ISLAM
MAKALAH ISLAM NIH
MAKALAH PENDIDIKAN
MAKALAH PENGANTAR ILMU HADITS
PENGANTAR ILMU HADIST
(Penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam muqaddimah Kitabnya
Bulughul Maram )
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah Shahihain adalah kitab
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap hadits yang diketengahkan oleh
keduanya secara bersama melalui seorang sahabat disebut Muttafaq Alaih.
Mengenai istilah Ushuulus Sittah atau dikenal dengan Sittah adalah
Shahihain Sunan Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam An-Nasa-i, dan Imam Ibnu
Majah. Mulai dari Abu Dawud hingga Ibnu Majah dikenal dengan istilah Arba’ah
yang masing masing memiliki kitab Sunan. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang
tidak memasukan Imam Ibnu Majah kedalam Arba’ah dan menggantinya dengan
Al-Muwaththa’ atau dengan Musnad Ad-Darimi.
Sab’ah terdiri dari Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Sittah terdiri dari Imam Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Khamsah terdiri dari Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasai dan Ibnu Majah. Arba’ah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasai dan Ibnu Majah. Tsalaatsah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi
dan An-Nasai. Muttafaq ‘Alaih terdiri dari Imam Bukhari dan Muslim.
ISTILAH ISTILAH HADITS
Matan =materi hadits yang berakhir dengan sanad.
Sanad =para perawi yang menyampaikan kepada matan.
Isnad = rentetan sanad hingga sampai ke matan, sebagai contoh
ialah
“Dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu
Khaththab bahwa Rasullullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya semua amal
perbuatan itu berdasarkan niat masing masing.”
Sabda Nabi saw yang mengatakan: ”Sesungguhnya semua amal perbuatan itu
berdasarkan niat masing-masing” disebut matan, sedangkan diri para perawi
disebut sanad, dan yang mengisahkan sanad disebut isnad.
Musnad = hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir
berhubungan, dan kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara
tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad.
Musnid =orang yang meriwayatkan hadits berikut isnadnya.
Al Muhaddits = orang yang ahli dalam bidang
hadits dan menekuninya secara riwayat dan dirayah (pengetahuan).
Al-Haafizh =orang yang hafal seratus ribu
buah hadits baik secara matan maupun isnad.
Al-Hujjah = orang yang hafal tiga ratus ribu hadits.
Al-Haakim = orang yang menguasai sunnah tetapi tidak
memfatwakannya melainkan sedikit.
PEMBAGIAN HADITS
1. Hadits bila ditinjau dari segi thuruq (jalur periwayatannya) terbagi
menjadi muttawatir dan ahad.
a. Hadits Muttawatir = hadits yang
memenuhi empat syarat , yaitu :
= diriwayatkan oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.
= menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.
= mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan
hingga akhir.
= hendaknya musnad terakhir dari para perawi berpredikat hasan (baik).
Hadits muttawatir dapat memberikan
faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau dengan kata lain ilmu yang tidak dapat
ditolak lagi kebenarannya. Contoh hadits muttawatir adalah hadits yang
mengatakan :
“Barang siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja,
maka hendaklah dia bersiap siap menempati tempat duduknya dari api neraka.”
b. Hadits Ahad = hadits yang di dalamnya
terdapat cacat pada salah satu syarat muttawatirnya. Hadits ahad dapat memberikan
faedah yang bersifat zhan dan adakalanya dapat memberikan ilmu yang bersifat
nazhari (teori) apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.
Pembagian hadits ahad ada tiga yaitu :
1. Hadits Sahih = hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang adil, memiliki hafalan yang sempurna sanad nya
muttashil (berhubungan dengan yang lainnya) lagi tidak mu’allal (tercela) dan
tidak pula syadz (menyendiri).
Istilah adil yang dimaksud ialah adil riwayatnya, yakni seorang muslim yang
telah aqil baliq, bertaqwa dan menjauhi semua dosa dosa besar. Pengertian adil
ini mencakup laki-laki, wanita, orang merdeka dan budak belian.
Istilah dhabth ialah hafalan. Ada dua macam dhabth yaitu :
· dhabth shard ialah orang yang bersangkutan hafal semua hadits yang
diriwayatkannya di luar kepala dengan baik.
· dhabth kitab yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok hadits
yang dia terima dari gurunya dari perubahan perubahan (atau dengan kata lain
text-book).
Mu’allal = hadits yang dimasuki oleh suatu ‘illat (cela) yang
tersembunyi hingga mengharuskannya di mauqufkan (diteliti lebih mendalam).
Syadz =hadits yang orang tsiqah (yang dipercaya) nya berbeda
dengan orang yang lebih tsiqah darinya.
2. Hadits Hasan = hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang adil. hafalannya kurang sempurna tetapi sanad nya muttashil lagi
tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Apabila hadits hasan ini kuat karena
didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya, maka predikatnya
naik menjadi shahih lighairihi.
3. Hadits Dha’if =hadits yang
peringkatnya dibawah hadits hasan dengan pengertian karena didalamnya terdapat
cela pada salah satu syarat hasan. Apabila hadits dha’if menjadi kuat karena
didukung oleh jalur periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka predikatnya
naik menjadi hasan lighairihi.
Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Dha’if ditolak maka tidak dapat
dijadikan sebagai hujjah, kecuali dalam masalah keutamaan beramal tetapi dengan
syarat predikat dha’ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang
diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, serta tidak
berkeyakinan ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah ditetapkan melainkan
tujuan dari pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam beramal.
2. Hadits bila ditinjau dari perawinya terbagi menjadi :
a. Hadits Masyhur = hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih, tetapi masih belum memenuhi syarat muttawatir. Terkadang diucapkan pula
terhadap hadits yang telah terkenal hingga menjadi buah bibir, sekali pun hal
itu maudhu’ (palsu).
b. Hadits ‘Aziz = hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi
saja, sekalipun masih dalam satu thabaqah (tingkatan) karena sesungguhnya
jumlah perawi yang sedikit pada mayoritasnya dapat dijadikan pegangan dalam
bidang ilmu ini.
c. Hadits Gharib =hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
sekalipun dalam salah satu thabaqah.
Hadits gharib terbagi menjadi dua macam yaitu :
· gharib muthlaq yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri dalam
pokok sanadnya.
· gharib nisbi yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri pada
sanad selanjutnya.
3. Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya yaitu maqbul dan mardud :
a. Hadits Maqbul =hadits yang dapat dijadikan hujjah yang didalamnya
terpenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Hadits maqbul terbagi
menjadi empat yaitu :
- shahih lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
adil, sempurna hafalannya, muttashil sanadnya, tidak mu’allal dan tidak pula
syadz. Shahih lidzatihi ini berbeda beda peringkatnya menurut perbedaan sifat
yang telah disebutkan tadi.
- shahih lighairihi yaitu hadits yang mengandung sebagian sifat yang
ada pada hadits maqbul, paling sedikit. Akan tetapi dapat ditemukan hal hal
yang dapat menyempurnakan kekurangannya itu, seumpamanya ada hadits yang sama
diriwayatkan melalui satu atau banyak jalur lainnya.
- hasan lidzatihi yaitu hadits yang dinukil oleh seseorang yang
adil, ringan hafalannya (kurang sempurna) muttashil sanadnya, melalui orang
yang semisal dengannya, hanya tidak mu’allal dan tidak pula syadz.
- hasan lighairihi yaitu hadits yang masih ditangguhkan
penerimaannya tetapi telah ditemukan di dalamnya hal hal yang menguatkan segi
penerimaannya. Contohnya ialah hadits yang didalam sanadnya terdapat orang yang
keadaannya masih belum diketahui atau orang yang buruk hafalannya.
Hadits Maqbul pun terbagi menjadi :
1.Muhkam yaitu hadits yang tidak ada hadits lain yang menentangnya.
2.Mukhtalaf yaitu haidts yang didapatkan ada hadits lain yang
menentangnya tetapi masih dapat digabungkan diantara keduanya.
3.Nasikh yaitu hadits yang datang kemudian isinya menentang hadits
yang semisal.
4.Rajih yaitu hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang
hadits yang semisal yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan
demikian, sedangkan menggabungkan keduanya tidak mungkin, lawan dari rajah
ialah marjuh.
b. Hadits Mardud= hadits yang didalamnya tidak terpenuhi
syarat-syarat shahih dan hasan . Hadits mardud ini tidak dapat dijadikan hujjah
dan terbagi pula menjadi dua bagian yaitu :
¨. mardud yang disebabkan adanya keguguran dalam isnad (sanad)nya,
terbagi menjadi lima macam :
a. Mu’allaq yaitu hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang
perawi, dan termasuk ke dalam hadits mu’allaq ialah hadits yang semua sanadnya
dibuang.
b. Mursal yaitu hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabi’in kepada
Nabi saw.
c. Mu’adhdhal yaitu hadits yang gugur darinya dua orang perawi
secara berturut turut.
d. Munqathi yaitu haidts yang gugur darinya seorang atau dua orang
perawi, tetapi tidak berturut turut.
e. Mudallas yaitu hadits yang terdapat keguguran didalamnya tetapi
tersembunyi, sedangkan ungkapan periwayatnya memakai istilah ‘an (dari).
Contohnya dia menggugurkan nama gurunya, lalu menukil dari orang yang lebih
atas daripada gurunya dengan memakai ungkapan yang memberikan pengertian kepada
si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung, contoh ini dinamakan
mudallas isnad.
Adakalanya, nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu digambarkan
dengan sifat yang tidak dikenal, contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh.
Adakalanya, dia menggugurkan seorang perawi dha’if di antara dua orang perawi
yang tsiqah, contoh ini dinamakan mudallas taswiyah.
¨. mardud karena adanya cela terbagi menjadi empat macam :
a. maudhu’ yaitu hadits yang perawinya dusta mengenainya.
b. matruk yaitu hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai
sebagai orang yang dusta.
c. munkar yaitu hadits yang celanya karena kebodohan siperawinya
atau karena kefasikannya.
d. mu’allal yaitu hadits yang celanya karena aib yang tersembunyi, tetapi
lahiriahnya selamat, tidak tampak aib.
Termasuk kedalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj (kemasukan).
Jenis ini ada dua macam :
· Mudraj matan ialah hadits yang didalamnya ditambahkan
sebagian dari lafazh perawi, baik pada permulaan, tengah-tengah atau bagian
akhirnya. Adakalanya untuk menafsirkan lafazh yang gharib (sulit) seperti
yatahannatsu (yata’abbadu) yang artinya beribadah.
· Mudraj isnad ialah hadits yang didalamnya ditambahkan isnadnya
seperti menghimpun beberapa sanad dalam satu sanad tanpa penjelasan.
Termasuk kedalam pengertian tha’n (cacat) ialah qalb, yaitu hadits yang
maqlub (terbalik) disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain
yang lebih kuat darinya karena mendahulukan atau mengakhirkan sanad atau matan.
Termasuk pula kedalam pengertian tha’n ialah idhthirab yakni hadits yang
mudhtharib yaitu hadits yang perawinya bertentangan dengan perawi lain yang
lebih kuat dari padanya dalam sanad, matan atau dalam kedua-duanya, padahal
tidak ada murajjih (yang menentukan mana yang lebih kuat dari pada keduanya)
sedangkan menggabungkan keduanya merupakan hal yang tidak dapat dilakukan.
Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah tashhif yaitu hadits mushahhaf dan
tahrif (hadits muharraf).
Hadits mushahhaf ialah cela yang ada
padanya disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain nya yang
lebih kuat dalam hal titik. Jika ada pertentangan itu dalam hal harakat, maka
dinamakan hadits muharraf. Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah jahalah,
juga disebut ibham (misteri), bid’ah, syudzudz, dan ikhtilath.
· hadits mubham ialah hadits yang didalamnya ada seorang perawi atau
lebih yang tidak disebutkan namanya.
· hadits mubtadi’ ialah jika bid’ahnya mendatangkan kekufuran, maka
perawinya tidak dapat diterima, jika bid’ahnya menimbulkan kefasikan, sedangkan
perawinya orang yang adil dan tidak menyeru kepada bid’ah tersebut, maka
haditsnya dapat diterima.
· hadits syadz ialah hadits yang seorang perawi tsiqahnya
bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah darinya. Lawan kata dari hadits
syadz ialah hadits mahfuzh, yaitu hadits yang seorang perawi tsiqahnya
bertentangan dengan hadits perawi lainnya yang tsiqahnya masih berada di bawah
dia.
· hadits mukhtalath ialah hadits yang perawinya terkena penyakit
buruk hafalan disebabkan otaknya terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang
telah lanjut (pikun). Hukum haditsnya dapat diterima sebelum akalnya terganggu
oleh buruk hafalannya, adapun sesudah terganggu tidak dapat diterima.
Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum terganggudan zaman
sesudahnya, maka senuanya ditolak.
4. Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi :
a.Hadits marfu’ ialah hadits yang disandarkan kepada Rasullullah saw
baik secara terang terangan maupun secara hukum.
b.Hadits Mauquf ialah hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada
seorang sahabat tanpa adanya tanda tanda yang menunjukan marfu’, baik secara
ucapan maupun perbuatan.
c.Hadits Maqthu’ ialah hadits yang isnad (sanad) nya terhenti sampai
kepada seorang tabi’in.
d.Hadits Muthlaq ialah hadits yang bilangan perawinya sedikit bila
dibandingkan dengan sanad lainnya dan sanad sampai kepada Rasullullah saw.
Lawan dari al-muthlaq ialah hadits nazil muthlaq.
e.Hadits al Nasabi ialah hadits yang perawinya sedikit bila dibandingkan
dengan sanad lainnya dan berakhir sampai kepada seorang Imam terkenal seperti
Imam Malik, Imam Syafi’ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
f.Hadits Nazil Nasabi ialah lawan haidts al nasabi. Hadits al nasabi
lebih ke shahih karena kekeliruannya sedikit. Hadits nazil nasabi ini tidak
disukai kecuali karena keistimewaan khusus yang ada padanya.
BERBAGAI JENIS RIWAYAT
Ada berbagai jenis riwayat yaitu riwayat Aqran, Akabir ‘an Ashaghir,
Ashaghir ‘an Akabir, Musalsal, Muttafiq dan Muftariq, Mu’talif dan Mukhtalif,
Mutasyabih, Muhmal, serta Sabiq dan Lahiq.
Riwayat Aqran = riwayat yang dilakukan oleh
salah seorang perawi diantara dua orang perawi yang berteman dari perawi
lainnya. Dua orang teman ialah teman yang berdekatan umur atau isnadnya, atau
kedua duanya. Berdekatan dalam hal isnad artinya berdekatan dalam berteman dan
mengambil dari guru. Riwayat Aqran ini terdiri dari :
1. Mudabbaj yaitu riwayat dari masing masing dua perawi yang
berteman lagi sama umur dan isnadnya dari perawi lainnya.
2. Ghairu Mudabbaj yaitu riwayat dari salah seorang dua perawi yang
berteman, sedangkan keduanya sama dalam hal umur dan isnadnya.
Riwayat Akabir ‘an Ashaghir Þ seseorang
meriwayatkan suatu hadits dari orang yang lebih rendah darinya dalam hal umur
atau dalam bersua (berteman). Termasuk kedalam pengertian ini ialah riwayat
para orang tua dari anak anak Nya dan riwayat para sahabat dari para tabi’in,
jenis ini jarang didapat. Kebalikannya memang banyak, yaitu riwayat Ashaghir
‘an Akabir atau riwayat yang dilakukan oleh anak dari orang tuanya atau tabi’in
dari sahabat, jenis ini banyak didapat.
Hadits Musalsal = hadits yang para
perawinya sepakat terhadap kondisi qauli atau fi’li , seperti lafazh haddatsani
dan anba’ani dan seterusnya.
Hadits Muttafaq dan Muftaraq = hadits yang
semua nama perawinya telah disepakati secara lafazh dan tulisan, tetapi madlul
atau pengertiannya berbeda beda.
Hadits Mu’talaf dan Mukhtalaf = hadits yang
sebagian nama perawinya disepakati secara tulisan, tetapi secara ucapan
berbeda, seperti lafazh Zabir dan Zubair.
Hadits Mutasyabih = hadits yang nama
sebagian perawinya disepakati, tetapi nama orang tua mereka masih
diperselisihkan, seperti Sa’ad ibnu Mu’adz dan Sa’ad ibnu Ubadah.
Hadits Muhmal = hadits yang diriwayatkan dari
dua orang perawi yang bersesuaian dalam nama hingga tidak dapat dibedakan.
Apabila keduanya merupakan dua orang tsiqah (terpercaya), maka tidak ada
bahayanya, seperti nama Sufyan, tetapi apakah Sufyan Ats-Tsauri ataukah Sufyan
ibnu Uyainah. Jika keduanya bukan orang orang tsiqah maka berbahaya.
Hadits Sabiq dan Lahiq = suatu hadits yang
didalamnya tergabung suatu riwayat yang dilakukan oleh dua orang perawi dari
gurunya masing masing, tetapi salah seorang diantara keduanya telah wafat lebih
dahulu jauh sebelum yang lainnya, sedangkan jarak antara matinya orang pertama
dengan orang kedua cukup lama.
Ungkapan penyampaian hadits yang terkuat ialah memakai kalimat sami’tu (aku
telah mendengar) dan haddatsani (telah menceritakan sebuah hadits kepadaku).
Setelah itu memakai lafazh qara’tu ‘alaihi (aku belajar darinya), kemudian
memakai lafazh quri-a ‘alaihi (diajarkan kepadanya), sedangkan aku
mendengarkannya, kemudian memakai lafazh anba-ani (dia telah memberatkan
kepadaku), kemudian memakai lafazh nawalani ijazatan (dia telah memberikan
hadits ini kepadaku secara ijazah), kemudian memakai lafazh kutiba ilayya
(dikirimkan kepadaku melalui tulisan atau surat), kemudian memakai lafazh
wajadtu bikhaththihi (aku menemukan pada tulisannya),
Adapun hadits mu’an’an seperti ‘an fulaanin (dari si fulan), maka hadits
ini dikategorikan kedalam hadits yang diterima melalui mendengarkannya dari
orang yang sezaman, tetapi tidak mudallas.
PENUTUP
Adil riwayat =seorang muslim yang akil baliq,
menjauhi dosa dosa besar dan memelihara diri dari dosa dosa kecil pada sebagian
besar waktunya, tetapi tidak disyaratkan laki laki dan merdeka. Oleh karena
itu, riwayat yang dilakukan oleh wanita dan budak belian dapat diterima.
Riwayat yang dilakukan oleh ahli bid’ah jika dia orang yang adil lagi tidak
menyerukan orang lain kepada bid’ahnya dan bid’ahnya tidak sampai kepada
tingkatan kekufuran (bid’ah munkarah) diterima pula.
EMPAT PERINGKAT URUTAN ADIL
1. Si Fulan orang yang sangat terpercaya, dapat dijadikan sebagai rujukan,
sangat handal untuk dijadikan hujjah, dapat dijadikan rujukan dan hujjah,
hafalannya dapat dijadikan hujjah.
2. Si Fulan orang yang terpercaya, atau dapat dijadikan hujjah, atau orang
yang hafizh, atau orang yang dapat
menjadi rujukan, atau orang yang dhabith, atau orang yang mutqin
(mendalami).
Kebaikan kedua peringkat diatas ialah bahwa hadits mereka dapat ditulis
untuk dijadikan hujjah, pelajaran dan
saksi (bukti) karena lafazhnya menunjukan pengertian yang mengandung makna
adil dan dhabith.
3. Si Fulan orang yang jujur, atau orang yang terpilih, atau orang yang
dapat dipercaya, atau boleh diambil haditsnya, atau tidak ada celanya. Orang
yang menduduki peringkat ini haditsnya boleh ditulis, tetapi masih harus di
pertimbangkan karena lafazhnya tidak memberikan pengertian dhabith. Sekalipun
demikian, hadits mereka dapat dianggap setelah mendapat persetujuan dari orng
orang yang dhabith.
4. Si Fulan menjadi sumber mereka dalam mengambil riwayat, atau haditsnya
pantas dinilai jujur, atau si Fulan mendekati kejujuran, guru yang bersifat
adil, haditsnya saleh, atau jayyid, atau baik, atau cukup baik, aku berharap
semoga dia tidak ada celanya, dia orang jujur Insya Alloh. Orang orang yang
menduduki peringkat ini haditsnya boleh ditulis, tetapi hanya sebagai
penjelasan.
LIMA PERINGKAT URUTAN TAJRIH (CELA)
1. Si Fulan berdusta, hal ini merupakan tajrih (celaan) yang paling buruk,
misalnya dengan kata kata dia pendusta, tukang membuat buat hadits, tukang
membual lagi pendusta.
2. Si Fulan orang yang rendah, atau orang yang binasa, orang yang ngaco,
omongannya perlu dipertimbangkan, tertuduh sebagai orang dusta, atau membuat
buat hadits. Dia orang yang ditinggalkan haditsnya, tidak dianggap tidak
dianggap haditsnya, tidak dipercaya, tidak dapat dipegang, atau mereka tidak
memberikan komentar mengenainya.
3. Si Fulan ditolak haditsnya, dia tertolak, mereka menolak haditsnya,
lemah haditsnya, lemparkan haditsnya, hadits nya dilemparkan, mereka
melemparkan haditsnya, lemah sekali, tidak ada apa apanya, tidak dianggap
sesuatu, atau tidak ada harganya sama sekali.
Hadits orang yang menduduki ketiga peringkat ini tidak dianggap, baik untuk
hujjah maupun untuk pelajaran.
4. Si Fulan munkar haditsnya, lemah haditsnya, kacau haditsnya, atau lemah
sekali dan mereka menganggapnya dha’if serta tidak dapat dijadikan hujjah.
5. Si Fulan masih ada lemahnya, atau masih ada celanya atau lemahnya, buruk
hafalannya, lemah haditsnya, dekat kepada lemah, mereka membicarakan
tentangnya, bukan orang yang dapat menguasai, bukan orang yang kuat, bukan orang
yang dapat dijadikan hujjah, bukan orang yang dapat dipegang, atau bukan orang
yang memuaskan karena mereka telah mencelanya dan mereka berselisih pendapat
mengenai dirinya. Si Fulan dikenal tetapi di ingkari.
Hadits orang yang menduduki peringkat keempat dan kelima ini dapat
diketengahkan sebagai pelajaran dan saksi.
(bukti).
(Maraji’:
Terjemahan Bulughul Maram oleh Bachrun Abu Bakar, terbitan Trigenda Karya)
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.