MAKALAH NIH
MAKALAH PENDIDIKAN
MAKALAH PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Manusia adalah satu kesatuan yang terdiri dari unsur tubuh, jiwa,
akal, dan ruh. Untuk bisa memahaminya dibutuhkan ilmu yang berhubungan dengan
fisiknya sebagaimana dibutuhkannya ilmu Agama (Dr. Mahdy bin ‘Abud dalam al-Insan
wa thobaqotuhu ar-ruhiyyah).
Kajian psikologi mau tidak mau harus
membicarakan akan definisi manusia yang dipelajarinya sebagaimana Rogers
“Filsafat semua aliran prsikologi membahasa tentang manusia. Walaupun pada
umumnya tidak ditunjukan secara terusterang, namun pembahasannya secara
tersiratpn telah menunjukan urgensinya.”
Perbedaan titik pandang antara
pandangan Islam dan pandangan umum khususnya barat dan eropa dalam kajian
psikologi terletak pada perbedaan definisi manusia dan bagaimana berinteraksi
dengannya. Sebelum mengomparasikan konsep psikologi yang ada pada keduanya,
maka ada baiknya dilakukan komparasi pada sisi pandangan umum tetang manusianya
terlebih dahulu.
Telah merupakan pendapat psikologi
modern bahawa manusia selain merupakan mahluk biologis yang sama dengan mahluk
hidup lainnya, adalah juga makhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang
berbeda dengan segala makhluk dunia lainnya. Oleh karena itu dalam mempelajari
manusia kita harus mempunyai sudut pandang yang khusus pula kita tidak dapat
menjadikan manusia hanya sebagai objek seperti pandangan kaum materialis,
tetapi kita juga tidak dapat mempelajari manusia hanya dari kesadarannya saja
seperti pandangan kaum idealis.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana barat mendefinisikan manusia?
b. Bagaimana Islam memandang manusia?
c. Bagaimana komparasi antara definisi yang
dipaparkan oleh barat dan Islam.?
C.
TUJUAN PEMBUATAN MASALAH
Pembuatan
makalah ini ditujukan untuk :
a.
Memenuhi
tugas primer Psikologi Umum dan Perkembangan.
b.
Mengtahui
ontologi manusia dari perspektif Islam maupun barat.
c.
Mengkomparasikan
ontologi keduanya sehingga didapatkan definisi yang paling benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ILMU KLASIK
1) Pandangan Klasik
Disaat eropa berhasil keluar dari masa
kegelapannya (raineisance), ilmu pengetahuanpun makin berkembang pesat
dan kepercayaan diri manusiapun kian meningkat. Hal ini disertai dengan ketidak
pedulian semua pandangan gereja dalam memandangi alam semesta dan manusia. Ada
tiga hal dalam sejarah eropa yang merendahkan nilai dan kedudukan manusia.
·
Teori Kobrenik yang
menyatakan bahwa manusia tidak tinggal di pusat alam semesta.
·
Terori Darwin yang
menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari kerajaan binatang.
·
Teori Freud yang
menyatakan bahwa kesadaran diri dan perasaan bukanlah perasaan penting dalam
diri manusia.
Anehnya, beragam ilmu pengetahuan
yang muncul dan lahir di Eropa dan bertujuan untuk membebaskan akal dan fisik
manusia dari kehinaan, justru memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
membentuk filsafat hidup yang menekan eksistensinya yang hambar. “Kobrenik
telah melepaskan kedudukan manusia dipusat alam semesta dengan menyatakan
manusia hanyalah makhluk kecil disalahsatu pelanet yang berputar pada susunan
bintang-bintang tak terhingga”.
Mereka yang menuduh manusia dengan segala
kehinaannya seolah telah dibutakan dengan perasaan mereka sendiri. Mereka
menyatakan bahwa bumi hanyalah setitik dari seluruh jagat raya yang tidak
terbatas. Bumi bukanlah pusat alam semesta sebagaimana yang diyakini
sebelumnya. Manusia yang tinggal dibumi pun bukanlah pusat dari alam semesta.
Fisik manusia tidak berdaya layaknya fisik binatang. Posisi bumi bukan berada
di pusat alam semesta. Bumi dianggap sebagai pusat alam semesta hanya karenna
ia adalah tempat tinggal manusia dan merupakan tempat turunnya wahyu dan
munculnya ajaran dari langit.
Menurut mereka pusat semesta yang
dimaksud lebih bersifat makna. Secara logis, planet bumi merupakan bagian dari
dinamika matahari. Kumpulan matahari merupakan bagian dari dinamikan galaksi,
yang bukan merupakan satu-satunya di jagat raya ini. Manusia bukanlah pusat
semesta bila dilihat dari posisi keberadaannya ataupun dari bentuk fisiknya,
namun dianggap pusat semseta karena ruhnya tidak memiliki nilai materi
sedikitpun juga karena untuknya semesta ini diciptakan agar ia mampu
membangunnya.
Salah satu ilmuan barat kontermporer
memberikan pandangannya terhadap persepsi ilmu klasik in dengan ucapannya,
“alam semesta tanpa kehadiran manusia layaknya panggung teater dengan gedung
nya yang sepi dari penonoton.”
Dilain sisi ada pendapat yang menyatakan
bahwa perilaku manusia muncul karena keterkaitan yang kuat antara motivasi
kemanusiaanya dan kebinatangannya. Hal ini diungkapkan oleh EO Wilson dan
seoran ahli biologi sosial amerika. Keduanya seolah mengembangkan pemikiran
evolusi darwin modern.
Wilson berpendapat bahwa prilaku manusia
dan tingkah lakunya merupakan implikasi dari laupan genetiknya. Ini lah
pendapat yang didasarkan pada konsep kebinatangan manusia.
Tidak ada seorang psikolog pun yang menentang
pendapat di atas walau setelahnya mereka tidak sepakat dengan sebagian
pernyataannya ini semua disebabkan refrensi mereka adalah satu referensi yang
sama, yakni konsep dan terori evolusi. Teori ini telah menyebar luas di kawasan
Eropa, terlebih lagi dikawasan Amerika, hingga bisa dikatakan bahwa semua
ilmuan di Amerika menggunakan teori Darwin.
Francois Pere dalam bukunya As ‘Ilah
fi ilmin nafs’ (Pertanyaan seputar psikologi) mencoba mengungkapkan
definisi manusia dari tiga pakar psikologi (skiner, lawrence, dan freud).
Tipe manusia dalam teori Skiner lebih
dikenal dengan “manusia patuh”. Tipe manusia dalam teori Lawrence lebih dikenal
dengan “manusia terprogram”. Tipe manusia dalam teroi Freud lebih dikenal
dengan “manusia terpecah”.
Pertama, Skinner
: Manusia yang patuh
Francois Per mengungkapkan,
“pada
tahun 1975, skinner menuliskan: aku ingin menggabungkan teori Darwin dan
Herbert Spencer yang berpendapat perlunya aliran evolusi ‘(skinner in mark and
goodson 1976, P:539) pernyataan in seolah membuat skinner – dan sebagian besar
sainganya –masuk kedalam aliran evolusi, yang menggunakan pendekatan biologi
dan tidak menganggap ilmu psikologi sebagai ilmu yang menggunakan pendekatan
keperibadian, kesadaran, dan jiwa. Ilmu psikologi lebih bisa dipahami dengan
organisme atau fisiologinya. Manusia memiliki satu kesatuan yang bersumber dari
kebutuhan biologisnya. Dalam pendapatnya dikatakan bahwa manusia tidak
mempunyai pilihan apapun kecuali yang berkenaan dengan sistem pencernaan dalam
perutnya”.
Madzhab skinner adalah madzab
Behavioristik yang menggunakan pendekatan ilmiah. Dalam realisasinya, tidak
begitu dipentingan aspek kesempurnaan dalam berperilaku. Namun yang penting
adalah metoe yang sesuai dengan konsep yang berlaku pada bidang ilmaun alam,
khusunya ilmu fisika klasiik.
Sisi negatif dari madzab ini adalah
pernyataan bahwa individu tidak mempengaruhi alam, namun alamalah yang
mempengaruhi indvidu (skinner 1972). Agama dan moral hanyalah satu respon yang
dipeajari manusia karena panggilan insting dan konsep pahala-dosa.
Sebelum skinner Watson (pelopor madzab
behavor) mengatakan “berikan padaku srang anak sejak ia dilahikan hingga anak
berumur lima tahun, dabn aku akan menyerahkannya kepAdamu sebagai apapun yang
kau inginkan; seorang dosen, dokter, pemuka agama, ataupun seorang kriminal.
Kedua Lawrance. Manusia
yang terprogram
Francois Pere mengungkapkan,
“Lawrance
adalah salah satu murid Kant dan Darwin dalam waktu yang bersamaan. Pandanganya
tidak jauh dari pemahamanya dari teori evolusi. Dalam pandanganya, pertumbuhan
manusia tidak dilihat dari anggota tubuhnya saja, namun juga fungsi dirinya.
Cara manusia berinteraksi dengan realitas kehidupan dalam pandangannya bukanlah
suatau nikmat tiba-tiba dari langit namun merupakan implikasi dari evolusi
biologi yang sudah ada dalam kehidupan ini. Hingga akhir hayatnya Lawrence
menyakini bahwa teori Darwin lah yang benar. Lawrence tidak mempercayai adanya
campur tangan tuhan ia hanya mempercayai bahwa adaptasi berkaitan dengan
kenyataan hidup dan membuat manusia berevolusi sedikit demi sedikit.
Menurutnya, sistem yang ada dalam tubuhpun menyesuaikan diri dengan semua yang terjadi.
Ketiga, Freud
: Manusia yang tercepah
Freud berpendapat bahwa kewajiban
ego lebih besar daripada hak nya. Tabiatnya tidak terorganisasi dengan baik. Ia
harus terus bekerja untuk memenuhi tuntutan ide.
Freud membagi tahap kehidupan
manusia di muka bumi kepada tiga bagian :
1. Tahap
penyadaran diri, yakni fase dimana diyakini bahwa diri manusia adalah titik
awal dari suatu pemikiran dan kehidupan dalam waktu yang bersamaan. Manusia
mengakui bahwa kekuatan optimalnya terletak pada kekuatan pikirannya.
2. Tahap
agamis, yakni fase dimana seluruh kekuatan hanya dinisbatkan pada tuhan.
3. Tahap
ilmiah, yakni fase dimana manusia mengakui kekerdilan dirinya. Keraguan akan
agama tidak akan berpengaruh apapun dalam dirinya. Manusia merasa perlu
mengkaji kematian sebagaimana layaknya penomena lainnya.
Tiga tahapan ini tanpa disadari hampir
serupa dengan pandangan klasik ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada
perkembagnan psikologi. Pembagian ini di inspirasikan oleh teori Agus Tecomte
disaat ia membagi tahapan sejarah pemikiran
manusia kedalam tahapan teologis, tahap metafisik, tahap posotif-ilmiah.
2)
Definisi Manusia menurut persepsi modern
Sejarah
definisi manusia dalam psikologi barat berkisar antara pendekatan definisi
kebinatangan (pandangan klasik) dan definisi kemanusiaan (pandangan modern).
Dengan pandangan klasiknya, maka definisi yang tampak adalah kecendrungan dan
keinginan yang mengecil antara diri manusia dan binatang hingga pada posisi
terendahnya. Sedang dengan pandangan modern maka kecendrungan untuk bisa
beraktualisasi pun meningkat kembali. Kondisi ilmu pengetahuan pada abad
kesembilan belas hingga awal abad ke 20 turut bertanggung jawab atas
pembentukanpandangan klasik ini. Diakhir abad ke 20 lah; pada saat kemajuan
ilmu pengetahuan mulai meningkat, muncul pendapat untuk bisa merekonstuksi
pandangan klasik tersebut.
1.
Kembali memanusiakan manusia
Manusia menyempurnakan mata rantai
kehidupan. Ia mengetahui kehidupannya dan apa sebabnya. Pengamatan di atas
telah membuka pintu pikiran kita untuk bisa kembali memanusiakan manusia. Kita
mengetahui dengan jelas, binatang tidak memiliki kemampuan untuk berkreativitas
dan juga berpikir sebagaimana yang manusia dapat lakukan. Walau banyak
penelitian laboratorium dilakukan dan melibatkan banyak binatang (seperti kera
dan anjing) dalam berbagai penelitian bidang psikologi seperti pada penelitian
Kohler, namun semuanya itu belum bisa menetapkan bahwa binatang memiliki
kemampuan untuk berkreativitas dan berpikir walau dalam tatanan simbol
sekalipun.
Monyet yang melakukan sebagian tugas
manusia dengan menggunakan alat-alat yang biasa digunakan manusia hanya
ditafsirkan sebagai satu prilaku umum pada binatang yang suka menduplikasi.
Monyet melihat manusia melakukan sesuatu dan ia pun menduplikasikannya. Monyek
hanya bisa menggunakan alat-alat yang biasa digunakan manusia tanpa mampu
membuatnya. Sedangkan, manusia menggunakan alat-alat tersebut sekaligus
berpikir bagaimana cara penggunaan dan pembuatannya. Itulah sebab ilmu
pengetahuan dan kreatifitas manusia mampu berkembang.
Walaupun bianatang dengan semua insting
dan fitrahnya mampu melakukan berbagai hal mengagumkan, hal yang belum bisa
ditemukan penjelasannya secara spesifik oleh manusia, namum kemampuan berpikir
dan keinginan yang dimiliki manusia lebih tinggi posisinya dibanding duplikasi
yang dilakukan oleh binatang.
Persamaan yang tampak antara manusia dan
kera dalam beberapa prilaku yang ditampakan tidak menunjukan dan berarti
apapun, kecuali bagi iorang yang tertarik untuk menduplikasi prilaku manusia
pada kera ataupun orang yang menisbatkan sipat binatang pada diri manusia.
Perbedaan yang tersembunyi tampak pada sel yang ada pada diri manusia dan juga
sel binatang serta pada daya dan metode dalam melakukan suatu pekerjaan.
Dokter
Maurice Bucaille mengungkapkan
“Bisa
jadi, metode penggunaan sebagian protein adalah satu hal yang membendakan
antara kera dan manusia.”
Tampaknya sistem yang ada dalamtubuh
manusia tidak memiliki satu sel yang mampu membangkitkan kewaspadaannya pada
suatu hal yang mampu membahayakannya. Semua itu dimiklikinya setelah ia bisa
mengamati dan memprosesnya melalui kesadaran dalam dirinya. Ini lah rahasia
karakteristik manusia dalam merespon satu stimulus walau bisa dikatakan bahwa
manusia pun memiliki DNA dalam selnya sebagaimana yang dimiliki binatang, dan
juga membawa sifat turunannya.
2.
Kembali pada penciptaan langsung alam semesta dan manusia
Beregam penafsiran berkembang sekitar asa
mula kehidupan dan manusia, khususnya setelah Darwin merilis bukunya Aslu
anwa (asal mula spesies) dan Aslul insan (asal mula manusia).
Keadaan ini terus berkembang hingga terkumpulah banyak informasi dan data yang
menunjukan adanya ketidak puasan pada teori dan pendapat yang ditulisnya.
Diskusi tentang landasan dasar yang
digunakan oleh teori darwin pun mulai meningkat berhubungan dengan
ditemukannnya banyak data yang berkaitan dengan ilmu genetika dan ilmu
antropologi.
Dalam ilmu genetika teori evolusi mahluk
hidup tidak jauh berbeda dengan teori evolusi alam. Teori evolusi mahluk
menyatakan bahwa prilaku mahluk tersimpan dalam genetik.
Sedangakan teori evolusi alam menyatakan
bahwa suatu evolusi bermula dari adanya eror atau kesalahan dalam proses
duplikasi informasi genetik pada saat tumbuh dan berkembang biak. Dari sini,
dimulailah proses seleksi alam, baik dengan kebetulan (teori darwin klasik)
maupun dengan kemungkinan (teori darwin modern).
Lemahnya teori evolusi klasik di hadapand
daa dan temuan ilmu genetika ini makin bertambah ketika ia harus dihadapkan
pada penelitian antropologi. Walau sebagian peneliti berkeinginan untuk
meberpanjang usia manusia dimuka bumi, namun waktu maksimalis yang dinyatakan
oleh ilmuan antropologi dalam waktu hidup manusia belum dianggap cukup mewakili
perubahan kualitas dan kuantitasnya pada teori evolusi darwin. Hal ini dapat
dilihat dari tengkorak manusia yang berbeda dengan tengkorak manusia, disaat
ditemukan satu tulang berulang tertentu, namun tidak ditemukannya jejak yang
menunjukan aktifitas manusia, maka tulang berulang tersebut tidak bisa diklaim
sebagai tulang manusia. Hal tersebut hanya menunjukan adanya probability
(kemungkinan) dan bukan satu kepastian.
3.
Kembali kepada keutamaan akal dan kebebasan kehendak serta keabadian ruh
Setelah keutamaan materi melingkupi semua
pandanga klasik, munculah satu masa dimana keutamaan akal menjadi topik
utamanya. Dalil yang menunjangnya bukan sekedar dari kajian filsafat atau
permis belaka namun juga dengan ekperimen ilmiah yang dilakukan oleh para
ilmuan fisiologi dalam menetapkan fungsi otak.
Otak adalah tempat terletaknya
pengendalian indra, ingatan, perasaan, dan memmpuan untuk bergerak. Namun
tampaknya, otak bukanlah satu tempat dimana akal untuk berfikir dan keinginan
berada.
Sebagian ilmual berusaha membela
pandangan klasik yakni dengan menyatakan bahwa posisi akal terlepas dari sistem
otak, sebagaimana posisi keinginan terlepas dari sistem perasaan dan gerakan.
Benfiel menyatakan
“selama
hidupku dalam dunia ilmiah, aku berusaha sekuat tenagaku untuk bisa menetapkan
bahwa otak mampu menjadi menafsirkan akal.”
Namun, hal ini berakhir dengan
pernyataannya bahwa akal bukanlah otak. Akalah yang mengawasi dan mengarahkan
dalam waktu yang bersamaan. Akal adalah sumber pemikiran dan keinginan. Fungsi
tersebut didukung dengan berbagai pusat aktivitas dalam otak. Gabungan
aktivitas dalam otak tidak bisa disamakan dengan akal.
Ditemukannya pusat perasa dalam otak
belum menunjukan secara ilmiah akan adanya kesadaran dan indra. Namun, hanya
menunjukan bahwa posisi akal bukan dalam otak. Dari sini terbukalah peluang
untuk bisa meneliti hungan ruh dengan jasad tanpa harus melibatkan fisiologi
otak. Rene Dubois menyimpulkan,
“Telah
diketahui bahwa semua penomena kehidupan terjadi karena adanya faktor genetik,
pengalaman masa lalu, dan faktor lingkungan. Namun demikian,diketahui pula
bahwa keinginan bebas mampu membuat manusia menjadi tinggi atas semua sistem
biologisnya.”
Tentunya, pandangan seorang ilmuan
didasari oleh keilmuannya masing-masing. Sebagaimana pangangan seorang peraih
nobel dalam bidang ilmu pengetahuan. Apa yang dialaminya tidak jauh berbeda
dengan apa yang dialami oleh Benvield, yakni memulai kehidupan ilmiahnya untuk
bisa menafsirkan kehidupan dari sisi biologis, namun berakhir dengan pemikiran
bahwa ilmu biologi memiliki batasannya, khususnya bila terkait dengan sebagian
fenomena manusia.
Pandangan baru tentang manusiapun muncul
dalam bidang psikologi. Ilmu psikologi memilki butir-butir yang bisa diterima
dalam mendefinisikan manuisia, yaitu,
“tabiat
manusia adalah baik dan ia bebas mengambil keputusan yang berkaitan dengan
masalah hidupnya, namun kebebasan ini adalah kebebasan yang terbatas. Manusia
adalah mahluk hidup yang beraktivitas dan berkembang secara berkesinambungan
untuk mewujukan sisi kemanusiaannya. Ia harus mempelajari keahlian individu
untuk bisa menghidupinya lebih dari yang diketahui orang lain.”
B.
DEFINISI
MANUSIA DALAM ISLAM
1.
Asal manusia
Hal pertama yang diperhatikan dalam
ajaran Islam adalah menjelaskan kepada manusia siapa dirinya. Untuk bisa
mengenal dirinya dan mengenal darimana berasal, maka Islam berinteraksi dengan
manusia melalui aqidan dan syariatnya. Sehingga, diharapkan manusia akan lebih
mampu mengenali eksistensinya dibalik semua ilmu dan amal yang dilakukannya.
Dari sini maka kita memahami mengapa
kisah Adam banyak di ulang dalam ayat-ayat al-qur’an. Dalam surah al-Baqoroh,
kisah Adam ini di terangkan setelah disebutkan tiga tipe manusia: Mukmin (yang
meyakini kebenaran), Kafir (yang mengingkari kebenaran), Munafiq (yang
mengingkari namun seolah dia meyaqininya).
Allah
berfirman,
“Ingatlah
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah dimuka bumi’ meraka(malaikat) berkata:’mengapa Engkau
hendak menjadikan khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
kepadanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engku dan menyucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’”(al-Baqoroh : 30)
Kisah Adam bukan sekedar
menceritakan asal usul sejarah manusia saja. Dari kisah Adam pun, kita bisa
mengetahui semua yang terjadi sebelum manusia ada dan juga mengenal manusia di
semua fase kehidupannya dimuka bumi. Selain itu, ayat diatas juga bisa menjadi
satu hukum penengah diantara semua teori asal-usul manusia yang berkembang luas
dalam khalayak umum.
Dahulu, manusia tidak begitu perlu
mengenal dirinya karena mereka mengenal diriny dari Allah melalui
nabi-nabi-Nya. Namun, terjadi penyimpangan kisah Adam oleh orang yahudi dan
nasrani hingga menimbulkan revolusi dalam dunia pengetahuan sebagaimana yang
terjadi di Eropa. Revolusi ini membuat para ilmuan humaniora, antropologi dan
sejarah mempelajari kisah adam layaknya mempelajari kisah dongeng. Mereka
merekayasa kisah adam (sebagai mana yang ada dalam referensi ajaran yahudi dan
nasrani) dengan banyak kebohongan. Mereka pun menafsirkan kisah tersebut
sebagai satu kisah yang mengungkapkan adanya pertentangan diri yang tidak bisa
disadari.
Seandainya kisah tentang Adam tidak
tercantum dalam al-Qur’an tentunya konteksnya akan berubah dan akan banyak
campur tangan manusia di dalamnya. Siapapun yang hendak memahami manusia dalam
Islam harus memhami kisah Adam ini.
Ketika
mengkaji kisah Adam yang ada dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30-39 Kita
dapat menemukan hakikat sebagai berikut :
1.
Eksistensi
manusia dimungkinkan keberadaannya dan bukan wajib ada secara penalaran akal. Kita
bisa membayangkan bumi yang kosong dari keberadaan manusia. Namunm hal ini
tidak menjadikannya mustahil secara penaran akal. Hal ini tampak dalam firman
Allah ta’ala.
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang
dia ketika itu bukan sesuatu yang dapat disebut.?” (al-Insan : 1)
Apabila eksistensi
manusia dimungkinkan keberadaanya secara penaran akal, maka akal dapat
menetapkan eksistensinya dari kenihilannya, khususnya dilihat dari masa, tempat
dan penggambarannya. Karena dua hal yang saling bertentangan tidak mungkin akan
terima oleh penalaran akal.
2.
Manusia
diciptakan dengankeputusan yang disosialisasikan oleh tuhan. Hal ini menghapus
anggapan bahwa penciptaan manusia terjadi secara kebetulan, alami, ataupun
evolusi. Allah lah yang menciptakan manusia. Ia menciptakannya dengan perintah
universal. Yasin ayat 82.
“sesungguhnya perintahnya apabila dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya ‘jadilah!’ maka terjadilah ia”
3.
Disaat
keputusan penciptaan manusia disosialisasikan, bentuknya belum diumumkan. Allah
menciptakannya dengan bentuk yang belum pernah ada sebelumnya. Allah
menciptakannya sedikit demi sedikit dari semua unsur bumi, hingga terciptalah
manusia dengan semua sel dan fungsinya; tubuh dan jiwanya.
4.
Sejak
awal penciptaan bumi, dijelaskan bahwa bumi merupakan tempat kediaman dan
kesenangan hingga waktu yang telah ditentukan. Hal ini bisa direalisasikan
dengan adanya keseimbangan alam hingga bumi pun bisa tetap dalam fungsinya.
Dengan demikian, ini menghapus anggapan bahwa penciptaan bumi terjadi secara
kebetulan atau sekedar lingkungan awal manusia hingga manusia mampu
berinteraksi di luar bumi. Adaptasi yang ada antara manusia antara
lingkungannya tidak akan terealisasi bila bumi belum mempersiapkan dirinya
sebelum spesies manusia diturunkan kebumi.
5.
Keputusan
penciptaan manusia disertai keputusan lain, yakni dengan memutuskan bahwa kelak
manusia akan mati. Itulah sebab manusia disebut sebagai khalifah. Yakni, dimana
kehidupan satu generasi dengan generasi lainnya saling berganti. Tidak ada
seorang manusiapun yang hidup kekal hingga muncul generasi baru setiap saatnya.
Disaat manusia telah hancur, maka dimuali fase kehidupan baru yakni kehidupan
akhirat.
6.
Keputusan
Tuhan untuk menciptakan manusia disertai penjelasan akan visi dan misi nya.
Manusia adalah khalifah. Tuhan adalah pengendali utama, sedang manusia adalah
delegasi tuhan.
7.
Semua
fase dan kemajuan yang dilewati anak manusia dimulai dengan adanya kemuliaan
baginya dan bagi spesiesnya.
Allah
menciptakan Adam dengan menyimpan hikmah didalamnya, walaupun manusia tidak tau
persis hikmah tersebut.
2.
Blue Print Manusia.
Allah menciptakan manusia dengan
karakteristik alaminya. Inilah karakteristik yang membedakannya dari mahluk
lain dimuka bumi. Allah berfirman : “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, ‘sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Apabila
telah kusempurnakan penciptaanya dan kutiupkan ruh(ciptaan-Ku) maka hendaklah
kalian tersungkur dengan bersujud padanya!’” (QS. Shod : 71-72)
a. Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari semua unsur dari bumi ini, maka yang
terkumpul adalah unsur materi yang padat, cair, dan gas. Namun disaat semua
unsur ini masuk kedalam tubuh dan melewati sistem pencernaan yang berliku, maka
semua itu membentuk semua sel yang dapat dikembangkan lebih lanjut lagi.
Unsur-unsur tersebut seolah aktif ketika masuk masuk kedalam tubuh manusia.
b. Perbedaan fungsi susunan syaraf
setiap anggota tubuh
manusia mengandung jumlah sel yang sangat besar. Sel-sel ini merupakan fakar
dan penasehat lambung dalam pembentukan protein. Dan protein yang telah
terbentuk dalam sel ini lalu terbagi menjadi protein pembangun jaringan dan
protein pembangun aktivitas atau disebut dengan enzin. Protein pertama
berfungsi untuk merekontruksi sel, dan protein yang kedua berfungsi untuk
lancarnya aktivitas dalam sel.
c. Tubuh manusia dan bentuknya
Dampak dari perbedaan
dua sel pembangunan dan pelaksanaan dalam tubuh tampak pada bentuk tubuh.
Sesungguhnya tubuh manusia sangat kecil bila dibanding dengan beragam akrivitas
internal dalam tubuh apabila satu aktivitas tersebut harus ditangani oleh satu
anggota tubuh, maka tentunya bentuk tubuh manusia akan sangat besar dari saat
ini. Namun ternyata bentuk tubuh mampu mengatasi problematika ini, yakni tetap
kecil walau memiliki beragam fungsi dengan anggota tubuh yang terbatas.
Kolaborasi semua anggota tubuh ini mampu merealisasikan semua tujuan tersebut.
3. Ruh
Manusia dalam
perspektif Islam terdiri atas dua bagian, yakni jasad dan ruh. Dalam proses
pembentukan jasad ruh ditiupkan kedalamnya. Jasad merupakan tempat dimana ruh
bergantung. Ditiupkannya ruh dalam jasad tidak berdampak lama. Setelah janin
berusia empat bulan, diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kedalam janin, ruh
yang merupakan bagian dari cahaya ilahi.[2]
Kata Roh dalam
al-Qur’an mempunyai beberapa pengertian. Perngertian roh yang disebutkan dalam
ayat-ayat al-Qur’an menjelaskan penciptaan Adam a.s. ialah roh dari Allah swt..
yang menjadikan manusia memilki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti
kebenaran. Inilah unsur paling luhur yang mengandung kesiapan manusia untuk
mengejewantahkan perkara-perkara yang luhur dan sifat-sifat yang suci..... roh
itulah yang membuat manusia dapat mencapai keluhuran melebihi taraf hewa, yang
memantapkan tujuan-tujuan luhur manusia dalam kehidupan, yang menggambarkan
jalur jalan hidup manusia, serta yang melengkapi manusia dengan kecendrungan
pada sumber nilai dan pengetahuan yang menentukan hakikat manusia.[3]
4. Tempat kembali manusia
Disaat tubuh hancur maka ilmu manusia pun tidak bisa berucap apapun
apabila para nabi tidak di utus untuk menjelaskan kehancuran tubuh (kepanaan)
maka untuk apa mereka diutus? Itulah sebabnya mengapa topik tempat kembalinya
manusia adalah topik yang hanya bisa di ulas dari sudut pandang wahyu ilahi dan
bukan ijtihad akal, penelitian eksperimen ataupun penafisran nas-nas yang
membahasnya. Hanya wahyu ilahi lah yang mampu menerangkan hakikatnya hingga
bisa selaras dengan dunia nyata.
Kehidupan manusia dalam
perspektif Islam adalah satu kehidupan yang memiliki tiga tahapan. Kematian
menjadi perantara antara kehidupan dunia dan kehidupan alam barzah, dan hari
kebangkitan menjadi hari perantara antara kehidupan alam barzah dengan
kehidupan alam akhirat.
Tahapan pertama : Kehidupan dunia
Tahapan ini
adalah tahapan yang diyakini eksistensinya oleh siapapun yang hidup dimanapun
ia berada. Namun persepsi kehidupan dunia ini berbeda dari satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Islam menegaskan bahwa tujuan dari kehidupan dunia dalam
kehidupan manusia dapat disimpulkan pada tiga point besar, yakni kekhalifahan,
amanah dan ibadah, (QS 2:30, 33:72, 51:56).
Tahapan kedua : Kehidupan barzah
Tahapan ini terkadang disebut tahapan transisi, karena manusia
menjalaninya setelah menyelesaikan kehidupan duniaanya yang penuh ujian yang
menanti kehidupan akhirat yang penuh dengan pahala dan ganjaran.
Manusia tidak mampu
mendeskripsikan apa yang akan dialaminya di kehidupan barzahnya kelak
disebabkan tidak adanya kehidupan lain yang tervisualisasi dan serupa dengan
kehidupan lain ini didunia. Namun al Qur’an dan Sunnah banyak memuat berbagai
pendekatan tentang hakikat kehidupan barzah.
Tahapan ketiga : Kehidupan akhirat
Ini adalah tahapan
terakhir yang akan dijalani oleh manusia. Kehidupan akhirat adalah kehidupan
yang kekal. Bila diamati secara mendalam maka dari berbagai wahyu ilahi yang
mengulas akan kehidupan akhirat, umumnya berkisar pada dua point penting, yakni
dalil yang memberikan verifikasi akan kebenaran kehidupan akhirat dan deskripsi
dari semua sisinya beserta persiapan yang perlu dilakukan dalam menghadapinya.[4]
C.
KOMPARASI ANTARA DEFINISI YANG DIPAPARKAN OLEH BARAT DAN ISLAM
Dengan
semua penjelasan tentang manusia yang telah kita paparkan dari dua sudut
pandang barat dan Islam maka kita bisa menganalisa letak perbedaan antara
keduanya, manusia dalam perspektf barat lebih klasik lebih terpengaruh oleh
sifat-sifat kebinatangan yang disandangkan pada manusia[5]
dan aspek jasmani saja seperti seputar perut dan sistem pencernaan[6]baru
setelah barat memasuki era modern mereka mulai mendefinisikan manusia agak
berbeda namun masih mengangungkan sifat manusia secara membabi buta dalam hal pemikiran-pemikiran
manusia yang melampau batasnya sebagai mahluk tanpa melihat aspek lain dalam
manusia seperti ruh, asal muasal dan mengapa manusai itu ada.
Sedang
Islam memandang tidak bisa mendefinisikan manusia tanpa pelihatnya secara utuh
dengan melihat asal-usul siapa manusia, bagaimana mereka diciptakan, tujuan
hidup, dan kemana tempat kembalinya kelak.
Penjelasan
yang terbaik tentang hakikat manusia ialah penjelasan dari pencipta manusia itu
sendiri. Penjelasan oleh rasio manusia mempunyai kelemahan karena akal itu
terbatas kemampuannya.[7]
Oleh
karena itu dalam psikologi Islam penting untuk merumuskan definisi manusia
berdasarkan apa yang telah dikabarkan oleh penciptanya dalam hal ini Allah
mengabarkan kepada manusia bahwa mereka diciptakan dari tanah yang diupkan
padanya ruh[8]
untuk kemudian sebagai salah satu mahluk yang meliki kewajiban ta’abudi atau
mentauhidkan Allah[9]
dan mengemban tugas sebagi khalifah dimuka bumi[10].
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahan makalah ini kita bisa mengambil mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Definisi manusia menurut barat
Definisi
manusia dalam psikologi barat berkisar antara pendekatan definisi kebinatangan
(pandangan klasik) dan definisi kemanusiaan (pandangan modern). Dengan
pandangan klasiknya, maka definisi yang tampak adalah kecendrungan dan
keinginan yang mengecil antara diri manusia dan binatang hingga pada posisi
terendahnya. Sedang dengan pandangan modern maka kecendrungan untuk bisa
beraktualisasi pun meningkat kembali.
2.
Definisi manusia menurut Islam
Untuk
dapat mendefinisikan manusia menurut Islam maka terlebih dahulu kita harus
mengkaji Asal manusia, Blue Print
Manusia, Ruh, Tempat kembali manusia. Setelah kita memahami empat elemen
tersebut kita akan menemukan bahwa manusia adalah mahluk yang diciptakan oleh
Allah swt.. dari tanah yang ditiupkan ruh kemudian diberi tanggung jawab untuk
beribadah kepada Allah swt dengan mengemban tugas kekhalifahan dimuka bumi.
3. Komparasi antara
definisi yang dipaparkan oleh barat dan Islam
Barat memandang manusia dari
pendekatan physisiologi
pshychology yang hanya
terbatas pada aspek jasmani dan prilaku manusia saja. Sedangkan Islam jauh dari
itu pendefinisisina manusia harus melalui pengkajian dari mana manusia berasal,
blue print manusianya, ruh, dan kemana manusia kembali.
DAFTAR
PUSTAKA
Al- Qur’anul
Karim
Muhammad
Izzuddin Taufiq, Panduan lengkap & praktis Psikologi Islam, Depok :
Gema Insani Press, 2005
Sarlito W.
Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta : Pustaka Bulan Bintang,
2003.
Muhammad Ustsam
Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, Terapi Qur’an dalam penyembuhan gangguan kejiwaan, Bandung
: CV. Pustaka Setia, 2005
Ahmad Tafsir, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008
[1] Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta : Pustaka
Bulan Bintang, 2003. Hal. 21
[2]Muhammad Izzuddin Taufiq,Panduan lengkap & praktis Psikologi
Islam, Depok : Gema Insani Press, 2005, hal. 188
[3] Muhammad Ustsam Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, Terapi
Qur’an dalam penyembuhan gangguan kejiwaan,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 2005, Hal. 363-364
[4] Muhammad Izzuddin Taufiq,Panduan lengkap & praktis Psikologi
Islam, Depok : Gema Insani Press, 2005, hal. 149-208
[5] Seperti apa di usung oleh kaum evolusionis Darwin dan para
pengikut-pengikutnya. Juga orang-orang yang baik secara sadar atau tidak
terpengaruh teori evolusi yang berdampak penyaaan manusia dengan binatang atau
paling minimal menyandingkan sifat-sifat kebinatangan kepada manusia.
[6] Baca pendapatnya Skiner tentang konsepsi manusia menurutnta.
[7] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008, hal.14
[8] Lihat QS. Shod ayat 81-82
[9] Lihat QS. Adzariat ayat 56
[10] Lihat QS. A-Baqoroh ayat 30
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.