Mengagungkan Nabi sebagai Konsekuensi dari keimanan seorang


Konsekuensi dari keimanan seorang hamba antara lain adalah mengagungkan Rosululloh melebihi pengagungan kita kepada anak, keluarga, harta, tahta dan gemerlapnya dunia beserta seisinya. Mengagungkan dan mencintai Rosululloh   memiliki kedudukan yang tinggi dalam pandangan syari’at Islam.

Rasa mengagungkan Nabi Muhammad   haruslah melembaga dan terpatri dalam jiwa-jiwa orang yang beriman karena hal itu akan memantulkan pengaruh yang agung dalam mengarungi samudra kehidupan. Di dunia, ia memiliki akidah yang kokoh lagi baja untuk menghadapi berbagai sekte dan aliran yang menyim-pang dari ajaran Nabi Muhammad  . Sedang di akherat kelak, ia akan berdampingan dengan Rosululloh   di dalam surga-Nya yang tinggi. 

Diriwayatkan dari ‘Abdulloh bin Mas’ud  , ia berkata, “Suatu ketika seseorang menghadap Rosululloh   dan berkata, “Wahai Rosululloh, bagaimana pendapat Anda tentang orang yang mencintai suatu kaum, padahal ia belum bisa menyusul mereka?”. Maka Rosululloh   menjawab:

 ))الْمَرْأُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ (( 
“Seseorang itu bersama siapa yang ia cintai.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Mengagungkan dan mencintai Nabi Muhammad   adalah kewajiban fundamental bagi setiap Muslim. Realita di tengah kaum Muslimin dalam mengagungkan Nabi Muhammad   terdapat dua kelompok ekstrim.

Kelompok pertama, mengagungkan Nabi Muhammad   secara berlebih-lebihan hingga secara tidak sadar telah memposisikan beliau layaknya Robb alam semesta yang mampu memberikan manfaat dan menghilangkan mara bahaya. Oleh karena itu, tidak segan-segan mereka memohon rezeki, meminta segala hajat kebutuhan hidup, menghilangkan kesusahan dan kesedihan  kepada beliau  . Inilah perbuatan sebagian kaum Muslimin yang awal mulanya bertujuan ingin mengagungkan Nabi Muhammad  , namun mengantar-kan mereka ke lembah syirik dan jurang kesalahan. 

Kelompok kedua, adalah sebaliknya. Mereka bersikap lalai, meremehkan, dan tidak mengagungkan  Nabi Muhammad   sedikitpun dalam beragama. 
Dengan demikian, sifat kelompok ini tidak memu-liakan pribadi Nabi  , maupun risalah yang dibawa oleh beliau. Mereka tak memiliki rasa sensitifitas keimanan saat pribadi Nabi Muhammad   dihujat dan dilecehkan oleh media cetak maupun elektronik. Bahkan, di antara mereka ada yang tidak menjadikan hadits Nabi   sebagai sumber hukum Islam. Dengan demikian, mereka mencukupkan diri dengan apa yang terdapat dalam al-Qur’an.

Kedua kelompok yang ekstrim ini tidak sesuai dengan syari’at Islam dan ajaran Nabi Muhammad  . Oleh karena itu, seyogyanya kita menjauhi dengan sejauh-jauhnya dua sikap yang ekstrim tersebut.

Agar kita benar dalam memahami dan mempraktekan konsep mengagungkan Nabi Muhammad  , alangkah baiknya kita menelaah dan merenungi beberapa uraian terkait dengan pokok bahasan mengagungkan Nabi Muhammad  .

Makna Mengagungkan Nabi Muhammad.
Kata mengagungkan (ta’zhim) dalam bahasa Arab berarti memuliakan (tabjil). Dikatakan:
لِفُلاَنٌ عَظَمَةٌ عِنْدَ النَّاسِ
“Fulan memiliki keagungan di tengah manusia.” 

Maksud kalimat ini adalah Fulan memiliki kedudukan yang dimuliakan.
Pengagungan (ta’zhim) merupakan tingkatan cinta yang tertinggi; karena orang yang dicintai tidak mesti diagungkan. Seperti anak yang dicintai oleh bapaknya dengan suatu cinta yang mendorongnya untuk memuliakannya, bukan mengagungkannya. Berbeda dengan cinta anak kepada ayahnya, sebab cinta tersebut mendorongnya untuk mengagungkannya.
Dengan demikian, arti mengagungkan Nabi   adalah memuliakan, mencintai, dan menghormati beliau  . Sebab beliau memiliki kedudukan yang tinggi.


Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.