ARTIKEL
6 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa
strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka
panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah:
“terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai
budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi
“terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung
kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”.
Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di
pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha.
Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi
yaitu:
Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak
didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan
muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan.
Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada
pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang
karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana
korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu
mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan
strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan
Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of
Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang
dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka
diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.
Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi
masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya
penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten
terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya,
berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum
dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke
arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian
konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka
melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan
hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya
kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan
tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo,
manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia,
maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian
kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat.
Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks
Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap
tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap
penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor.
Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi
Penegakan Hukum berjalan semakin baik.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari
komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai
konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan
mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang
merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam
regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam
regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat
keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi
anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen,
maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi
di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
Kerjasama Internasional dan Penyelamatan
Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya
pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu
diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung
sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum
mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain,
lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan
pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal
conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang
dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat
dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur
dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan
putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama
internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual
Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas
negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor,
maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.
Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan
itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan.
Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang
dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan
anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun
swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia
bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku
aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi
diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya,
serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi
ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan
tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka
indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi
dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.
Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan
Pemberantasan Korupsi. Strategi yang
mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga,
swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait
progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di
berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan
mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan
pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan
memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap
upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta.
Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan
terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan,
maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses
penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga
upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat sasaran.
Penjelasan lengkapnya, silakan download Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang merupakan
Lampiran Penjelasan Perpres Nomor 55 tahun 2012:
SABTU, 5-042014
ijin copy utk bahan makalah
BalasHapusIjin kopi untuk tausiyah di lingkungan Muhammadiyah.
BalasHapus