#MAKALAH
TAFSIR NIH
RASMUL QURAN / RASM AL-QUR'AN
BAB I
PENDAHULUAN
Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu
alqur’an yang mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan
Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan
lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an
dikenal juga dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan
kepada sayyidina utsman ra. (Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah
rampungnya penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh
Ustman pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di
istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul
Mukminin Ustman ra.[16]
Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara
mereka ada yang berpendapat bahwa tulisan tersebut bersifat taufiqi (ketetapan
langsung dari Rasulullah), mereka berlandaskan riwayat yang menyatakan bahwa
Rasulullah menerangkan kepada salah satu Kuttab (juru tulis wahyu) yaitu
Mu’awiyah tentang tatacara penulisan wahyu. diantara Ulama yang berpegang
teguh pada pendapat ini adalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya “al-Ibriz” yang
menukil perkataan gurunya “ Abdul ‘Aziz al-Dibagh”, “bahwa tlisan yang terdapat
pada Rasm ‘Utsmani semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada satupun
sahabat yang memiliki andil, sepertihalnya diketahui bahwa al-Quran adalh
mu’jizat begitupula tulisannya”. Namun disisi lain, ada beberapa ulama yang
mengatakan bahwa, Rasmul Ustmani bukanlah tauqifi, tapi hanyalah tatacara
penulisan al-Quran saja.
Makalah yang kami buat untuk membahas tentang pengertian Rasm
Al-Qur’an, dan tentang pendapat rasmul qur’an serta kaitannya dengan qiaraah.
Untuk lebih jelasnya pada bab selanjutnya akan dibahas secara terperinci.
2.
Rumusan Masalah
- Apa pengertian rasmul qur’an?
- Apa pendapat para ulama tentang rasmul qur’an?
- Bagaimana kaitanya rasmul qur’an dengan qiraah?
3.
Tujuan Penulisan
Makalah ini dimaksudkan agar kita lebih mengerti tentang ilmu
al qur’an, khususnya tentang ilmu rasmul qur’an. Dan kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya bagi diri kami sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian Rasmul Qur’an dari Berbagai Sumber
Rasmul Al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam
penulisan Al-Qur’an yang di tempuh oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang
Quraisy yang di setujui oleh Utsman.[1]
Rasmul
al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai
oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi
Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin
Khattab kepada Abu Bakar, kemudian keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit
selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam untuk
mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an karena
banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang
Yamamah.[2]
Metode khusus dalam Al-Qur’an yang digunakan
oleh 4 sahabat yaitu: Zaid bin Tsabit, Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan
Utsman bin Affan bersama disetujui oleh
khalifah Utsman. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan
al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis
dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat
yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin
Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas
kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
1.
Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau
meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’
(يَََآَ يها النا س ).
2.
Al – Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan
huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hokum jama’ (بنوا اسرا ئيل )
dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang
terletak di atas lukisan wawu ( تالله تفتؤا).
3.
Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah
ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya,
contoh (ائذن ).
4.
Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan
wawu sebagai penghormatan pada kata (الصلوة).
5.
Washal dan fashl(penyambungan dan
pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis
dengan disambung ( كلما ).
6.
Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang
dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu
bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan
menghilangkan alif, contohnya,(ملك يوم الدين ). Ayt ini boleh dibaca dengan menetapkan alif(yakni
dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca
satu alif).
II.
Pendapat Para Ulama Tentang Rasmul Qur’an.
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul
Al-Qur’an ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat
tauqifi.yang mana mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan
bahwa nabi pernah berpesan kepada mu’awiyah,salah seorang seketarisnya,
“Ambillah tinta, tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”,
bedakan huruf “siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz
“Allah” yang baik, panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz
“Ar-Rahim” yang indah kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan
selalu mengingat Engkau. Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak
seujung rambutpun dari huruf Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi
atau lainnya. Rasm Qur’ani adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk
dan tuntunan langsung dari Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para
sahabat) menulis rasm qur’ani itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk
tambahan huruf alif dan pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak
dapat dijangkau akal fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi
kitab-kitab suci lainnya”.
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an
bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh
ustman dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang
menulis alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang
menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an
versi Mushaf ‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib,
dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu
harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan
yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat
haram hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola
tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi,
berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola
penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca.
Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola
tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak
mempengaruhi makna Al Qur’an.
III.
Kaitan Rusmul Qur’an Dengan Qira’at
Secara etimologi
Qiraat adalah jamak dari Qira’ah, yang berarti ‘bacaan’, dan ia adalah masdar
(verbal noun) dari Qara’a. Secara terminologi atau istilah ilmiyah Qiraat
adalah salah satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang dipilih oleh seorang
imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab yang lainya.
Qiraat ini
ditetapkan berdasarkan sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode qurra’
(ahli / imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang-orang menurut
cara mereka masing-masing adlah dengan berpedoman kepada masa para
sahabat.diantara para sahabat yang terkenal yang mengajarkan qiraat ialah Ubai,
Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka
itulah sebagian besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negri belajar qira’at
yang semuanya bersandar kepada Rasulullah.[3]
Sahabat-sahabat
nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunya lahjah
(bunyi suara / sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa mereka menyebut
pembacaan atau membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak mereka biasakan,
suatu hal menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha
Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh
golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karna
itu menghasilkan bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau macam bunyi lahjah.
Dan bunyi lahjah yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam. Di samping itu ada
beberapa lahjah lagi. Sahabt-sahabat nabi menerima al-Qur’an dari nabi menurut
lahjah bahasa golonganya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an
menurut lahjah mereka sendiri. Sesudah itu munculah segolongan ulama yang
serius mendalami ilmu qira’at sehingga mereka menjadi pemuka qira’at yang
dipegangi dan dipercayai. Oleh karena mereka semata-mata mendalami qira’at
untuk mendakwahkan al-Qur’an pada umatnya sesuai dengan lahjah tadi. Kemudian muncullah
qurra-qurra yang kian hari kian banyak. Maka ada diantara mereka yang mempunyai
keteguhan tilawahnya, lagi masyhu, mempunyai riwayah dan dirayah dan ada
diantara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat
tersebut yang menimbulkan perselisihan yang banyak.
Untuk
menghindarkan umat dari kekeliruan para ulama berusaha menerangkan mana yang
hak mana yang batil. Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa
arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf Usmani serta sah pula
sanadnya dipandang qira’at yang bebas masuk kedalam qira’at tujuh, maupun
diterimanya dari imam yang sepuluh ataupun dari yang lain.
Meskipun mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai
satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia
dalam pembacaan Al-Qur’an, namun demikian masih terdapat juga perbedaan
dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri
pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang
hampir sama dan belum ada baris harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf
‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang
untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih
terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat
erat. Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula
kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam
Al-Qur’an.Untuk mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha
menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam
non Arab dalam membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan
untuk menolong mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan
ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1.
Rasmul
qur’an atau rasmul ustmani adalah tata cara menuliskan Al-qur’an yang
ditetapkan pada masa khalifah ustman bin affan dengan kaidah-kaidah tertentu.
2.
Sebagian
para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian
besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan
kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga
wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak
boleh ada yang menyalahinya.
3.
Hubungan
antara rasmul qur’an dan qira’ah sangat erat sekali Karena semakin lengkap
petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap
pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-qur’an.Sebagaimana yang telah
dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik
ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal
itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
2.
Kritik dan saran
Dari pemaparan kami di atas mungkin banyak kekeliruan atau
kesalahan dalam penuliasan,oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya agar
kami bisa belajar dan memperbaiki kesalahan kami. Atas kekurangannya kami mohon
maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Manna’, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, Cetakan ketujuh,
Februari 2012.
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta
: Bulan Bintang, Cetakan ketigabelas,
Tahun 1990.
Khalil, al-Qattan Manna, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta : PT
Pustaka Antar Nusa, Tahun 1994 .
[1] Syaikh Manna’
Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012, halaman 150.
[2] M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta : Bulan Bintang, Cetakan
ketigabelas, Tahun 1990, halaman 83-86.
[3] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an, Jakarta : PT Pustaka Antar Nusa, Tahun 1994, Cetakan kedua, halaman
247.
ijin share...semoga jadi amal shaleh anda
BalasHapus