MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Globalisasi adalah fenomena yang tidak bisa dipungkiri semua orang dan semua kalangan pasti akan merasakannya dampak darinya. Namu jika hal ini tidak dibarengi dengan filter yang kuat globalisasi dapat berakibat pada krisis akhlak yang terjadi hampir di semua lapisan masyarakat mulai dari pelajar hingga pejabat negara. Dikalangan pelajar misalnya bisa dilihat dari meningkatnya angka kriminalitas mulai dari kasus narkoba, pembunuhan pelecehan seksual dan sebgainya. Demikian hal nya dikalangan masyarakat dan pejabat negara. Yang paling menonjol adalah semakin membudayanya tingkat pidana korupsi di negeri ini.
     Melihat potret buram tersebut sejumlah kalangan menilai bahwa hal ini desebabkan diantaranya oleh gagalnya dunia pendidikan, alasanya pendidikan merupakan wadah untuk melahirkan manusia-manusia yang mampu menyelamatkan masa depan bangsa dari jurang keterpurukan, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, dan lebih-lebih di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
     Maka dari itu perlu kiranya meninjau lebih dalam tentang tentang penomena globalisasi yang sedang merebak ini dan melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan para generasi muda dari kehancuran akhlak dan moral.

B. Tujuan Penulisan Makalah
            Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan para mahasiswa khususnya Mahasiswa Program Beasiswa al-Hidayah, selain itu juga untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan karakter di semester III.
C. Rumusan Masalah
1.      Mengetahui apa yang dimasud dengan pendidikan karakter di era globalisasi?
2.      Apa saja ruag lingkup globalisasi?
3.      Apa dampak globalisasi pada karakter peserta didik ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
            Karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas,sifa,tabi’at, tempramen, watak.[1]
Globalisasi berakar kata dari  “globe” yang berarti  bola; globe; bola bumi; bola dunia; bola bumi buatan[2], semakna dengan kata ini yang sudah diserap kedalam bahasa Indonesia adalah “Global” yang berarti secara umum dan keseluruhan; secara bulat; secara garis besar, bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia.[3] Sedangkan globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia[4]. Sedangkan Abudin Nata mendefinisikan globalisasi merujuk kepada suatu keadaan dimana antara satu negara dengan negara lainnya sudah menyatu. Batas-batas teritorial, kultural, dan sebagainya sudah bukan merupakan hambatan lagi untuk melakukan penyatuan tersebut.[5]
            Pendidikan Karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajiban yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan.[6]
            Jadi yang dimaksud dengan pendidikan karakter di era globalisasi adalah usha sengaja dan sadar untuk mewujudkan nilai-nilai karakter inti pada peserta didik di tengah tantangan dan kondisi arus globalisasi yang terus berkembang.

B. SEJARAH MULA GLOBALISASI
Sebelum buming term globalisasi, kita barangkali masih ingat dengan istilah Developmentalisme atau pembangunanisme jika ditelaah secara kritis gagasan ini sesungguhnya tidak lepas dari “perang dingin” antara blok sosialis dan kapitalis. Artinya developmentalisme merupakan upaya untuk membatasi berkembangnya sosialisme di dunia. Ia tidak lebih dari refleksi paradigma barat tentang perubahan sosial, yakni langkah-langkah menuju higher modernity. Modernitas diterjemahkan dalam bentuk teknologi dan pertumbuhan ekonomi mengikuti jejak negara-negara industri yang mengacu pada revolusi industri.
            Diantara wujud dari develomentalisme ini adalah apa yang disebut dengan “revolusi hijau”. Di Indonesia, konsep revolusi hijau di sabut dengan gegap gempita oleh pemerintahan orde baru. Gerakan revolusi hijau ketika itu dilakukan melalui komando dan subsidi. Program bimbingan masal (bimas) 1970 merupakan salah satu bentuk implementasi revolusi hijau. Bimas adalah salah satu paket program pemerintah yang berupa teknologi pertanian benih benih hibrida, pestisida, dan bantuan kredit. Kemudian pada tahun 1979, pemerintah meluncurkan program baru, yaitu Insus (Intensifikasi Masa). Tujuannya adalah mendorong petani menanam tanaman sambil mengontrol hama.
            Setelah era develovmentalisme dianggap gagal telah telah berakhir disebabkan secara kualitatif terdapat berbagai persoalan yang berdampak terhadap meningkatkan kemiskinan di pedesaan, urbanisasi, dan represi potilik terhadap kaum tani. Berdasarkan ketidak stabilan era developmentalisme demi terealisasinya kesejahtraan kemakmuran, dan keternraman masyarakat maka masyarakat dunia kini memasuki era baru yang disebut globalisasi. Diantara ciri khas yang paling dominan dari globalisasi adalah pasar bebas (liberalisasi perekonomian). Dengan demikian, globalisasi pada dasarnya lebih merupakan egenda TNCs (Trans National Vorporations) melalui mekanisme yang diciptaka oleh WTO (Word Trade Organization) untuk memaksakan kepentingannya melalui kebijakan reformasi atau aturan suatu negara dalam berbagai bidang seperti perpajakan, tenaga kerja, perdagangan, investasi, dan segala aturan yang memudahkan pencapaian kebutuhan perdagangan mereka. Melalui metode semacam ini akan memberi kemudahn kepada TNSCs untuk mengekploisasi sumber daya manusia atau alam melalui berbagai kesepakatan perdagangan bebas[7].

C. RUANG LINGKUP GLOBALISASI
            Baharuddin darus menggambarkan lima konfigurasi globalisasi, antara lain: (1) globalisasi informasi dan komunikasi (2) globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas (3) globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya, dan kesadaran (4) globalisasi media masa (5) Globalisasi politik dan wawasan.
Sementara itu, Muhtarom mlengkpinya dengan wujud konfigurasi lain, yaitu: globalisasi hukum, globalisasi pengetahuan, dan globalisasi agama.
            Delapan konfigurasi yang digambarkan oleh Darus dan Muhtarom diatas bisa disederhanakan menjadi lima konfigurasi, yaitu:
1.      globalisasi informasi
      Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, makna informasi mencakup penerangan, pemberitahuan, kabar, dan cerita tentang hal-hal yang menyampaikan gagasan. Informasi ini sangat erat hubungannya dengan informasi berupa pernyataan fikiran dan perasaan manusia terhadap orang lain.
      Informasi dan komunikasi yang didukung dengan menggunakan teknologi dapat dilakukan dengan mudah dan efektif. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan efektifitas dan efesiensi yang signifikan bagi kehidupan manusia. Proses komunikasi melalui media masa seperti radio, tv, internet, surat kabar, film, dan semacamnya dapat mengatasi perbedaan ruang dan waktu antara penyampaian pesan dan penerima pesan. Sayangnya, dinamika informasi yang mengagumkan tersebut sering lepas kontrol. Semua kalangan dapat menikmati segala fasilitas yang disediakan media masa, tak peduli apakah informasi tersebut positif atau tidak. Tingginya angka kriminalitas di Indonesia diakui atau tidak merupakan salah satu imbas dari media masa yang dikonsumsi sehari-hari.
2.      globalisasi ekonomi
      Globalisasi ekonomi merupakan pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sistem ekonomi global. Segenap aspek perekonomian, pasokan juga permintaan bahan mentah, informasi dan tranformasi tenaga kerja, keuangan, distrbusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran menyatu dan terjalin dalam hubungn interdependensi yang bersekala global.
      Pasca perang dingan globalisasi ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa cepatnya dan mempunyai daya tekan yang semakin besar. Adanya capital flight dari negara-negara industri ke negara-negara lain lebih menguntungkan negara-negara maju, yang kemudian berakibat pada semakin banyaknya pengangguran dan merosotnya tingkat kemakmuran serta semakin berkurangnya rasa keamanan dan ketentraman masyarakat.
3.      globalisasi budaya
      Globalisasi budaya tentu akan mempercepat akulturasi budaya antara bangsa yang satu dengan bangsa-bangsa yang lainnya. Bahkan pada titik klimaks barang kali tak ada lagi kekhasan budaya sebuah bangsa, sebab semua budaya sudah melebur menjadi satu dalam sebuah komunitas global. Atau sebaliknya, globalisasi dapat memperkokoh budaya lokal dan nasional untuk dipopulerkan pada masyarakat global sebagai sebuah ciri khas dan keunikan suatu bangsa.
      Globalisasi budaya ini pasti memiliki efek negatif dalam kehidupan masyarakat. Efek globalisasi budaya yang paling kentara adalah budaya konsumsi yang lazim disebut “konsumerisme”. Hal ini bukan hanya dipandang kebiasaan buruk karena menghambur-hamburkan harta untuk membeli sesuatu yang tak penting, akan tetapi juga bisa mengkikis daya imajinasi seseorang untuk “mencipta dan berkarya”. Orang lebih suka berfikir bagaimana agar segera mendapatkan dan mengoleksi barang-barang tertentu dari pada bagaimana cara membuat dan mengembangkannya. Prahara ini disebut virus instan. Terbukti banyak tradisi lokal atau nasional suatu negara yang tergerus oleh budaya global yang tak jelas asal-usulnya. Masyarakat hanya mengkonsumsi dan meniru suatu budaya tanpa berfikir dari mana dan milik siapa budaya itu. Contoh yang paling sederhana adalah soal pakaian.
4.      globalisasi hukum
      Kehidupan ekonomi global dengan aktifitas perusahaan transnasional sangat berpengaruh terhadap hukum, dan sekaigus memberi peluang untuk mengubah logika dan praktik hukum. Globalisasi telah menghilangkan batas-batas kenegaraan, sehingga tak ada lagi negara yang dapat mengklaim bahwa ia menganut sistem hukum secar absolut. Contohnya hukum Indonesia, selain harus mengikuti konfensi-konfensi yang telah diakui oleh masyarakat dunia juga harus serta mempertimbangkan bentuk keadilan yang sesuai dengan struktur masyarakatnya.
      Premis-premis tersebut menunjukan bahwa konsep penegakkan hukum tidaklah semata-mata hanya mewajibkan setiap warga negara untuk mematuhi dan tunduk kepada hukum, melainkan juga melihat sejauh mana hukum telah melaksanakan fungsinya sebagai sarana terwujudnya keadilan. Untuk mendapatkan keadilan harus melalui pengadilan yang bebas dan tak memihak, dengan mengacu pada hukum acara yang menjamin pemeriksaan objektif oleh hakim yang juur dan adil. Tujuannya untuk memperoleh keputusan yang adil dan benar.
5.      globalisasi politik
      kehidupan politik yang mencakup beragam kegiatan berkaitan dengan perilaku politik maupun kelompok kepentingan. Seorang individu tau kelompok dapat disebut berpolitik manakala mereka berpartisispasi dalam kehidupan politik dan aktifitas. Mereka berhubungan denagn pelaksanaan kebijakan-kebijakan untuk suatu masyarakat. Hal ini mengindikasikan persoalan sebuah negara yang ada di belahan dunia manapun pasti akan mendapat respon dari negara-negara lain. Negara-negara tersebut banyak mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik yang ditentukan suatu negara oleh dunia internasional seperti PBB. Bukan itu saja, kekuatan negara adidaya seperti Amerika baik langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan dalam negri suatu negara. Makanya tak mengherankan pemerintah sering membuat kebijakan yang tak populis, sebab kebijakan tersebut sejatinya merupakan pesanan dari kekuatan internasional atau kekuatan sebuah negara yang kini sedang menjadi polisi internasional, Amerika Serikat.[8]

D. DAMPAK GLOBALISASI PADA PENDIDIKAN KARAKTER
1. Dampak Positif
a.       Perubahan Tata Nilai dan Sikap
         Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b.      Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
         Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c.       Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
2. Dampak Negatif
a.       Pola Hidup Konsumtif
         Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b.      Sikap Individualistik
         Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c.       Gaya Hidup Kebarat-baratan
         Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d.      Kesenjangan Sosial
         Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.[9]

E. KARAKTER QUR’ANI DI ERA GLOBALISASI
            Karakter Qur’ani dalam kegiatan pendidikan Islam yang bisa disebut juga dengan karakter Rabbani merupakan sumber dari segala kegiatan umat Islam dan manusia pada umumnya adalah termasuk dalam alternaif memproteksi pengaruh negatif globalisasi. Karena itu, seyogyanya semua kegiatan pendidikan Islam didasarkan atas Qur’an dan Hadith. Bukan paradigma barat yang belum tentu relefan dengan nilai-nilai Islam dan karakter muslim sejati. Secara esensial al Qur’an merupakan prinsip-prinsip dan matriks mengenai konsep-konsep pandangan dunia islam. Prinsip-prinsip itu mengikhtisarkan ketentuan-ketentuan umum mengenai karakter dan perkembangan serta menentukan batasan-batasan umum dimana peradaban muslim harus tumbuh dan berkembang.
       Dalam penelusurannya mengenai worldview dan elan  al Qur’an Fazlur Rahman menemukan tiga kata kunci etika al Qur’an yaitu iman, Islam dan taqwa. Berangkat dari tiga kata kunci tersebut, pangkal pendidikan karakter Islami adalah mengerahkan peserta didik untuk memiliki karakter Qur’ani. Dengan hal ini peserta didik mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya denga kemampuan untuk mengatur segala yang ada di alam ini untuk kemslahatan hidup seluruh umat manusia dalam mengatasi problematika di era globalisasi.
       Karakter Qur’ani sangat urgen dalam konteks kekinian dimana ummat Islam menghadapi arus globalisasi yang digulirkan oleh barat. Globalisasi cenderung menjebak manusia dalam kubangan materialisme dan mengesampingkan karakter Islami pada seluruh kaum muslimin. Disebabkan krakter dan keadilan versi globalisasi ditimbang dengan kaca kapitalisme. Maka tak mengherankan bila manusia masa kini lebih intens bersikap individualistis, apatis terhadap penderitaan orang lain, bahkan melupakan kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang abadi. Karenanya, pendidikan karakter berbasis Qur’ani merupakan solusi alternatif bagi umat islam  yang mengalami keterbelakanagn di bidang iptek di era globalisasi. Sejatinya al Qur’an menopang segala kebutuhan ummat Islam termasuk dalam pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi melalui sistem pendidikan karakternya. Jika al Qur’an telah mengarahkan semuanya, mengapa ummat Islam merasa silau dengan globalisasi yang dikembangkan barat? Bukankah akanlebih terhormat bila ummat Islam mampu mencerminkan karakter Islami dalamkegiatan pendidikannya?
       Dengan karakter Qur’ani pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok gemerasi muslim yang kreatif, inofatif, dan berbudi luhur yang fapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada di alam ini dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran dan stabilisasi umat Islam di era gobalisasi.
       Jika karakter Qur’ani terus diterapkan, dikembangkan, dan direalisasikan dalam seluruh aspek kehidupan baik meliputi ekonomi, politik, hukum, budaya dan terkhusus istansi pendidikan secara konsisten, maks tak mustahil di mas mendatang ummatIslam mampu menciptakan dan mewujudkan peradaban Qur’ani sebagai bentuk jawaban dan tantangan globalisasi yang menerpa umat ini.[10]


F. PENDIDIKA KARAKTER ISLAMI SEBAGAI PEMBINAAN AKHLAK AL-KARIMAH
                   Akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi. Tidak adanya akhlak dalam tata kehidupan mayarakat akan menyebabkan hancurnya masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeri ini hampir semua lini kehidupan masyarakat Indonesia tidak mencerminkan akhlak Islami. Atau dengan kata lain, bangsa Indonesia saat ini bukan hanya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan, akan tetapi juga krisis akhlak.
                   Menurut Abudin Nata krisis akhlak semacam ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil elit politik (penguasa), tetapi kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan pelajar. Pristiwa ini bisa disaksikan dari banyaknya keluhan tentang prilaku para remaja yang disampaikan orang tua, para guru, dan orang-orang yang bergerak dibidang sosial. Diantara mereka sudah banyak yang terlibat tauran, penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pelecehan sosial, dan tindakan kriminal lainnya. Bahkan, baik orang tua ataupun para guru disekolah merasa kehabisan akal untuk mengatasi krisis akhlak ini dari penomena tersebut Abudin Nata memetakan bahwa terdapat empat akar terpenting yang menjadi penyebab timbulnya krisi akhlak yaitu:
1.      Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya kontrol diri individu masyarakat. Karenanya supremasi hukum merupakan start awal membina tatanan sosial yang dihiasi dengan akhlak al-karimah.
2.      Krisis akhlak terjadi pembinaan moral yang dilakukan oleh orang tau, sekolah, dan masyarakat sudah kurang efektif. Zakiah Daradjat mengatakan akhlak bukanlah suatu pelajaran yang bisa dicapai dengan mempelajari saja tanpa melakukan pembiasaan sejak kecil.
3.      Krisis akhlak terjadi desebabkan karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik, dan sekuralistik. Berbagai produk budaya yang bernuansa demikian dapat dilihat dalam bentuk semakin maraknya tempat hiburan yang mengundang selera biologis, peredaran obat-obat terlarang, buku-buku atau VCD-DVC porno, alat kontra sepsi dan sebagainya.
4.      Krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melakukan pembinaan akhlak. Hal yang demikian diperparah oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, kekayaan, dan jabatan dengan cara yang tidak mendidik seperti korupsi kolusi dan nepotisme.
Pendidikan karakter Islami harus dikembalikan kepada fitrahnya sebgai pembinaan akhlak karimah dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik formal, informal, maupun non formal. Artinya masalah akhlak siswa bukan semata-mata tanggung jawab guru atau sekolah saja, tetapi juga tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah pada umumnya. Pembinaan akhlak merupakan salah satu orientasi pendidikan Islam diera globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak mayarakatnya. Jika akhlaknya baik maka bangsa tersebut akan eksis, sebaliknya jika akhlaknya bobrok maka bangsa tersebut akan segera musnah mengalami keterpurukan, begitulah peringatan Asysaukani.[11]
Prof. Dr. Sayid Agil mengemukakan bahwa krisis moneter yang di ikuti oleh krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia, berpangkal pada krisis akhlak dan krisis iman. Banyak kalangan menyatakan persoalan bangsa ini akibat merosoknya moral bangsa dengan mewabahnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, tuntunan untuk melakukan reformasi secara menyeluruh harus menyentuh pada aspek yang berkaiatan dengan bidang akhlak dan aspek keimanan. Sebab, akhlak yang buruk serta kualitas keimanan dan ketakwaan masyarakat yang buruk merupakan faktor utama tumbuh suburnya praktik-prakti kolusi korupsi dan nepotisme. Tidak hanya itu, bahkan tumbuh dan berkembangnya kecendrungan sadisme, kriminalitas, serta merebaknya forno grafi, porno aksi dan prostitusi ditengah-tengah masyarakat. [12]
Kehidupan masyarakat diera modern dengan mengglobalnya budaya yang tak ada sekat secara tidak langsung dengan prinsip-prisip agama menciptakan batas-batas moralitas kehidupan semakin tipis, etika  islami lambat laun terkikis dan karakter qur’ani tersisihkan. Semisal, agama yang sejak awal dijadikan sebagai pegangan hidup umat manusia dengan segala prinsip-prinsip kehidupan dalam seluruh aspeknya, yang meliputi interaksi manusia dengan Rabb-Nya, interaksi manusia dengan sesamanya, berupa polah tingkah laku di masyarakat, tradisi menghargai orang lain dengan cara berpenampilan islami, berpakaian sesuai dengan aturan syar’i, sikap saling tolong menolong, saling mengasihi dan menghargai demi terwujudnya masyarakat islami. Namun, pola hidup islami dan karakter robbani saat ini terasa asing karena semakin menguatnya tradisi dan pola hidup global yang selalu berubah dengan perkembangan mode yang secara pelan-pelan mencidrai aspek moralitas manusia. Oleh karena itu reformasi akhlak perlu diwacanakan dalam upaya menciptakan kondisi karakter islami agar terlealisasinya moral bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas setidaknya dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai penutup dari makalah ini sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan pendidikan karakter di era globalisasi adalah usha sengaja dan sadar untuk mewujudkan nilai-nilai karakter inti pada peserta didik di tengah tantangan dan kondisi arus globalisasi yang terus berkembang.
2. Ruang lingkup globalisasi
1) Globalisasi informasi dan komunikasi
2) Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas
3) Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya, dan kesadaran
4) Globalisasi media masa
5) Globalisasi politik dan wawasan
3. Dampak globalisasi pada pendidikan karakter
a. Dampak positif
1). Perubahan Tata Nilai dan Sikap
2). Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
3). Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
b. Dampak Negatif
1). Pola Hidup Konsumtif
2). Sikap Individualistik
3). Gaya Hidup Kebarat-baratan
4). Kesenjangan Sosial



DAFTAR PUSTAKA


v  Jubaidi, Desain pendidikan Karakter (Jakarta, Kencana Pranada Media: 2012)
v  Tantowi, Ahmad. Pendidikan Islam di Era Transformasi Global (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra: 2008)
v  Rembangi, Msthofa. Pendidikan Trasnpormatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisai, (Yogyakarta: TERAS : 2010)
v  Thomas Gilson, IndoDic E-dictionary Version 1.2 th. 2007
v  Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Pusat Bahasa Edisi Empat, (PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)



[1] Jubaidi, Desain pendidikan Karakter (Jakarta, Kencana Pranada Media: 2012),Cet.kedua, hl. 8
[2] Thomas Gilson, IndoDic E-dictionary Version 1.2 th. 2007
[3] Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Pusat Bahasa Edisi Empat, (PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Pertama hl.455
[4] Ibid, hl. 455
[5] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra: 2008), cet. Pertama, hl. 47
[6] Jubaidi, Desain pendidikan Karakter, hl. 15
[7] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, hl.50-53
[8] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, hl. 54-61
[10] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, hl.86-89
[11] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, hl.99-104
[12] Msthofa Rembangi, Pendidikan Trasnpormatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisai, Yogyakarta: TERAS, Cet. 2,2010, Hlm.222.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.