TANDA-TANDA ORANG YANG MENGAGUNGKAN NABI MUHAMMAD SAW


Sikap mengagungkan kepada Nabi Muhammad mempunyai beberapa karakteristik tersendiri. Bila karakteristik ini dipenuhi oleh orang yang mengklaim bahwa dirinya adalah umat Nabi  , maka itu menunjukkan bahwa ia benar-benar mengagungkan Nabi  . Sebaliknya, bila karakteristik ini tidak melekat dalam diri seseorang, maka hendaklah ia mengin-trospeksi diri.
Di antara tanda-tanda mengagungkan Nabi Muhammad   adalah sebagai berikut:

1.Rela Berkorban dengan Harta dan Jiwa Untuk Menegakkan Panji Dakwah Nabi  .
Orang-orang yang benar-benar mengagungkan dan mencintai, tentu akan mencari waktu dan kesempatan untuk dapat mengorbankan seluruh harta, bahkan jiwa raganya demi sang tambatan hati. Dan begitulah yang dilakukan oleh para sahabat yang menjalin cinta sejati dengan Nabi Muhammad   dan meletakkan pengagungan sangat besar kepadanya. 

Kisah pengorbanan mereka telah terukir dalam tinta emas sejarah sepanjang masa dan zaman. Mereka begitu semangat mengorbankan segenap apa yang mereka miliki.

Lihatlah! Begitu menakjubkan kisah Tholhah bin ‘Ubaidillah  . Kisah teladan bagi umat Islam pada ladang perjuangan dan pengorbanan. Marilah kita telaah riwayat yang disampaikan oleh Jabir bin ‘Abdullah  , ia berkata, “Di waktu perang Uhud, ketika umat Islam sudah lari meninggalkan medan pertempuran. Maka pasukan yang bertahan tinggal dua belas orang ditambah dengan Rosululloh  , termasuk di dalamnya Tholhah bin ‘Ubaidillah  . Pasukan Rosululloh ini pun kemudian diketahui juga oleh kaum Quraisy dan mereka pun diserang. Menghadapi masalah ini, maka beliau  menoleh kepada mereka (kedua belas Sahabat beliau) seraya berkata, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’. Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rosululloh!’. Rosululloh   bertanya lagi, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Salah seorang Anshor berkata, ‘Saya, wahai Rosululloh!’. Rosululloh   menjawab, ‘Ya kamu!’. Lalu orang itu maju ke medan laga dan ia pun gugur sebagai syahid. Kemudian beliau menoleh lagi, tiba-tiba kaum musyrik ini hendak melancarkan serangan. Maka Rosululloh   bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rosululloh!’. Rosululloh   berkata, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’.  Seorang Anshor menyahut, ‘Saya, ya Rosululloh!’. Rosululloh   berkata, ‘Ya kamu!’. Maka orang Anshor itu pun berjuang ke medan pertempuran sehingga ia pun gugur sebagai syahid. Dan begitulah seterusnya, sampai akhirnya yang tersisa dari dua belas orang pasukan Muslimin di samping Rosul   adalah Tholhah bin ‘Ubaidillah  . Maka kala itu Rosululloh   bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?. Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rosululloh!’. Maka Tholhah pun maju ke arena peperangan menggantikan kesebelas syuhada pasukan Muslimin. Ketika tangannya terkena pukulan dan hantaman musuh, serta jari-jarinya tertebas pedang mereka, Tholhah hanya berkomentar, ‘Ini sekadar gigitan belaka...’ Maka Rosululloh   bersabda, ‘Jika kamu mengatakan bismillah, maka malaikat pun akan mengangkatmu dan manusia akan menyaksikan.’ Kemudian Alloh pun mencerai-beraikan pasukan musyrikin itu.” (HR. an-Nasa’i).

Diriwayatkan dari Qois  , ia berkata, “Aku melihat tangan Tholhah tidak dapat digerakkan, karena rasa cintanya untuk melindungi Nabi Muhammad   di dalam perang Uhud.” (HR. al-Bukhori)

Diriwayatkan dari Abu Bakar  , ia berkata, “Maka kami menemui Tholhah di sebuah parit. Astaghfirulloh! Ternyata terdapat tujuh puluh lebih bekas tusukan anak panah maupun pukulan pada tubuhnya.” (HR. Abu Dawud)

Alangkah tingginya semangat juang Tholhah bin ‘Ubaidillah   bersama sebelas sahabatnya. Mereka pertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi kekasih tercinta, Nabi Muhammad   di dalam menegakkan agama Alloh. Inilah tanda cinta dan pengagungan hakiki. Cinta dan pengagungan yang nyata bukan angan-angan dan pengakuan belaka.
Kemudian, simaklah dan lihatlah! Kisah seputar pengorbanan Tholhah bin ’Ubaidillah   untuk kali kedua.

Ketika pertempuran yang terjadi sangat sengit antara pasukan kaum Muslimin melawan kaum Quraiys di bukit Uhud. Tholhah bin ‘Ubaidillah   rela mem-persembahkan lehernya untuk melindungi Nabi Muhammad  .

Diriwayatkan dari Anas bin Malik   pada saat pasukan Muslimin banyak yang lari meninggalkan Nabi   di medan peperangan di bukit Uhud, maka Tholhah   tetap setia di sisi Nabi   sebagai perisai beliau. 

Selanjutnya Anas bin Malik   menegaskan, “Dan Tholhah adalah seorang pemanah ulung yang tangkas, bahkan pernah suatu hari ia sampai membuat patah dua atau tiga busur panah karena banyaknya dia memanah.” (HR. al-Bukhori dan Muslim¬)

Dikatakannya pula, “Suatu ketika seseorang lewat dihadapannya sambil membawa anak panah, maka Tholhah berkata kepadanya, ‘Berikanlah anak panah itu untuk Tholhah’!”

Anas bin Malik   melanjutkan ceritanya, “Pada suatu kesempatan Rosululloh   menggeser tubuh beliau untuk mengintai kaum Quraisy, maka Tholhah berkata, ‘Ya Nabi Alloh, demi Alloh! Jangan mengintai, biar tidak terkena panah musuh! Sesungguhnya leherku adalah perisai bagi leher Anda.”

Di dalam menjelaskan hadits di atas, Imam Aini berkata, “Yang dimaksud dengan kata-kata, ‘Leherku adalah perisai leher Anda, itu adalah bahwa Tholhah selalu berada di depan (melindungi) diri Rosululloh  , maka yang terkena adalah leher Abu Tholhah, bukan leher Nabi  .” (‘Umdatul Qori’, jilid XVI, hlm 274).

2.Melaksanakan Perintah dan Menjauhi Larangannya.
 Telah menjadi suatu ketetapan bahwa orang yang mengagungkan dan menjalin cinta dengan kekasihnya, pasti akan patuh kepada orang yang dicintainya itu. Ia akan berusaha melaksanakan apa yang disukai oleh kekasihnya dan berusaha sekuat tenaga untuk meng-hindari hal-hal yang dibencinya. Begitupun cinta dan pengagungan kepada Nabi  , ia akan memotivasi seseorang untuk komitmen terhadap perintah dan larangannya.

Kisah kasih para Sahabat terhadap Nabi Muham-mad   telah terukir dalam berbagai kitab siroh. Berikut kami suguhkan kepada para pembaca sikap mereka terhadap kekasih setianya, Nabi Muhammad  .

a.Bersegera menuangkan khomr ke jalan-jalan.
Para Sahabat yang benar-benar menjalin cinta sejati kepada Nabi   dan mengagungkan kepadanya dengan sebenar-benar pengagungan, tidak hanya menghentikan apa yang menjadi hobi mereka, tetapi lebih dari itu mereka pun bersedia dengan lapang dada dan ridho untuk meninggalkan tradisi-tradisi yang membudaya di kalangan mereka. Tak ada sedikitpun rasa sempit dalam dadanya untuk menerima dan tunduk kepada apa yang diperintahkan dan dilarangnya 
Dari Anas bin Malik  , ia berkata: “Suatu ketika aku memberi mimun khomr di rumah Abu Tholhah  , dan khomr mereka waktu itu adalah yang paling rendah mutunya. Lalu Rosululloh   memerintahkan seseorang penyeru untuk memberitahukan kepada khalayak, ‘Sesungguhnya khomr telah kuharamankan’. Lalu Abu Tholhah berkata kepadaku, ‘Keluarkanlah kendi itu dan tuangkanlah seluruh isinya!’ Maka kendi itu pun aku keluarkan dan isinya kutuangkan hingga habis mengalir di sepanjang jalan di Madinah.” (HR. al-Bukhori).

b. Segera menjauhi memakan daging himar (keledai).
Salah satu bukti kecintaan dan pengagungan para Sahabat terhadap Nabi  , adalah bahwa ketika mereka dilarang untuk menikmati hal-hal yang menjadi kesukaan mereka, spontan mereka pun segera menjauhi dan menghindarinya.
Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik  , bahwa ketika telah datang kepada Nabi   seorang Sahabat, lalu ia berkata, “Daging himar telah dimakan.”. Nabi   tidak berkomentar sedikit pun. Lalu orang itu datang untuk kedua kalinya kepada beliau dan ia pun berkata, “Daging himar telah dimakan.”. Nabi pun diam, tidak menjawab. Pada kali ketiga, orang itu datang lagi dan berkata, “Himar telah habis (dimasak).”. Maka Nabi   menyuruh seorang munadi (juru penyeru) agar mengumumkan kepada segenap umat Islam, “Sesungguhnya Alloh dan Rosul-Nya telah melarang kalian makan daging himar.”. Maka seketika itu pula periuk-periuk yang berisi masakan daging himar yang sudah matang dituangkan ke tanah. (HR. al-Bukhori)

c.Segera melepas gelang.
Demikian pula yang terjadi pada para Sahabat wanita, saat mendengar peringatan dari Rosul   perihal pemakaian perhiasan gelang emas yang tidak dizakati. Maka mereka segera pula menanggalkan perhiasannya. 

Diriwayatkan dari ‘Abdulloh bin ‘Amr  . Ia berkata, “Suatu ketika seorang wanita datang menemui Rosululloh   bersama putrinya yang mengenakan sepasang gelang emas di tangannya. Maka Rosululloh   bertanya, ‘Apakah engkau mengeluarkan zakat atas perhiasan gelang emas itu?’. Wanita itu menjawab, ‘Tidak!’. Nabi   pun bersabda, ‘Apakah kamu mau jika kelak pada hari Kiamat kamu mendapatkan gelang dari api lantaran sepasang gelang yang engkau pakai itu?’. Lalu wanita tersebut melepas gelangnya dan menye-rahkannya kepada Rosululloh  , seraya berkata, ‘Sepasang gelang ini adalah milik Alloh dan Rosul-Nya’.” (HR. Abu Dawud)

d.Segera menepi bila berjalan di jalan umum.

Dikisahkan bahwa sebelum datang perintah dari Alloh  dan Rosul-Nya  , kaum muslimin bila hendak menuju masjid selalu berjalan beramai-ramai dan berbaur antara laki-laki dan perempuan. Selain itu juga mereka (kaum perempuan) sering berjalan hingga ke tengah-tengah jalanan. Maka Rosululloh   bersabda:

 ))اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيقِ (( 
“Menepilah kalian (perempuan), sesungguhnya kalian tidak sepantasnya berjalan di tengah-tengah jalan. Maka berjalanlah kalian di tepi-tepi.” (HR. Abu Dawud)

Sejak saat itu, para Muslimah mulai menepi bila berjalan di jalanan dan nyaris merapat ke tembok, sehingga tidak jarang baju mereka tergores oleh tembok (dinding-dinding) di mana mereka lewat. 

Dari berbagai kisah di atas, betapa tinggi tingkat pengagungan para Sahabat kepada Rosululloh  . Sehingga tidaklah mengherankan bila datang suatu perintah dan larangan dari beliau, mereka serentak mentaatinya tanpa banyak komentar. Pantaslah bila mereka tergolong dalam golongan orang-orang yang meraih keberuntungan.

Alloh   berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Alloh dan Rosul-Nya agar Rosul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. an-Nur [24]: 31)

Mengaca dari kisah-kisah di atas marilah kita berintrospeksi pada diri kita masing-masing. Sudahkah kita mengagungkan Nabi   di dalam suatu perintah dan larangan? Tidakkah kita sering mengesampingkan Sunnah Nabi   hanya karena tidak sesuai dengan selera kita? Bukankah bila kita berada di komunitas jahiliyah, justru identitas keislaman kita menjadi kabur?

3.Membela Nabi dan Memelihara Agamanya.
Membela Nabi Muhammad   dan risalah yang dibawa oleh beliau adalah salah satu tanda kecintaan dan pengagungan. Inilah tanda pengagungan kepada Nabi yang tidak layak bagi kaum Mukminin untuk melalaikan dan meninggalkannya.
Para Sahabat Nabi Muhammad   telah memberikan suri teladan terbaik dan contoh terindah dalam membela Rosululloh  . Mereka begitu rela dan ridho membela beliau   dan agamanya meskipun harus ditebus dengan harta, anak, dan jiwa, baik saat sulit maupun mudah, kaya maupun miskin, lapang dada maupun terpaksa.

Kitab suci al-Qur’an sebagai saksi dan bukti nyata akan hal itu. Alloh   berfirman:

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Alloh dan keridhoan-Nya dan mereka menolong Alloh dan Rosul-Nya. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr [59]: 8)

Kitab-kitab sejarah sarat dengan kisah-kisah mereka dan berita-berita mereka yang menunjukan puncak kecintaan dan pengagungan.

Di antaranya, bahwa pada waktu perang Uhud, tentara Muslim mengalami pukulan hebat dan kegagalan dramatis. Disamping karena gencarnya serangan dari pasukan pemanah, juga disebabkan adanya berita yang sampai kepada mereka bahwa Rosul   telah terbunuh. Akibatnya, sebagian Sahabat terpengaruh oleh kabar burung yang mengenaskan itu.

Tetapi situasi ini segera dapat teratasi dengan tampilnya Anas bin Nadhor  , yang tanggap terhadap apa yang sedang terjadi. Maka ia pun bertanya kepada sahabat-sahabat (tentara Muslim), “Mengapa kalian duduk-duduk bertopang dagu?”

Mereka menjawab, “Bukankah Rosululloh telah terbunuh?”
Anas bin Nadhor berkata, “Lalu apa yang hendak kalian lakukan dalam mengisi hidup ini setelah beliau (wafat)? Sekarang bangkitlah dan bersiap-siaplah untuk syahid demi mempertahankan syariat dan Sunnah yang menyebabkan Rosululloh wafat!” (Siroh Ibnu Hisyam, jilid III, hlm. 30, Siroh Ibnu Hibban, hlm. 225).

Tentang bagaimana kiprah Anas bin Nadhor  , dalam melindungi agama dan meninggikan kalimat Alloh? Imam al-Bukhori   menyodorkan jawaban dengan mengetengahkan sebuah hadis kepada kita.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik  , ia berkata, “Pada saat kaum Muslimin kocar-kacir di perang Uhud, maka Anas bin Nadhor berkata, ‘Ya Alloh hamba memohon ampun kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh para Sahabat, dan melepaskan diri dari tuntutan-Mu dari apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin.’.”

Kemudian ia menyusul beberapa Sahabat yang masih tinggal di bukit Uhud dan kedatangannya di sambut Sa’ad bin Mu’adz. Anas bin Nadhor berkata kepada Sahabatnya, ‘Hai Sa’ad bin Mu’adz! Demi Tuhan Anas bin Nadhor. Sesungguhnya aku mendapati semer-baknya (surga) dari bukit Uhud.’
Sa’ad berkata, ‘...aku tidak dapat menandingi apa yang telah dilakukan oleh Anas bin Nadhor!’

Ternyata kami menemukan lebih dari delapan puluh memar atau luka-luka bekas pukulan pada diri Anas bin Nadhor, baik karena pedang, tombak dan juga karena anak panah. Lalu kami dapati ia telah terbunuh secara amat sadis oleh kaum musyrikin. Tidak seorang pun berhasil mengenali identitas dirinya, kecuali saudari wanitanya, yaitu dari bentuk jari-jemarinya.”

Selanjutnya dikatakan oleh Anas bin Malik  , “Kami mengira bahwa ayat ini: “Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Alloh; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya),”  (QS. al-Ahzab [33]: 23)

Ayat tersebut di atas turun berkenaan dengan Anas bin Nadhor atau yang setara dengannya. (HR. al-Bukhori)

Di antaranya pula, kisah yang sangat menakjubkan dari Abu Mihjan ats-Tsaqofi  . Sosok Abu Mihjan ats-Tsaqofi  , adalah pribadi yang matang ditempa kei-manan, walaupun kemaksiatan pernah dilakukannya. Tapi, kesadaran pentingnya berjihad lebih diutamakan. Keimanannya telah memanggilnya untuk melakukan hal yang terbaik. Maka majulah Abu Mihjan   sebagai mujahid, ke medan perang, ke medan jihad. Dengan kuda yang kuat dan kokoh ia maju menerjang, memporak-porandakan barisan musuh. Satu persatu lawannya di-bunuhnya, bergelimpangan di tanah.

Orang-orang, dan para Sahabat, keheranan melihat kegagahan dan keberaniannya. Banyak yang menyangka ia adalah Malaikat Jibril yang turun menjelma menjadi manusia. Ternyata ia adalah Abu Mihjan ats-Taqofi  . Sama sekali tak disangka, karena Abu Mihjan ats-Tsaqofi   diketahui pada saat itu, tengah menjalani hukuman penjara karena kebiasaan minum khomr.

Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqosh   memenjarakan Abu Mihjan at-Tsaqofi   karena tak bisa berhenti minum khomr. Abu Mihjan kemudian diikat oleh para Sahabat dan dimasukkan ke dalam penjara.

Ketika terjadi peperangan Qodisiah, Abu Mihjan melihat kaum Muslimin sedang terdesak oleh musuh. Lalu ia menyampaikan pesan kepada anak Sa’ad bin Abi Waqqosh  : ”Jika ia dilepaskan dari ikatan dan dibebaskan dari penjara, maka ia akan maju berperang dan jika sudah selesai akan kembali secepatnya pulang ke penjara, kecuali jika ia terbunuh”.

Abu Mihjan   kemudian melantunkan sebait syair berikut:
“Cukup sudah kesengsaraan ini. Penunggang kuda sedang berperang dengan tombak, 
Sedangkan aku ditinggal dipenjara sambil di ikat, Apabila aku berdiri, rantai besi di kakiku menghalangi,
Sehingga pintu kesyahidan tertutup bagiku. Orang menjadi tuli apabila di panggil ke arahku.”

Anak Sa’ad bin Abi Waqqosh   kemudian menyam-paikan pesan Abu Mihjan   kepada ibunya (istri Sa’ad bin Abi Waqqosh). Maka istri Sa’ad   lalu membukakan rantai yang mengikat Abu Mihjan, memberinya seekor kuda yang ada di rumahnya dan juga memberinya senjata. Abu Mihjan   kemudian keluar dari penjara, bergabung dengan pasukan kaum Muslimin yang tengah berperang.

Dengan kuda dan senjatanya, Abu Mihjan kemudian menerjang ke tengah-tengah musuh,  mengamuk sejadi-jadinya. Setiap lawan yang bertemu Abu Mihjan pasti dipatahkan tulang punggungnya, dan kemudian dibu-nuhnya.

Sa’ad bin Abi Waqqosh   yang melihat seorang penunggang kuda yang gagah berani, terheran-heran dan bertanya-tanya di dalam hati: “Siapa gerangan penunggang kuda yang berperang di pihak kaum Muslimin itu?”
Alloh  mentakdirkan perang Qodisiah dimenangkan kaum Muslimin. Abu Mihjan    pun segera kembali ke penjara, menyerahkan kuda dan peralatan perangnya, dan ia kembali diikat dengan rantai besi seperti semula.

Ketika Sa’ad bin Abi Waqqosh   kembali dari peperangan, isterinya bertanya: “Bagaimana kesudahan perang Qodisiah itu?”.  Sa’ad pun menceritakan jalannya peperangan Qodisiah kepada isterinya. “Kaum Muslimin awalnya mengalami kekalahan. Tapi kemudian muncul seseorang menunggang kuda putih membela kaum Muslimin. Seandainya aku tidak meninggalkan Abu Mihjan terikat di rantai penjara, aku yakin penunggang kuda itu pastilah Abu Mihjan.”, ujar Sa’ad bin Abi Waqqosh   kepada istrinya. Maka diceritakanlah kejadian yang sesungguhnya oleh istri Sa’ad bin Abi Waqqosh  .

Sa’ad kemudian memanggil Abu Mihjan, melepaskan rantainya, seraya berkata: “Aku tidak akan memukulmu dan merantaimu lagi.”. Maka Abu Mihjan pun men-jawab: “Demi Alloh, untuk selanjutnya aku tidak akan minum arak atau khomr lagi. Dulu engkau memukulku karena aku tidak bisa meninggalkan khoamr”. Maka setelah kejadian perang Qodisiah itu, Abu Mihjan berhenti dari  minum khomr.

BACA JUGA : MENGAGUNGKAN NABI SEBAGAI KONSEKUENSI DARI KEIMANAN SEORANG

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.