Waktu Penyembelihan Aqiqah
Karakteristik dan kriteria peribadatan yang terbaik adalah peribadatan yang dibangun di atas asas dan dasar ittibā’ (mengikuti Rosululloh ).
Oleh karena itu, selayaknya bagi setiap Muslim untuk menunaikan aqiqah berdasarkan waktu yang telah di-anjurkan oleh syariat, sehingga peribadatan aqiqah men-jadi baik dan sempurna.
Hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa waktu penyembelihan aqiqah adalah pada hari yang ketujuh, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundab dari Rosululloh , beliau bersabda:
“Anak yang lahir tergadaikan dengan hewan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan an-Nasa’i)
Begitu pula sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya:
( أَنَّ النَّبِيَّ أَمَرَ بِتَسْمِيَةِ الْمَوْلُودِ يَوْمَ سَابِعِهِ وَوَضْعِ الأَذَى عَنْهُ وَالْعَقِّ )
“Nabi memerintahkan untuk memberi nama bagi anak yang lahir pada hari ketujuh (dari kelahiran-nya), menghilangkan kotoran darinya dan meng-aqiqahinya.” (HR. at-Tirmidzi)
Berpijak dari kedua hadits tersebut di atas, maka pe-nyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ke-tujuh dari hari kelahirannya.
Cara menetapkan hari ketujuh adalah sehari sebelum hari kelahiran bayi. Bila bayi terlahir pada hari Ahad, maka aqiqah dilaksanakan di hari Sabtu. Bila bayi ter-lahir pada hari Selasa, maka aqiqah dilaksanakan di hari Senin demikian seterusnya.
Apabila hari ketujuh tersebut luput atau terlewat, maka sebagian ulama ada yang membolehkan pada hari keempat belas. Dan bila hari keempat belas juga luput, maka pada hari ke dua puluh satu.
Dari Buraidah , dari Nabi , beliau bersabda:
(( اَلْعَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبِعٍ أَوْ ِلأَرْبَعَ عَشَرَةَ أَوْ ِلإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ ))
“Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas, atau hari kedua puluh satu.” (HR. al-Baihaiqi)
Bila pada hari ke dua puluh satu masih luput, maka diperbolehkan baginya beraqiqah pada hari sesudahnya, meskipun satu bulan atau beberapa bulan atau satu tahun setelahnya berdasarkan kemampuan dan kelapangan rezeki yang Alloh karuniakan kepadanya.
Ibnu Hazm berkata: “Hewan disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran dan sama sekali tidak boleh sebelum hari ketujuh. Jika pada hari ketujuh ia belum mampu menyembelih, maka ia menyembelih setelah itu kapan saja ia mampu.”
Apabila seseorang tidak mampu untuk mengaqiqahi anaknya maka diperbolehkan bagi orang lain, baik dari pihak kerabatnya ataupun tidak untuk mengurusi sem-belihan aqiqah. Dalilnya adalah sabda Rosululloh yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub :
“Anak yang lahir tergadaikan dengan hewan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan an-Nasa’i)
Menurut asy-Syaukani , maksud dari “...disembe-lihkan untuknya...”, merupakan dalil dibolehkannya orang lain mengurusi sembelihan aqiqah sebagaimana dibolehkannya kerabat mengurusi kerabatnya dan se-seorang mengurusi dirinya. Selain itu juga berdasarkan perbuatan Nabi yang telah mengaqiqahi kedua cucu-nya, yaitu al-Hasan dan al-Husain .
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.