MAKALAH ISLAM NIH
MAKALAH PENDIDIKAN
SEJARAH NIH
MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA GLOBALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Globalisasi
adalah fenomena yang tidak bisa dipungkiri semua orang dan semua kalangan pasti
akan merasakannya dampak darinya. Namu jika hal ini tidak dibarengi dengan
filter yang kuat globalisasi dapat berakibat pada krisis akhlak yang terjadi
hampir di semua lapisan masyarakat mulai dari pelajar hingga pejabat negara.
Dikalangan pelajar misalnya bisa dilihat dari meningkatnya angka kriminalitas
mulai dari kasus narkoba, pembunuhan pelecehan seksual dan sebgainya. Demikian
hal nya dikalangan masyarakat dan pejabat negara. Yang paling menonjol adalah
semakin membudayanya tingkat pidana korupsi di negeri ini.
Melihat potret buram tersebut sejumlah
kalangan menilai bahwa hal ini desebabkan diantaranya oleh gagalnya dunia
pendidikan, alasanya pendidikan merupakan wadah untuk melahirkan
manusia-manusia yang mampu menyelamatkan masa depan bangsa dari jurang
keterpurukan, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, dan lebih-lebih di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Maka dari itu perlu kiranya meninjau lebih
dalam tentang tentang penomena globalisasi yang sedang merebak ini dan
melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan para generasi muda dari
kehancuran akhlak dan moral.
B. Tujuan
Penulisan Makalah
Penulisan
makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan para mahasiswa khususnya Mahasiswa
Program Beasiswa al-Hidayah, selain itu juga untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah pendidikan karakter di semester III.
C. Rumusan Masalah
1.
Mengetahui apa yang dimasud dengan
pendidikan karakter di era globalisasi?
2.
Apa saja ruag lingkup globalisasi?
3.
Apa dampak globalisasi pada
karakter peserta didik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Karakter
menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, prilaku, personalitas,sifa,tabi’at, tempramen, watak.[1]
Globalisasi
berakar kata dari “globe” yang
berarti bola; globe; bola bumi;
bola dunia; bola bumi buatan[2],
semakna dengan kata ini yang sudah diserap kedalam bahasa Indonesia adalah
“Global” yang berarti secara umum dan keseluruhan; secara bulat; secara garis
besar, bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia.[3]
Sedangkan globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia[4].
Sedangkan Abudin Nata mendefinisikan globalisasi merujuk kepada suatu keadaan
dimana antara satu negara dengan negara lainnya sudah menyatu. Batas-batas
teritorial, kultural, dan sebagainya sudah bukan merupakan hambatan lagi untuk
melakukan penyatuan tersebut.[5]
Pendidikan
Karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajiban yaitu kualitas
kemanusiaan yang baik secara objektif bukan hanya baik untuk individu
perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan.[6]
Jadi
yang dimaksud dengan pendidikan karakter di era globalisasi adalah usha sengaja
dan sadar untuk mewujudkan nilai-nilai karakter inti pada peserta didik di
tengah tantangan dan kondisi arus globalisasi yang terus berkembang.
B. SEJARAH MULA GLOBALISASI
Sebelum buming term globalisasi, kita
barangkali masih ingat dengan istilah Developmentalisme atau
pembangunanisme jika ditelaah secara kritis gagasan ini sesungguhnya tidak
lepas dari “perang dingin” antara blok sosialis dan kapitalis. Artinya developmentalisme
merupakan upaya untuk membatasi berkembangnya sosialisme di dunia. Ia tidak
lebih dari refleksi paradigma barat tentang perubahan sosial, yakni
langkah-langkah menuju higher modernity. Modernitas diterjemahkan dalam
bentuk teknologi dan pertumbuhan ekonomi mengikuti jejak negara-negara industri
yang mengacu pada revolusi industri.
Diantara
wujud dari develomentalisme ini adalah apa yang disebut dengan “revolusi
hijau”. Di Indonesia, konsep revolusi hijau di sabut dengan gegap gempita oleh
pemerintahan orde baru. Gerakan revolusi hijau ketika itu dilakukan melalui
komando dan subsidi. Program bimbingan masal (bimas) 1970 merupakan salah satu
bentuk implementasi revolusi hijau. Bimas adalah salah satu paket program
pemerintah yang berupa teknologi pertanian benih benih hibrida, pestisida, dan
bantuan kredit. Kemudian pada tahun 1979, pemerintah meluncurkan program baru,
yaitu Insus (Intensifikasi Masa). Tujuannya adalah mendorong petani menanam
tanaman sambil mengontrol hama.
Setelah
era develovmentalisme dianggap gagal telah telah berakhir disebabkan
secara kualitatif terdapat berbagai persoalan yang berdampak terhadap
meningkatkan kemiskinan di pedesaan, urbanisasi, dan represi potilik terhadap
kaum tani. Berdasarkan ketidak stabilan era developmentalisme demi
terealisasinya kesejahtraan kemakmuran, dan keternraman masyarakat maka
masyarakat dunia kini memasuki era baru yang disebut globalisasi. Diantara ciri
khas yang paling dominan dari globalisasi adalah pasar bebas (liberalisasi
perekonomian). Dengan demikian, globalisasi pada dasarnya lebih merupakan
egenda TNCs (Trans National Vorporations) melalui mekanisme yang
diciptaka oleh WTO (Word Trade Organization) untuk memaksakan
kepentingannya melalui kebijakan reformasi atau aturan suatu negara dalam
berbagai bidang seperti perpajakan, tenaga kerja, perdagangan, investasi, dan
segala aturan yang memudahkan pencapaian kebutuhan perdagangan mereka. Melalui
metode semacam ini akan memberi kemudahn kepada TNSCs untuk mengekploisasi
sumber daya manusia atau alam melalui berbagai kesepakatan perdagangan bebas[7].
C. RUANG LINGKUP GLOBALISASI
Baharuddin
darus menggambarkan lima konfigurasi globalisasi, antara lain: (1) globalisasi
informasi dan komunikasi (2) globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas (3)
globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya, dan kesadaran (4) globalisasi
media masa (5) Globalisasi politik dan wawasan.
Sementara itu, Muhtarom mlengkpinya dengan
wujud konfigurasi lain, yaitu: globalisasi hukum, globalisasi pengetahuan, dan
globalisasi agama.
Delapan
konfigurasi yang digambarkan oleh Darus dan Muhtarom diatas bisa disederhanakan
menjadi lima konfigurasi, yaitu:
1.
globalisasi informasi
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia, makna informasi mencakup penerangan,
pemberitahuan, kabar, dan cerita tentang hal-hal yang menyampaikan gagasan.
Informasi ini sangat erat hubungannya dengan informasi berupa pernyataan
fikiran dan perasaan manusia terhadap orang lain.
Informasi
dan komunikasi yang didukung dengan menggunakan teknologi dapat dilakukan
dengan mudah dan efektif. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan
efektifitas dan efesiensi yang signifikan bagi kehidupan manusia. Proses
komunikasi melalui media masa seperti radio, tv, internet, surat kabar, film,
dan semacamnya dapat mengatasi perbedaan ruang dan waktu antara penyampaian
pesan dan penerima pesan. Sayangnya, dinamika informasi yang mengagumkan
tersebut sering lepas kontrol. Semua kalangan dapat menikmati segala fasilitas
yang disediakan media masa, tak peduli apakah informasi tersebut positif atau
tidak. Tingginya angka kriminalitas di Indonesia diakui atau tidak merupakan
salah satu imbas dari media masa yang dikonsumsi sehari-hari.
2.
globalisasi ekonomi
Globalisasi
ekonomi merupakan pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam
sistem ekonomi global. Segenap aspek perekonomian, pasokan juga permintaan
bahan mentah, informasi dan tranformasi tenaga kerja, keuangan, distrbusi,
serta kegiatan-kegiatan pemasaran menyatu dan terjalin dalam hubungn
interdependensi yang bersekala global.
Pasca
perang dingan globalisasi ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa cepatnya
dan mempunyai daya tekan yang semakin besar. Adanya capital flight dari
negara-negara industri ke negara-negara lain lebih menguntungkan negara-negara
maju, yang kemudian berakibat pada semakin banyaknya pengangguran dan
merosotnya tingkat kemakmuran serta semakin berkurangnya rasa keamanan dan
ketentraman masyarakat.
3.
globalisasi budaya
Globalisasi
budaya tentu akan mempercepat akulturasi budaya antara bangsa yang satu dengan
bangsa-bangsa yang lainnya. Bahkan pada titik klimaks barang kali tak ada lagi
kekhasan budaya sebuah bangsa, sebab semua budaya sudah melebur menjadi satu
dalam sebuah komunitas global. Atau sebaliknya, globalisasi dapat memperkokoh
budaya lokal dan nasional untuk dipopulerkan pada masyarakat global sebagai
sebuah ciri khas dan keunikan suatu bangsa.
Globalisasi
budaya ini pasti memiliki efek negatif dalam kehidupan masyarakat. Efek
globalisasi budaya yang paling kentara adalah budaya konsumsi yang lazim
disebut “konsumerisme”. Hal ini bukan hanya dipandang kebiasaan buruk karena
menghambur-hamburkan harta untuk membeli sesuatu yang tak penting, akan tetapi
juga bisa mengkikis daya imajinasi seseorang untuk “mencipta dan berkarya”.
Orang lebih suka berfikir bagaimana agar segera mendapatkan dan mengoleksi
barang-barang tertentu dari pada bagaimana cara membuat dan mengembangkannya.
Prahara ini disebut virus instan. Terbukti banyak tradisi lokal atau nasional
suatu negara yang tergerus oleh budaya global yang tak jelas asal-usulnya.
Masyarakat hanya mengkonsumsi dan meniru suatu budaya tanpa berfikir dari mana
dan milik siapa budaya itu. Contoh yang paling sederhana adalah soal pakaian.
4.
globalisasi hukum
Kehidupan
ekonomi global dengan aktifitas perusahaan transnasional sangat berpengaruh
terhadap hukum, dan sekaigus memberi peluang untuk mengubah logika dan praktik
hukum. Globalisasi telah menghilangkan batas-batas kenegaraan, sehingga tak ada
lagi negara yang dapat mengklaim bahwa ia menganut sistem hukum secar absolut.
Contohnya hukum Indonesia, selain harus mengikuti konfensi-konfensi yang telah
diakui oleh masyarakat dunia juga harus serta mempertimbangkan bentuk keadilan
yang sesuai dengan struktur masyarakatnya.
Premis-premis
tersebut menunjukan bahwa konsep penegakkan hukum tidaklah semata-mata hanya
mewajibkan setiap warga negara untuk mematuhi dan tunduk kepada hukum,
melainkan juga melihat sejauh mana hukum telah melaksanakan fungsinya sebagai
sarana terwujudnya keadilan. Untuk mendapatkan keadilan harus melalui
pengadilan yang bebas dan tak memihak, dengan mengacu pada hukum acara yang
menjamin pemeriksaan objektif oleh hakim yang juur dan adil. Tujuannya untuk
memperoleh keputusan yang adil dan benar.
5.
globalisasi politik
kehidupan
politik yang mencakup beragam kegiatan berkaitan dengan perilaku politik maupun
kelompok kepentingan. Seorang individu tau kelompok dapat disebut berpolitik
manakala mereka berpartisispasi dalam kehidupan politik dan aktifitas. Mereka
berhubungan denagn pelaksanaan kebijakan-kebijakan untuk suatu masyarakat. Hal
ini mengindikasikan persoalan sebuah negara yang ada di belahan dunia manapun
pasti akan mendapat respon dari negara-negara lain. Negara-negara tersebut
banyak mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik yang ditentukan suatu negara
oleh dunia internasional seperti PBB. Bukan itu saja, kekuatan negara adidaya
seperti Amerika baik langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi
kebijakan-kebijakan dalam negri suatu negara. Makanya tak mengherankan
pemerintah sering membuat kebijakan yang tak populis, sebab kebijakan tersebut
sejatinya merupakan pesanan dari kekuatan internasional atau kekuatan sebuah
negara yang kini sedang menjadi polisi internasional, Amerika Serikat.[8]
D. DAMPAK GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN KARAKTER
1. Dampak
Positif
a.
Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya
modernisasi dan globalisasi dalam
budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional
menjadi rasional.
b.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi
Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk
berpikir lebih maju.
c.
Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
2. Dampak
Negatif
a.
Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan
industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah.
Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak
pilihan yang ada.
b.
Sikap Individualistik
Masyarakat
merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi
membutuhkan orang lain dalam
beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c.
Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak
semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang
mulai menggeser budaya asli adalah
anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d.
Kesenjangan Sosial
Apabila
dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang
dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan
memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan.
Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.[9]
E. KARAKTER QUR’ANI DI ERA GLOBALISASI
Karakter
Qur’ani dalam kegiatan pendidikan Islam yang bisa disebut juga dengan karakter
Rabbani merupakan sumber dari segala kegiatan umat Islam dan manusia pada
umumnya adalah termasuk dalam alternaif memproteksi pengaruh negatif
globalisasi. Karena itu, seyogyanya semua kegiatan pendidikan Islam didasarkan
atas Qur’an dan Hadith. Bukan paradigma barat yang belum tentu relefan dengan
nilai-nilai Islam dan karakter muslim sejati. Secara esensial al Qur’an
merupakan prinsip-prinsip dan matriks mengenai konsep-konsep pandangan dunia
islam. Prinsip-prinsip itu mengikhtisarkan ketentuan-ketentuan umum mengenai
karakter dan perkembangan serta menentukan batasan-batasan umum dimana
peradaban muslim harus tumbuh dan berkembang.
Dalam penelusurannya mengenai worldview
dan elan al Qur’an Fazlur Rahman
menemukan tiga kata kunci etika al Qur’an yaitu iman, Islam dan taqwa.
Berangkat dari tiga kata kunci tersebut, pangkal pendidikan karakter Islami
adalah mengerahkan peserta didik untuk memiliki karakter Qur’ani. Dengan hal
ini peserta didik mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya
denga kemampuan untuk mengatur segala yang ada di alam ini untuk kemslahatan
hidup seluruh umat manusia dalam mengatasi problematika di era globalisasi.
Karakter Qur’ani sangat urgen dalam
konteks kekinian dimana ummat Islam menghadapi arus globalisasi yang digulirkan
oleh barat. Globalisasi cenderung menjebak manusia dalam kubangan materialisme
dan mengesampingkan karakter Islami pada seluruh kaum muslimin. Disebabkan
krakter dan keadilan versi globalisasi ditimbang dengan kaca kapitalisme. Maka
tak mengherankan bila manusia masa kini lebih intens bersikap individualistis,
apatis terhadap penderitaan orang lain, bahkan melupakan kehidupan akhirat
sebagai kehidupan yang abadi. Karenanya, pendidikan karakter berbasis Qur’ani
merupakan solusi alternatif bagi umat islam
yang mengalami keterbelakanagn di bidang iptek di era globalisasi.
Sejatinya al Qur’an menopang segala kebutuhan ummat Islam termasuk dalam
pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi melalui sistem pendidikan
karakternya. Jika al Qur’an telah mengarahkan semuanya, mengapa ummat Islam
merasa silau dengan globalisasi yang dikembangkan barat? Bukankah akanlebih
terhormat bila ummat Islam mampu mencerminkan karakter Islami dalamkegiatan
pendidikannya?
Dengan karakter Qur’ani pendidikan Islam
akan mampu melahirkan sosok gemerasi muslim yang kreatif, inofatif, dan berbudi
luhur yang fapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada di alam ini dengan
sebaik-baiknya untuk kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran dan stabilisasi umat
Islam di era gobalisasi.
Jika karakter Qur’ani terus diterapkan,
dikembangkan, dan direalisasikan dalam seluruh aspek kehidupan baik meliputi
ekonomi, politik, hukum, budaya dan terkhusus istansi pendidikan secara
konsisten, maks tak mustahil di mas mendatang ummatIslam mampu menciptakan dan
mewujudkan peradaban Qur’ani sebagai bentuk jawaban dan tantangan globalisasi
yang menerpa umat ini.[10]
F. PENDIDIKA KARAKTER ISLAMI SEBAGAI PEMBINAAN
AKHLAK AL-KARIMAH
Akhlak
merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi. Tidak
adanya akhlak dalam tata kehidupan mayarakat akan menyebabkan hancurnya
masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeri
ini hampir semua lini kehidupan masyarakat Indonesia tidak mencerminkan akhlak
Islami. Atau dengan kata lain, bangsa Indonesia saat ini bukan hanya krisis
ekonomi dan krisis kepercayaan, akan tetapi juga krisis akhlak.
Menurut
Abudin Nata krisis akhlak semacam ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil
elit politik (penguasa), tetapi kini telah menjalar kepada masyarakat luas
termasuk kalangan pelajar. Pristiwa ini bisa disaksikan dari banyaknya keluhan
tentang prilaku para remaja yang disampaikan orang tua, para guru, dan
orang-orang yang bergerak dibidang sosial. Diantara mereka sudah banyak yang
terlibat tauran, penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pelecehan
sosial, dan tindakan kriminal lainnya. Bahkan, baik orang tua ataupun para guru
disekolah merasa kehabisan akal untuk mengatasi krisis akhlak ini dari penomena
tersebut Abudin Nata memetakan bahwa terdapat empat akar terpenting yang
menjadi penyebab timbulnya krisi akhlak yaitu:
1.
Krisis akhlak terjadi karena
longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya kontrol diri
individu masyarakat. Karenanya supremasi hukum merupakan start awal membina
tatanan sosial yang dihiasi dengan akhlak al-karimah.
2.
Krisis akhlak terjadi pembinaan
moral yang dilakukan oleh orang tau, sekolah, dan masyarakat sudah kurang
efektif. Zakiah Daradjat mengatakan akhlak bukanlah suatu pelajaran yang bisa
dicapai dengan mempelajari saja tanpa melakukan pembiasaan sejak kecil.
3.
Krisis akhlak terjadi desebabkan
karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik, dan sekuralistik.
Berbagai produk budaya yang bernuansa demikian dapat dilihat dalam bentuk
semakin maraknya tempat hiburan yang mengundang selera biologis, peredaran
obat-obat terlarang, buku-buku atau VCD-DVC porno, alat kontra sepsi dan
sebagainya.
4.
Krisis akhlak terjadi karena belum
adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melakukan pembinaan
akhlak. Hal yang demikian diperparah oleh adanya ulah sebagian elit penguasa
yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan, dan jabatan dengan cara yang
tidak mendidik seperti korupsi kolusi dan nepotisme.
Pendidikan karakter Islami harus dikembalikan
kepada fitrahnya sebgai pembinaan akhlak karimah dengan tanpa mengesampingkan
dimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi
pendidikan, baik formal, informal, maupun non formal. Artinya masalah akhlak
siswa bukan semata-mata tanggung jawab guru atau sekolah saja, tetapi juga
tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah pada umumnya.
Pembinaan akhlak merupakan salah satu orientasi pendidikan Islam diera
globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar sebab eksis
tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak mayarakatnya. Jika akhlaknya
baik maka bangsa tersebut akan eksis, sebaliknya jika akhlaknya bobrok maka
bangsa tersebut akan segera musnah mengalami keterpurukan, begitulah peringatan
Asysaukani.[11]
Prof. Dr. Sayid Agil mengemukakan bahwa krisis
moneter yang di ikuti oleh krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia, berpangkal
pada krisis akhlak dan krisis iman. Banyak kalangan menyatakan persoalan bangsa
ini akibat merosoknya moral bangsa dengan mewabahnya korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena
itu, tuntunan untuk melakukan reformasi secara menyeluruh harus menyentuh pada
aspek yang berkaiatan dengan bidang akhlak dan aspek keimanan. Sebab, akhlak
yang buruk serta kualitas keimanan dan ketakwaan masyarakat yang buruk
merupakan faktor utama tumbuh suburnya praktik-prakti kolusi korupsi dan
nepotisme. Tidak hanya itu, bahkan tumbuh dan berkembangnya kecendrungan
sadisme, kriminalitas, serta merebaknya forno grafi, porno aksi dan prostitusi ditengah-tengah
masyarakat. [12]
Kehidupan masyarakat diera modern dengan
mengglobalnya budaya yang tak ada sekat secara tidak langsung dengan
prinsip-prisip agama menciptakan batas-batas moralitas kehidupan semakin tipis,
etika islami lambat laun terkikis dan
karakter qur’ani tersisihkan. Semisal, agama yang sejak awal dijadikan sebagai
pegangan hidup umat manusia dengan segala prinsip-prinsip kehidupan dalam
seluruh aspeknya, yang meliputi interaksi manusia dengan Rabb-Nya, interaksi
manusia dengan sesamanya, berupa polah tingkah laku di masyarakat, tradisi
menghargai orang lain dengan cara berpenampilan islami, berpakaian sesuai
dengan aturan syar’i, sikap saling tolong menolong, saling mengasihi dan
menghargai demi terwujudnya masyarakat islami. Namun, pola hidup islami dan
karakter robbani saat ini terasa asing karena semakin menguatnya tradisi dan
pola hidup global yang selalu berubah dengan perkembangan mode yang secara
pelan-pelan mencidrai aspek moralitas manusia. Oleh karena itu reformasi akhlak
perlu diwacanakan dalam upaya menciptakan kondisi karakter islami agar
terlealisasinya moral bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian
pembahasan di atas setidaknya dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai
penutup dari makalah ini sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan pendidikan karakter di
era globalisasi adalah usha sengaja dan sadar untuk mewujudkan nilai-nilai
karakter inti pada peserta didik di tengah tantangan dan kondisi arus
globalisasi yang terus berkembang.
2. Ruang lingkup globalisasi
1)
Globalisasi informasi dan
komunikasi
2)
Globalisasi ekonomi dan perdagangan
bebas
3)
Globalisasi gaya hidup, pola
konsumsi, budaya, dan kesadaran
4)
Globalisasi media masa
5)
Globalisasi politik dan wawasan
3. Dampak
globalisasi pada pendidikan karakter
a. Dampak
positif
1). Perubahan
Tata Nilai dan Sikap
2).
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
3). Tingkat
Kehidupan yang lebih Baik
b. Dampak
Negatif
1). Pola Hidup
Konsumtif
2). Sikap
Individualistik
3). Gaya Hidup
Kebarat-baratan
4).
Kesenjangan Sosial
DAFTAR PUSTAKA
v Jubaidi, Desain
pendidikan Karakter (Jakarta, Kencana Pranada Media: 2012)
v Tantowi, Ahmad.
Pendidikan Islam di Era Transformasi Global (Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra: 2008)
v Rembangi, Msthofa. Pendidikan Trasnpormatif, Pergulatan Kritis
Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisai, (Yogyakarta: TERAS
: 2010)
v Thomas Gilson,
IndoDic E-dictionary Version 1.2 th. 2007
v Departemen
Pendidikan Nasional, KBBI Pusat Bahasa Edisi Empat, (PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2008)
[1] Jubaidi, Desain pendidikan Karakter (Jakarta,
Kencana Pranada Media: 2012),Cet.kedua, hl. 8
[2] Thomas Gilson, IndoDic E-dictionary Version
1.2 th. 2007
[3] Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Pusat
Bahasa Edisi Empat, (PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Pertama hl.455
[4] Ibid, hl. 455
[5] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam
di Era Transformasi Global (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra: 2008), cet.
Pertama, hl. 47
[12] Msthofa Rembangi, Pendidikan Trasnpormatif, Pergulatan Kritis
Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisai, Yogyakarta: TERAS,
Cet. 2,2010, Hlm.222.
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.