MAKALAH ISLAM NIH
MAKALAH PENDIDIKAN
MAKALAH PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan rasa syukur kita haturkan kehadirat Allah Ta’ala dengan
taufiq dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Term Karakter dan Pendidikan
Karakter dalam Islam: Melacak Akar Historis dan Landasan Syar’i. Tiada harapan sedikitpun kecuali hal ini
dapat berguna bagi kami sebagai mahasiswa dan juga rekan-rekan semua, terutama
untuk menambah khazanah keilmuan serta wawasan yang dapat berguna bagi kami,
khususnya dalam tema makalah ini yang begitu urgen.
Terlepas dari itu semua,
dengan segala kemampuan yang dilakukan kami telah berupaya agar makalah ini
dapat mudah dipahami terutama untuk kami sendiri dan para mahasiswa. Oleh
karena itu jika terdapat kekurangan dalam penyusunan dan materi dalam makalah
ini itu semata-mata karena kekurang yang ada pada kami, karena kita ketahui
bahwa manusia tidak terlepas dari kekurangan. Dan tentunya kamipun berharap masukan dan saran yang
bermanfaat dan berguna untuk meningkatkan nilai keilmuan dan wawasan kami dalam
dinul Islam yang mulia ini.
Akhirnya dengan memohon
kepada Allah Ta’ala semoga apa yang telah kami usahakan dicatat oleh
Allah Ta’ala sebagai amal kebaikan. Amin ya robbal’alamin. Atas segala
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Penyusun
Bogor, 5 September 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di
tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap
dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia yang sekarang cenderung
mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar
dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter mulia, seperti
kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, sedikit demi sedikit
mulai tergerus oleh budaya asing yang cenderung hedonistik, materialistik,
dan individualistik, sehingga nilai-nilai karakter tersebut tidak lagi dianggap
penting jika bertentangan dengan tujuan yang ingin diperoleh.
Dalam pandangan Islam sendiri sejatinya pendidikan karakter
telah di ajarkan oleh Allah Ta’ala
melalui Rasul-Nya jauh sebelumnya. Bahkan Islam mendudukkan pendidikan karakter
atau akhlak sebagai barometer kebaikan seseorang, sebagai salah satu
syarat sempurnanya keimanan seseorang.
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara
berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan
begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Pendidikan yang merupakan agent
of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita.
Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan
generasi yang lebih berkualitas dan memiliki karakter atau akhlak mulia. Dengan kata lain,
pendidikan harus mampu mengemban pembentukan karakter (character
building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat
berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa
meninggalkan nilai-nilai karakter mulia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
karakter
2.
Apa yang dimaksud dengan
pendidikan karakter
3.
Bagaimana sejarah pendidikan
karakter di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Karakter
Karakter
merupakan unsur pokok dalam diri manusia yang dengannya membentuk karakter
psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai
yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.Berbagai definisi
istila atau term dari karakter itu sendiri para tokoh dan ulama telah
menjelaskannya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Kata karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti "to mark" (menandai)
dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam,
atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara seoarang
yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter
mulia. Jadi istilah karakter erat kaitanya dengan personality (kepribadian)
seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of
character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral[1].
Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun
yang dimaksud berkarakteradalah berkepribadian, beperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak. Sebagian menyebutkan karakter sebagai penilaian
subjektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainya menyebutkan
karakter sebagai penilaian subjektif terhadap kualitas mental saja, sehingga
upaya mengubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap
intelektual seseorang.
Coon
mendefinisikan karakter sebagai suatu penilain subjektif terhadap kepribadiaan
seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadiaan yang dapat atau tidak
dapat di terima oleh masyarakat. Karakter berarti tabiat atau kepribadian.
Karakter merupakan keseluruhan disposisi kodrati dan disposisi yang telah di
kuasai secara stabil yang mendefinisikan seseorang individu dalam keseluruhan
tata perilaku psikisnya yang menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan
bertindak[2].
Dalam tulisan
bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Prof. Suyanto, Ph.D. menjelaskan
bahwa "karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara".
Dalam istilah psikologi, yang disebut karakter adalah watak perangai sifat
dasar yang khas satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal
yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi[3].
Sedangkan didalam terminologi islam, karakter disamakan
dengan khuluq (bentuk tunggal dari akhlaq) akhlak yaitu kondisi
batiniyah dalam dan lahiriah (luar)
manusia. Kata akhlak berasal dari kata khalaqa (خَلَقَ) yang berarti
perangai, tabiat, adat istiadat. Menurut pendekatan etimologi kata akhlaq
berasal dari basaha arab yang bentuk mufradnya adalah khuluqun (خُلُقٌ) yang
menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kalimat ini mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (خَلْقٌ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq (خَالِق) yang artinya pencipta, dan makhluk (مَخْلُقٌ) yang artinya yang
diciptakan[4].
Menurut ar-Raghib kosa kata al-khuluq (الخُلُقٌ) atau al-khalq (الخلق) mengandung pengertian
yang sama mengandung pengertian yang sama , seperti halnya kosa kata asy-syurb
dan asy-syarab. Hanya saja kata al-khalq (الخلق) dikhususkan untuk
kondisi dan sosok yang dapat dilihat sedangkan al khuluq (الخُلُقٌ)
dikhususka untuk sifat dan karakter yang tidak dapat dilihat oleh mata[5].
Menurut Muhammad bin Ali asy-Syarif al-Jurjani, Akhlak adalah istilah bagi
sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri yang darinya keluar
perbuatan-perbuatan dengan mudah, ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung.
Akhlak dalah sifat manusia dalam bergaul dengan sesamanya ada yang
terpuji, ada yang tercela[6].
Alghazali menerangkan bahwa khuluq adalah suatu kondisi dalam jiwa yang
suci dan dari kondisi itu tumbuh suatu aktifitas yang mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikirann dan pertimbangan terlebih dahulu[7].
Dengan demikian khuluk mencakup kondisi lahir dan batin
manusia, baik teraktualisasi atau tidak semuanya masuk dalam kategori karakter.
Berdasarkan uraian diatas maka khuluq memiliki makna ekuivalen dengan
karaktrer.
- Pengertian Pendidikan Karakter
Term atau istilah pendidikan karakter terdiri dari dua
unsur utama yakni, pendidikan (tarbiyah) dan karakter (akhlaq).
Dari dua unsur tersebut akan mendukung esensi dan tujuan utama dari pendidikan
karakter itu sendiri.
Definisi pendidikan (tarbiyah) dalam bahasa Arab dan
definisi Islam sejak dulu. Kata tarbiyah ini muncul sejak adanya bahasa
arab itu sendiri . kata tarbiyah ini tidak muncul disaat kedatangan
islam, tidak pula diadopsi dari bahas asing atau pemikiran asing, melainkan
telah ada sebelumnya. Pendidikan dalam bahasa Arab bisa
disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba,
sedangkan pengajaran dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim yang
berasal dari kata kerja ‘allama. Sehingga istilah Pendidikan Islam sama
dengan Tarbiyah Islamiyah[8].
Kata tarbiyah sendiri adalah derivasi dari kata rabba dan kata tarbiyah
adalah kata bendanya. Kata yang tersusun dari huruf ra dan ba menujukkan tiga hal :
·
Membenahi dan merawat sesuatu
·
Menetapi sesusatu dan menempatinya
·
Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang kain
Definisi ini adalah sebagai mana pemaparan Ibnu Faris yang
wafat pada 395 H. Definisi ini mancakup semua defi nisi tarbiyah baik yang umum
maupun yang khusus. Pendidikan adalah perawatan, perbaikan, pengurusan terhadap
pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan didalam jiwanya,
sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai dengan
kemampuannya[9].
Sedangkan penjelasan mengenai pengertian istilah karakter (akhlak )
telah dipaparkan spada pembahasan
sebelumnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pendidikan
karakter adalah sebagai berikut:
Penndidikan karakter adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta
didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik
serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan
pelatihan.
Pendidikan
karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan yaitu kualitas
kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu
perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan[10].
Menurut Dafid Elkind dan Freddy Sweet Ph.D, Usaha sengaja (sadar) untuk mambantu manusia
memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti[11].
Pendidikan
karakter diartikan sebagai usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan
sekolah untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal. Dan dalam sumber
lain disebutkan bahwa: "Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar)
untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara
objektif, bukan hanya baik untuk individu perseoarangan, tetapi juga baik untuk
masyarakat secara keseluruhan[12].
Hal ini
berarti bahwa untuk membantu perkembangan karakter peserta didik harus
melibatkan seluruh komponen di sekolah
baik dari aspek kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan , penenganan
mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kulikuner, serta etos seluruh
lingkungan sekolah.
Tujuan
pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan
esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter
merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi
identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari
kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
- Landasan Syar’i Pendidikan Karakter
Akhlak
merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan
Allah Ta’ala (Hablunminallah) dan antar sesama (Hablunminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan
keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses
panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak,
moral, atau etika yang ditawarkan oleh barat, namun banyak juga kelemahan dan
kekurangannya. Karena memang berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya
sangat terbatas.
Sementara pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh Islam tentunya
tidak ada kekurangan apalagi karancuan didalamnya. Mengapa? Karena, berasal langsung dari
al-Khaliq Allah Ta’ala, yang disampaikan melalui Raulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan al-Quran dan as-Sunnah kepada ummatnya. Rasulullah sebagai uswah, qudwah, dan manusia
terbaik yang selalu
mendapatkan tarbiyah ‘pendidikan’ langsung dari Allah Ta’ala
melalui malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para
sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki izzah dihadapan ummat lain
dan akhlak mulia di hadapan Allah
Ta’ala.
Allah Ta’ala
berfirman
dalam al-Qur’an:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.(al-Qalam:68:4)
Berkaitan dengan ayat ini al-‘Aufi
meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: “Sesungguhnya engkau benar-benar
berada didalam agama yang agung yaitu Islam”. Demikian halnya yang dikatakan
oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid, Athiyyah mengatakan: ”Sesungguhnya engkau
benar-benar dalam etika yang agung”. ‘Aisyah pernah ditanya tentang Akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka beliau menjawab: “Akhlak beliau adalah
al-Qur’an”[13].
Pun demikian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa diantara salah satu
tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إنما بعثت لأتمم
مكارم الأخلاق
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia.”[14]
Dan semua
ajaran-ajaran generasi dahulu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala syari'atkan
bagi hamba-hamba-Nya, semuanya juga menganjurkan untuk berperilaku dengan
akhlaq yang utama. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa akhlaq yang
mulia merupakan sebuah tuntunan yang telah disepakati bersama oleh semua
syari'at. Akan tetapi, syari'at yang sudah sempurna ini telah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bawa lagi dengan berbagai kesempurnaan akhlaq yang mulia dan
sifat-sifat yang terpuji.
Dalam suatu
Hadits menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada
Mu'adz bin Jabal:
إياك وكرائم أموالهم
”…dan hati-hatilah dari harta-harta mereka yang berharga…”[15]
Yakni ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkannya untuk mengambil zakat dari
penduduk kota Yaman. Maka, setiap orang harus berusaha agar hati atau gambaran
batinnya menjadi mulia. Sehingga ia mencintai kemuliaan dan keberanian, juga
mencintai sifat santun dan kesabaran. Ketika bertemu dengan sesama hendaknya ia
menampakkan wajah yang berseri-seri, hati yang lapang, dan jiwa yang tenang.
Dan semua sifat-sifat di atas merupakan bagian dari akhlaq yang mulia.
Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam Telah bersabda:
أكمل المؤمنين إيمانًا أحسنهم خلقًا
“Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling
baik akhlaqnya”[16].
Maka, sudah
sewajarnya jika pembicaraan ini selalu berada di depan mata seorang mukmin.
Karena, jika seseorang mengetahui bahwa dia tidak akan bisa menjadi figur yang
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa di antara
salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia.
- Sejarah Pendidikan Karakter
Mengenai perkembangan istilah dan ilmu pendidikan karaker, sejatinya Islam
telah lebih dahulu dan pertama menerangkan tentang definisi akhlak atau
pendidikan karakter, teruama dalam pembentukan karakter pribadi seorang hamba,
baik kaitannya dengan hubungan dengan rabbnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala maupun antar sesama manusia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti-bukti ilmiyah mengenai banyak
ditemukannya karya tulis yang membahas mengenai disiplin ilmu pendidikan akhlak
atau karakter. Halini sebagaimana Ibnu
Muflih berkata pada awal kitabnya, al-Adaabusy Syar’iyyah: “Banyak
diantara sahabat-sahabat kami yang menulis tentang pembahasan ini (akhlak),
diantaranya Abu Dawud as-Sajistani penulis kitab sunan, Abu Bakar al-Kholal,
Abu Bakar ‘Abdul ‘Aziz, Abu Hafsh, Abu ‘Ali bin Musa, al-Qadhi Abu Ya’la, dan Ibnu
‘Uqail[17].
Bahkan jauh sebelumya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang Akhlak yang
baik melalui wahyu al-Qur’an. Rasulullah mendapatkan wahyu pertama kali
sekitar tahun 610 M. Hal ini menunjukkan
bahwa al-Qur’an telah jauh sebelumnya mencetuskan pendidikan akhlak atau
karakter bagi ummatnya. Bahkan Rasulullah sendiri pada masa mudanya telah
mendapatkan julukan yang sangat mulia yaitu al-Amin atau yang dapat
dipercaya. Hal ini menjadi bukti betapa islam sangat menjunjung tinggi dan
sangat berperan dalam pendidikan akhlak bagi ummatnya.
Akan tetapi menurut pendapat lain yakni pendapat barat
mengenai perkembangan pendidikan karakter adalah bahwa:
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an.
Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia
menulis buku yang berjudul The Return of
Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for
Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui
bukubuku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan
karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona
mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good),
mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing
the good) (Lickona, 1991: 51). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan
mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik
sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik Pendidikan karakter ini membawa misi yang
sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan
dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW
Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan
pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di
Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural
menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan
psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral. Pendidikan
karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi
ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte[18].
Sedangkan Di Indonesia sendiri memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai
sebagai pendukung pembangunan. Dengan demikian untuk memenuhi sumber daya
manusia tersebut, maka pendidikan memiliki peranan yang sangat penting.
Hal tersebut
sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional
pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
( UU No. 20 / 2003 )[19].
BAB III
KESIMPULAN
1.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup kluarga, masyarakat,
bangsa, dan Negara karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal
dari akhlaq) akhlak yaitu kondisi batiniyah dalam dan lahiriah (luar) manusia. Dengan
demikian khuluk mencakup kondisi lahir dan batin manusia, baik teraktualisasi
atau tidak semuanya masuk dalam kategori karakter. Berdasarkan uraian diatas
maka khuluq memiliki makna ekuivalen dengan karaktrer.
2.
Penndidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada
peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan dan
membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia yang
menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk
serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan
pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan
Hal tersebut sesuai dengan am
[1] Zubaedi, "Desain Pendidikan Karakter", (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 12).
[2] Zubaedi, "Desain Pendidikan
Karakter", (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 8).
[5] Ahmad Mu’adz Haqqi, "Syarah 40 Hadits Tentang
Akhlak",
(Jakarta : Pustaka
Azzam, 2012, Cet.9, Hal. 510).
[10] Zubaedi, "Desain Pendidikan
Karakter", (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2012, Cet.2, Hal. 15).
[14] Dikeluarkan oleh
Imam Bukhari, No (1496) di Kitaabuz Zakaah, dan Imam Muslim, No (29) di Kitaabul
Iimaan.
[15] Dikeluarkan oleh
Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab Al-Mustadrok (2 /
613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta
disepakati oleh Imam Dzahabi.
[16] Dikeluarkan oleh Abu Daud, No (3682) di Kitaabus
Sunnah, dan Tirmidzi, No (1162) di Kitaabur Radhaa'.
[17] ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
as-Sayyid Nada, "Ensiklopedi Adab Islam", (Jakarta : Pustaka Imam
Asy-Syafi’i,2007, Cet.1, Hal. 11).
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.