serta idaroh madrasah.31[21]
d.
Lingkungan
Lingkungan sekitar tempat tinggal
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakter seseorang. Seseorang yang
tumbuh di tengah lingkungan yang baik biasanya tidak terlalu sulit untuk tumbuh
menjadi sesorang yang sholih, tetapi sebaliknya akan mendapat pengaruh yang
tidak baik pula.
Maka hendaknya mempertimbangkan baik-baik
ketika memilih lingkungan tempat tinggal, sebagaimana kata pepatah: الجـار قـبل الـدار 32[22]
G.
Metode
yang Digunakan Dalam Pendidikan Islami
1)
Pengertian
Metode
Bahasa
: cara, jalan, serta madzhab.
Istilah
: cara
dalam pendidikan yang digunakan oleh seorang pendidik untuk mengarahkan para peserta
didik kearah kebenaran.
2)
Urgensi Keragaman
Dalam Metode Pendidikan
Keragaman
dalam metode pendidikan mempunyai peranan yang sangat urgen dalam
pelaksanaannya, diantara urgensi tersebut:
a)
Merupakan hal yang sangat di
idam-damkan, seperti membumbui pendidikan dengan cara menyampaian kisah,
permisalan-permisalan, pengalaman yang berkesan, motivasi dan ancaman serta
yang lainnya
b)
Kemungkinan sang pendidik memilih
metode sesuai dengan realitanya
c)
Karena adanya perbedaan sikap dari
para peserta didik dalam proses pendidikannya
Karena urgennya
metode tersebut serta efek besar kepada para peserta didiknya, maka harapan
kepada sang pendidik untuk senantiasa melihat realita dari zaman ke zaman
terhadap para peserta didiknya, serta harus mempunyai keragaman dalam metode
yang digunakannya. Dikarenakan supaya tidak terlalu terpaku/jumud pada 1
metode yang terus terulang-ulang dari masa kemasa.33[23] Diantara
metode-metode tarbiyah yang harus diterapkan oleh seorang pendidik:
1)
Qudwah/ teladan
Muhammad Quthb mengatakan:
“Keteladanan dalam pendidikan merupakan sarana
yang paling efektif dan paling dekat kepada kesuksesan.”34[24]
Seorang pendidik hendaknya memberikan teladan yang baik kepada
orang lain dengan akhla para Nabi, teladan jiwa pendidik yang mulia terdapat
dengan gamblang dalam diri Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam.
Selanjutnya para pendidik mengajak orang lain dalam menumbuhkan ketaatan dan
ketakwaan kepada Alloh Ta’ala, sehingga mereka bisa memilih jalan jalan
yang benar.
Macam-Macam Qudwah
a)
Qudwah dalam kebaikan
Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rosululloh Sholallohu
‘Alaihi Wasalam, kemudian para sahabatnya, dan disusul oleh tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in. Alloh Ta’ala pun memerintahkan kepada umat islam supaya
mengikuti qudwah seperti Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam :
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“ Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah." (al-ahzab: 21)
Ibn Hazm
mengatakan: “barangsiapa yang menginginkan kebaikan di dunia serta di
akhirat, keadilan, kebaikan akhlak, serta kebaikan di dalam keluarganya, maka
bercerminlah kepada akhlak Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasalam.”
b)
Qudwah dalam keburukan
Yaitu teladan
yang jelek serta rusak, yang mana kejelekan ini dicerminkan oleh orang-orang
bathil, seperti ahli bid’ah serta yang berpaling dari aqidah, ibadah dan akhlak
yang mulia.
Karena qudwah
ini sangatlah bathil dan menyesatkan serts mempunysi pengaruh yang jelek
terhadap kehidupan manusia, seperti diabaikannya nasihat yang baik dari seorang
pemberi nasihat bahkan mereka tetap jumud dengan kebiasaan nenek
moyangnya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
#sÎ)ur @Ï% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ7®KtR $tB $tRôy`ur Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 4
öqs9urr& tb%2 ß`»sÜø¤±9$# öNèdqããôt 4n<Î) É>#xtã ÎÏè¡¡9$# ÇËÊÈ
"dan apabila
dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka
menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati
bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang
menyala-nyala (neraka)?". (luqman : 21)
Urgensi Qudwah Dalam Pendidikan
Metode qudwah yang baik memiliki
pengaruh yang penting terhadap akhlak dan sikap orang lain. Diantara
pengaruhnya ialah:
a)
Bisa mempengaruhi orang lain
b)
Pengalaman lebih berharga
dibandingkan dengan sebuah perkataan saja
c)
Kebutuhan seseorang terhadap sebuah
qudwah
d)
Balasan pahala terhadap orang yang
memberikan qudwah yang baik serta balasan dosa terhadap orang yang memberikan
qudwah yang buruk
Halangan-Halangan
Yang Ada Pada Pribadi Seorang Pendidik Dalam Berqudwah
a)
Rasa takjub kepada seseorang
b)
Merasa minder
c)
Berlomba-lomba dalam kejelekan
2)
Kisah
Mendidik
melalui cerita yang mengandung pelajaran dan peringatan merupakan salah satu
bentuk nasihat yang paling efktif. Sebab, secara naluriyah jiwa manusia
tertarik pada cerita dan menerimanya sepenuh hati. Apabila cerita itu
mengandung hikmah dan pelajaran ada tujuan yang hendak dicapai. Ketika
al-Qur’an menceritakan menceritakan kisah-kisahnya bukan semata-mata untuk
hiburan dan mengisi waktu. 35[25]
Selain itu,
kisah pada dasarnya memang melekat pada otak dan hampir-hampir tidak
terlupakan. Karena itu al-qur’an karim memberinya perhatian lebih dengan
menyebutkan kisah-kisah di dalam al-qur’an karena terdapat berbagai kekhususan
di dalamnya, diantaranya:
a)
Merupakan kisah yang riil serta
terpercaya
b)
Sesuai dengan fitroh manusia
d)
menghibur hati, memupuk tekad,
mengambil ibroh dan pelajaran
e)
mengetahui kisah orang-orang
terdahulu & mengenang peristiwa
Tujuannya agar
orang yang mencermati kisah ini akan menemukan diantara bagian-bagiannya dan
sisi-sisinya terdapat pengukuhan terhadap perkara-perkara tauhid. Demikian juga
terdapat penjelasan-penjelasan hikmah Alloh yang luar biasa dan sunnahNya pada
hamba-hambaNya yang tetap tidak akan berubah dan tidak pula berganti.37[27]
Sumber-Sumber
Yang Harus Dijadikan Rujukan Dalam Mengambil Kisah, diantaranya:
1)
Al-qur’an al-karim
2)
Sunnah nabawiyah
3)
Kitab-kitab sumber sejarah yang
telah terkenal dikalangan kaum muslimin
3)
Kajian Biografi
Mengkaji
biografi dan sejarah hidup generasi Salaf merupakan salah satu metode
pendidikan yang sangat efektif. Sebab, jiwa manusia akan merindukan dan
menginginkan kesempurnaan ketika mendengar kisah hidup para ulama yang patuh
kepada Alloh Ta’ala. Namun, jiwa manusia akan dipenuhi
kecenderungan-kecenderungan buruk dan diselimuti beragam syahwat ketika
mendengar kisah hidup orang-orang yang suka memuja dunia dan memperturutkan
syahwat. Dan secara ilmiyah jiwa manusia memiliki potnsi untuk menjadi baik
dan jahat.39[29]
Dan diantara
manfa’at dari mengkaji biografi ini, diantaranya:
1)
Mendidik generasi muda islam dengan
pendidikan yang diterima oleh para ulama terkemuka
2)
Seorang muslim dapat menghimpun
ringkasan dari beragam pengalaman dan intisri dari berbagai gagasan
3)
Mengetahui kemuliaan ilmu dan
pembawanya
4)
Menambah kecintaan kepada para
ulama terkemuka
5)
Menularkan ilmu mereka, memenfa’atkan
pemahaman mereka, serta melaksanakan pelajaran dan nasihat mereka.40[30]
4)
Ceramah
Al-hafizh Ibnu
Rajab al-Hambali, mengatakan:
“ceramah adalah
cambuk yang digunakan untuk mencambuk hati sehingga meninggalkan bekas di hati
seperti bekas cambukan di badan. Sedekah yang paling baik adalah memberitahu
orang yang tidak tahu atau menyadarkan orang yang lalai. Tidak ada yang lebih
baik untuk membangunkan orang yang terbuai dalam tidur kelalaian selain
dicambuk dengan cambuk ceramah. ”41[31]
Ceramah-ceramah
Nabi sholallohu ‘alaihi wasalam menempati level tertinggi dan memiliki kualitas
terbaik. Dengan ceramahnya beliau mampu memikat hati para pendengarnya.
Tujuan utama
seorang penceramah ialah mengantarkan orang-orang yang dia ceramahi kepada rasa
takut sejati yang terhimpun dalam getaran hati dan linangan air mata.42[32]
5)
Motivasi & ancaman
Motivasi
adalah pemberian
atau penginputan semangat kepada seseorang melalui media perkataan,
penjelasan, orasi, dan berbagai media yang memicu seseorang untuk semangat dan
bangkit dari keterpurukan.
Urgensi Metode
Motivasi & Ancaman
Al-qur’an dan
as-sunnah pun tak luput didalamnya terdapat berbagai motivasi dan ancaman yang
bisa mempengaruhi psikis seseorang dari hal tersebut, dan diantaranya:
1)
metode motivasi dan ancaman
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam manhaj pendidikan Islami
2)
karena fitrah seseorang yang lebih
cenderung terhadap hal yang baik dan menyenangkan untuk dirinya, serta dari
fitrahnya pasti membenci terhadap sesuatu yang buruk dan kurang menyenangkan,
salah satu firman Alloh ta’ala yang mengandung motivasi dan ancaman,
¨bÎ) tûüÉ)FßJù=Ï9 #·$xÿtB ÇÌÊÈ t,ͬ!#ytn $Y6»uZôãr&ur ÇÌËÈ |=Ïã#uqx.ur $\/#tø?r& ÇÌÌÈ $Uù(x.ur $]%$ydÏ ÇÌÍÈ w tbqãèyJó¡o $pkÏù #Yqøós9 wur $\/º¤Ï. ÇÌÎÈ [ä!#ty_ `ÏiB y7Îi/¢ ¹ä!$sÜtã $\/$|¡Ïm ÇÌÏÈ
“ Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah
anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi
minuman). di dalamnya mereka tidak mendengar Perkataan yang sia-sia dan tidak
(pula) Perkataan dusta. sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang
cukup banyak,” (an-naba’: 31-36)
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# öNà6/u 4 cÎ) s's!tø9y Ïptã$¡¡9$# íäóÓx« ÒOÏàtã ÇÊÈ tPöqt $ygtR÷rts? ã@ydõs? @à2 >pyèÅÊöãB !$£Jtã ôMyè|Êör& ßìÒs?ur @à2 ÏN#s @@ôJym $ygn=÷Hxq ts?ur }¨$¨Z9$# 3t»s3ß $tBur Nèd 3t»s3Ý¡Î0 £`Å3»s9ur U#xtã «!$# ÓÏx© ÇËÈ
“Hai manusia, bertakwalah
kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian
yang sangat besar (dahsyat). (ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat
kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang
disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu Lihat
manusia dalam Keadaan mabuk, Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi
azab Allah itu sangat kerasnya.” (al-hajj: 1-2)
3)
manusia memiliki kemampuan untuk
membedakan antara hal yang dapat membahayakannya dan hal yang dapat
memberikannya manfa’at
4)
metode motivasi & ancaman
merupakan metode pendidikan yang riil digunakan, karena dapat memberikan
peringatan dari berbagai mukholafah/penyimpangan.[33]43
6)
Mau’idzoh/nasihat
Menurut bahasa
adalah arahan dan bimbingan, sedangkan menurut istilah adalah bimbingan dan
nasihat dengan sesuatu yang meluluhkan hati, segenap akibat, dan tepatnya
mengingatkan mereka dengan pahala dan siksaan.[34]44
Alloh ta’ala
berfirman mengenai nasihat ini, terkhusus dalam pendidikan
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# (
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4
¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125)
Maksud Hikmah ialah: Perkataan yang tegas dan
benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Nasihat itu
dilakukan dengan mengungkapkan ayat, hadits, dan segala macam permisalan yang
ada dalam al-Qur’an, demikian pula dengan mengungkapkan pahala, siksa, dan
akibat yang bisa meluluhkan pembelajar dan bisa menjadikannya selalu mengingat
Alloh Ta’ala.
Barangsiapa
yang menghayati al-Qur’an dan as-sunnah, niscya ia akan mendapatkannya penuh
dengan berbagai nasihat, yang mengingatkan hati yang lalai. Diantaranya adalah
kisah orang pada masa lampau seperti berbagai makhluk dan pemandangan langit
dan bumi.
Nasihat itu
mempunyai pengaruh dalam hati yang tenang, yang mengetaui kebenaran, dan tunduk
patuh untuk mengamalkannya. Salah....ketika nasihat itu dilakukan dengan cara
yang tidak dikenal pada zaman salafus sholeh.[35]45
7)
Hukuman
Hukuman dalam bahasa arab diartikan sebagai ‘iqob yang berarti
hukuman atau sanksi. Dalam kosakata bahasa ingris sering disebut sebagai punishment
yang berarti hukuman, kedisiplinan, ganjaran.
Dalam dunia pendidikan, pemberian sanksi atau hukuman sudah menjadi
kesepakatan atas wajibnya, akan tetapi mereka berselisih dala masalah hukuman
fisik bagi siswa. Orang-orang yang melarang berargumen bahwa metode ini tidak
memberikan manfaat, bahkan justru mengakibatkan munculnya penyakit psikologi
pada siswa dan menjadikan siswa takut
kepada guru lantaran suatu sebab yang paling kecil sekalipun.
Demikian juga, metode ini mengundang siswa untuk berdusta demi menghindari
hukuman guru. Mereka menambahkan ,”karena itu kita berpendapat bahwa guru
tidak boleh menghukum dengan hukuman fisik secara mutlak.” Sementara
kelompok lain yang mendukung berargumen bahwa menafikan hukuman fisik secara
mutlak memiliki banyak dampak negatif.
Diantaranya siswa tidak akan menghargai guru, dan selanjutnya tidak akan
memberikan perhatian kepada ilmu, yakni materi pelajaran, serta membuang
hukuman fisik akan melahirkan generasi yang tidak peduli terhadap norma, hukum
dan ilmu.[36]46
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid dan Dian Andayani.2012. Pendidikan Karakter Perspektif
Islam. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Ahmad Farid,
2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA,
Ahmad Syâkir, 1425 H/2005 M,‘Umdatu at-Tafsîr ‘An al-Hafidz
Ibn Katsîr, Kairo: Dâr al-Wafa,
Ali Abdul Hamid Mahmud. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta : Gema Insani
Press.
Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi. 2008. Begini Seharusnya
Berdakwah. Jakarta: Darul Haq,
Fu’ad Bin Abdul Azaz Asy-Syalhub. 2011. Begini Seharusnya
Menjadi Guru. Jakarta: Darul Haq,
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter
Perspektif Islam. Bandung : CV.Pustaka Setia.
Iwan
Prayitno. 2003. Kepibadian Da’i:
Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi. Bekasi: Pustaka tarbiyatuna
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah
al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, (e-Book)
Ummu
ihsan choiriyah & abu ihsan al-atsary, Mencetak Generasi Rabbani!
Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi, Darul Ilmi,
Yusuf Muhammad
al-hasan. Pendidikan Anak Dalam Islam, (e-Book)
[1] Khâlid Bin Hâmid
al-Hâzimî. 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh:
Dâr ‘Âlam al-Kutub, hal. 17.
[2] Khâlid Bin
Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr
‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, hal. 18.
[3] Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl
at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420
H/2000 M, hal. 18.
[4] Ahmad
Syâkir, ‘Umdatu at-Tafsîr ‘An al-Hafidz Ibn Katsîr, Kairo, Dâr al-Wafa,
1425 H/2005 M, Hal. 291.
[5] Khâlid Bin
Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr
‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 18.
[6] Hamdani Hamid dan Beni
Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung :
CV.Pustaka Setia. Hal. 43-44
[7] Abdul Majid dan Dian
Andayani.2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : Remaja
Rosda Karya. Hal 10
[8] Hamdani Hamid dan Beni
Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung :
CV.Pustaka Setia. Hal.48
10 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah
al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 45
11 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl
at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420
H/2000 M, Hal. 47
12 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl
at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420
H/2000 M, Hal. 49
13 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011, Hal.103
14 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah
al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 52
15 Ahmad Farid, Pendidikan
Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA,
2011, Hal.116
16 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode
Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.120
17 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode
Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.125
18 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis
Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011,
Hal.138
19 Ahmad
Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011, Hal.170
20 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode
Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.202
22 Ahmad Farid.2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah
wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.263
23 Ahmad Farid. 2011, Pendidikan
Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.316
24 Iwan Prayitno. 2003. Kepibadian
Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi. Bekasi: Pustaka tarbiyatuna.
Hal, 385
29 Ahmad
Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya:
Pustaka eLBA, Hal.510
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.