MAKALAH PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER

KATA PENGANTAR

              Alhamdulillah segala puji dan rasa syukur kita haturkan kehadirat Allah Ta’ala dengan taufiq dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Term Karakter dan Pendidikan Karakter dalam Islam: Melacak Akar Historis dan Landasan Syar’i. Tiada harapan sedikitpun kecuali hal ini dapat berguna bagi kami sebagai mahasiswa dan juga rekan-rekan semua, terutama untuk menambah khazanah keilmuan serta wawasan yang dapat berguna bagi kami, khususnya dalam tema makalah ini yang begitu urgen.
Terlepas dari itu semua, dengan segala kemampuan yang dilakukan kami telah berupaya agar makalah ini dapat mudah dipahami terutama untuk kami sendiri dan para mahasiswa. Oleh karena itu jika terdapat kekurangan dalam penyusunan dan materi dalam makalah ini itu semata-mata karena kekurang yang ada pada kami, karena kita ketahui bahwa manusia tidak terlepas dari kekurangan. Dan tentunya kamipun berharap masukan dan saran yang bermanfaat dan berguna untuk meningkatkan nilai keilmuan dan wawasan kami dalam dinul Islam yang mulia ini.
Akhirnya dengan memohon kepada Allah Ta’ala semoga apa yang telah kami usahakan dicatat oleh Allah Ta’ala sebagai amal kebaikan. Amin ya robbal’alamin. Atas segala perhatiannya kami ucapkan terimakasih.



Penyusun



Bogor, 5 September 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia yang sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai karakter tersebut tidak lagi dianggap penting jika bertentangan dengan tujuan yang ingin diperoleh.
Dalam pandangan Islam sendiri sejatinya pendidikan karakter telah di ajarkan oleh Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya jauh sebelumnya. Bahkan Islam mendudukkan pendidikan karakter atau akhlak sebagai barometer kebaikan seseorang, sebagai salah satu syarat sempurnanya keimanan seseorang.
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita. Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan generasi yang lebih berkualitas dan memiliki karakter atau akhlak mulia. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan karakter
2.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter
3.      Bagaimana sejarah pendidikan karakter di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Karakter
Karakter merupakan unsur pokok dalam diri manusia yang dengannya membentuk karakter psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.Berbagai definisi istila atau term dari karakter itu sendiri para tokoh dan ulama telah menjelaskannya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti "to mark" (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara seoarang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitanya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral[1].
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun yang dimaksud berkarakteradalah berkepribadian, beperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Sebagian menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainya menyebutkan karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya mengubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang.
Coon mendefinisikan karakter sebagai suatu penilain subjektif terhadap kepribadiaan seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadiaan yang dapat atau tidak dapat di terima oleh masyarakat. Karakter berarti tabiat atau kepribadian. Karakter merupakan keseluruhan disposisi kodrati dan disposisi yang telah di kuasai secara stabil yang mendefinisikan seseorang individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak[2].
Dalam tulisan bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Prof. Suyanto, Ph.D. menjelaskan bahwa "karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara".
Dalam istilah psikologi, yang disebut karakter adalah watak perangai sifat dasar yang khas satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi[3].
Sedangkan didalam terminologi islam, karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal dari akhlaq) akhlak yaitu kondisi batiniyah  dalam dan lahiriah (luar) manusia. Kata akhlak berasal dari kata khalaqa (خَلَقَ) yang berarti perangai, tabiat, adat istiadat. Menurut pendekatan etimologi kata akhlaq berasal dari basaha arab yang bentuk mufradnya adalah khuluqun (خُلُقٌ) yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat ini mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (خَلْقٌ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq (خَالِق) yang artinya pencipta, dan makhluk (مَخْلُقٌ) yang artinya yang diciptakan[4].
Menurut ar-Raghib kosa kata al-khuluq (الخُلُقٌ) atau al-khalq (الخلق) mengandung pengertian yang sama mengandung pengertian yang sama , seperti halnya kosa kata asy-syurb dan asy-syarab. Hanya saja kata al-khalq (الخلق) dikhususkan untuk kondisi dan sosok yang dapat dilihat sedangkan al khuluq (الخُلُقٌ) dikhususka untuk sifat dan karakter yang tidak dapat dilihat oleh mata[5].
Menurut Muhammad bin Ali asy-Syarif al-Jurjani, Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri yang darinya keluar perbuatan-perbuatan dengan mudah, ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya ada yang terpuji, ada yang tercela[6].
Alghazali menerangkan bahwa khuluq adalah suatu kondisi dalam jiwa yang suci dan dari kondisi itu tumbuh suatu aktifitas yang mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikirann dan pertimbangan terlebih dahulu[7].
Dengan demikian khuluk mencakup kondisi lahir dan batin manusia, baik teraktualisasi atau tidak semuanya masuk dalam kategori karakter. Berdasarkan uraian diatas maka khuluq memiliki makna ekuivalen dengan karaktrer.
  1. Pengertian Pendidikan Karakter
Term atau istilah pendidikan karakter terdiri dari dua unsur utama yakni, pendidikan (tarbiyah) dan karakter (akhlaq). Dari dua unsur tersebut akan mendukung esensi dan tujuan utama dari pendidikan karakter itu sendiri.
Definisi pendidikan (tarbiyah) dalam bahasa Arab dan definisi Islam sejak dulu. Kata tarbiyah ini muncul sejak adanya bahasa arab itu sendiri . kata tarbiyah ini tidak muncul disaat kedatangan islam, tidak pula diadopsi dari bahas asing atau pemikiran asing, melainkan telah ada sebelumnya. Pendidikan dalam bahasa Arab bisa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata kerja ‘allama. Sehingga istilah Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah[8].
Kata tarbiyah sendiri adalah derivasi dari kata rabba dan kata tarbiyah adalah kata bendanya. Kata yang tersusun dari huruf  ra dan ba menujukkan tiga hal :
·         Membenahi dan merawat sesuatu
·         Menetapi sesusatu dan menempatinya
·         Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang kain
Definisi ini adalah sebagai mana pemaparan Ibnu Faris yang wafat pada 395 H. Definisi ini mancakup semua defi nisi tarbiyah baik yang umum maupun yang khusus. Pendidikan adalah perawatan, perbaikan, pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan didalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya[9].
Sedangkan penjelasan mengenai pengertian istilah karakter (akhlak ) telah  dipaparkan spada pembahasan sebelumnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
Penndidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan.
Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan[10].
Menurut Dafid Elkind dan Freddy Sweet Ph.D, Usaha sengaja (sadar) untuk mambantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti[11].
Pendidikan karakter diartikan sebagai usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal. Dan dalam sumber lain disebutkan bahwa: "Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseoarangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan[12].
Hal ini berarti bahwa untuk membantu perkembangan karakter peserta didik harus melibatkan seluruh komponen  di sekolah baik dari aspek kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan , penenganan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kulikuner, serta etos seluruh lingkungan sekolah.
Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
  1. Landasan Syar’i Pendidikan Karakter
Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah Ta’ala (Hablunminallah) dan antar sesama (Hablunminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarkan oleh barat, namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.
Sementara pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh Islam tentunya tidak ada kekurangan apalagi karancuan didalamnya. Mengapa? Karena, berasal langsung dari al-Khaliq Allah Ta’ala, yang disampaikan melalui Raulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan al-Quran dan as-Sunnah kepada ummatnya. Rasulullah sebagai uswah, qudwah, dan manusia terbaik yang selalu mendapatkan tarbiyah ‘pendidikan’ langsung dari Allah Ta’ala melalui malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki izzah dihadapan ummat lain dan akhlak mulia di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(al-Qalam:68:4)
Berkaitan dengan ayat ini al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: “Sesungguhnya engkau benar-benar berada didalam agama yang agung yaitu Islam”. Demikian halnya yang dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid, Athiyyah mengatakan: ”Sesungguhnya engkau benar-benar dalam etika yang agung”. ‘Aisyah pernah ditanya tentang Akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka beliau menjawab: “Akhlak beliau adalah al-Qur’an”[13].
Pun demikian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa diantara salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[14]
Dan semua ajaran-ajaran generasi dahulu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala syari'atkan bagi hamba-hamba-Nya, semuanya juga menganjurkan untuk berperilaku dengan akhlaq yang utama. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa akhlaq yang mulia merupakan sebuah tuntunan yang telah disepakati bersama oleh semua syari'at. Akan tetapi, syari'at yang sudah sempurna ini telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bawa lagi dengan berbagai kesempurnaan akhlaq yang mulia dan sifat-sifat yang terpuji.
Dalam suatu Hadits menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Mu'adz bin Jabal:
إياك وكرائم أموالهم
”…dan hati-hatilah dari harta-harta mereka yang berharga…”[15]
Yakni ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkannya untuk mengambil zakat dari penduduk kota Yaman. Maka, setiap orang harus berusaha agar hati atau gambaran batinnya menjadi mulia. Sehingga ia mencintai kemuliaan dan keberanian, juga mencintai sifat santun dan kesabaran. Ketika bertemu dengan sesama hendaknya ia menampakkan wajah yang berseri-seri, hati yang lapang, dan jiwa yang tenang. Dan semua sifat-sifat di atas merupakan bagian dari akhlaq yang mulia.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Telah bersabda:
أكمل المؤمنين إيمانًا أحسنهم خلقًا
Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaqnya”[16].
Maka, sudah sewajarnya jika pembicaraan ini selalu berada di depan mata seorang mukmin. Karena, jika seseorang mengetahui bahwa dia tidak akan bisa menjadi figur yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa di antara salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
  1. Sejarah Pendidikan Karakter
Mengenai perkembangan istilah dan ilmu pendidikan karaker, sejatinya Islam telah lebih dahulu dan pertama menerangkan tentang definisi akhlak atau pendidikan karakter, teruama dalam pembentukan karakter pribadi seorang hamba, baik kaitannya dengan hubungan dengan rabbnya Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun antar sesama manusia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti-bukti ilmiyah mengenai banyak ditemukannya karya tulis yang membahas mengenai disiplin ilmu pendidikan akhlak atau karakter. Halini sebagaimana  Ibnu Muflih berkata pada awal kitabnya, al-Adaabusy Syar’iyyah: “Banyak diantara sahabat-sahabat kami yang menulis tentang pembahasan ini (akhlak), diantaranya Abu Dawud as-Sajistani penulis kitab sunan, Abu Bakar al-Kholal, Abu Bakar ‘Abdul ‘Aziz, Abu Hafsh, Abu ‘Ali bin Musa, al-Qadhi Abu Ya’la, dan Ibnu ‘Uqail[17].
Bahkan jauh sebelumya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang Akhlak yang baik melalui wahyu al-Qur’an. Rasulullah mendapatkan wahyu pertama kali sekitar  tahun 610 M. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an telah jauh sebelumnya mencetuskan pendidikan akhlak atau karakter bagi ummatnya. Bahkan Rasulullah sendiri pada masa mudanya telah mendapatkan julukan yang sangat mulia yaitu al-Amin atau yang dapat dipercaya. Hal ini menjadi bukti betapa islam sangat menjunjung tinggi dan sangat berperan dalam pendidikan akhlak bagi ummatnya.
Akan tetapi menurut pendapat lain yakni pendapat barat mengenai perkembangan pendidikan karakter adalah bahwa:
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui bukubuku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik  Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte[18].


Sedangkan Di Indonesia sendiri memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung pembangunan. Dengan demikian untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, maka pendidikan memiliki peranan yang sangat penting.
Hal tersebut sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta  didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi  warga  negara  yang  demokratis  serta  bertanggung  jawab.
 ( UU No. 20 / 2003 )[19].



BAB III
KESIMPULAN
1.      Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup kluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal dari akhlaq) akhlak yaitu kondisi batiniyah  dalam dan lahiriah (luar) manusia. Dengan demikian khuluk mencakup kondisi lahir dan batin manusia, baik teraktualisasi atau tidak semuanya masuk dalam kategori karakter. Berdasarkan uraian diatas maka khuluq memiliki makna ekuivalen dengan karaktrer.

2.      Penndidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan
Hal tersebut sesuai dengan am



[1] Zubaedi, "Desain Pendidikan Karakter", (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 12).
[2] Zubaedi, "Desain Pendidikan Karakter", (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 8).
[3] Ramayulis, "Ilmu Pendidikan Islam", (Jakarta : Kalam Mulia Group,2012, Cet.9, Hal. 510).   
[4] Ibid.hal 65
[5] Ahmad Mu’adz Haqqi, "Syarah 40 Hadits Tentang Akhlak", (Jakarta : Pustaka Azzam, 2012, Cet.9, Hal. 510).
[6] Ali Abdul Halim Mahmud, "Akhlak Mulia", (Jakarta : Gema Insani Pres,2004, Cet.1, Hal. 32).
[7] Idem.
[8] Idem. Hlm 23.
[9] Ali Abdul Halim Mahmud, "Akhlak Mulia", (Jakarta : Gema Insani Pres,2004, Cet.1, Hal. 28).  
[10] Zubaedi, "Desain Pendidikan Karakter", (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 15). 
[11] Idem. Hlm 15.
[12] Idem. Hlm 14.
[13] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Ktasir, Bogor : Pustaka Imam asy-Syafi’i , 2004, hlm. 250.
[14] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari, No (1496) di Kitaabuz Zakaah, dan Imam Muslim, No (29) di Kitaabul Iimaan.
[15] Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al-Mustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi.

[16] Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (3682) di Kitaabus Sunnah, dan Tirmidzi, No (1162) di Kitaabur Radhaa'.   
[17] ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, "Ensiklopedi Adab Islam", (Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i,2007, Cet.1, Hal. 11).  
[19] UUD 1945.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.