Jujur merupakan salah satu tanda keimanan, petunjuk yang kuat adanya iman dalam hati pelakunya, dan bukti murni atas eksistensinya.
Tidak ada seorang Muslim pun yang naik ke tingkatan para shiddiqīn (orang-orang yang jujur) kecuali hal itu baik baginya dan menjadikan dirinya berhak untuk mendapatkan pujian dan pahala yang besar.
Alloh berfirman:
“Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Alloh. Maka, di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu serta mereka tidak merubah (janjinya). Supaya Alloh memberikan balasan kepada orang-orang yang jujur itu karena kejujurannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzab [33]: 23-24)
Ayat ini turun berkenaan dengan Anas bin Nadhar sebagaimana yang disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir tentang ayat ini yang berdasarkan pada riwayat al-Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bin Malik .
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Anas bin Malik bahwa pamannya, Anas bin Nadhar tidak ikut serta dalam perang Badar. Lalu beliau berkata: “Aku telah absen pada awal peperangan Rosululloh melawan orang-orang musyrik. Kalau saja Alloh memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam peperangan melawan orang-orang musyrik, sungguh Alloh akan melihat apa yang akan aku perbuat. Ketika perang Uhud meletus, pasukan kaum Muslimin kewalahan, lalu ia berkata: “Ya Alloh sesungguhnya aku meminta udzur kepada-Mu dari apa yang telah diperbuat oleh sahabatku dan aku berlepas diri dari apa yang telah didatangkan oleh orang-orang musyrik. Kemudian beliau berjalan dan bertemu dengan Sa’ad bin Mu’adz di balik gunung Uhud, lalu berkata: “Ya Sa’ad, demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku mencium bau surga di balik Uhud!
Sa’ad berkata: “Ya Rosululloh, aku tidak mampu melakukan apa yang telah ia perbuat.”
Anas berkata: “Maka kami menemukannya (Anas bin Nadhar) di antara mayat-mayat yang terbujur dengan 80 lebih luka dari sabetan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah.”
Ia berkata: “Dan kami tidak mengenalinya hingga saudara perempuannya mengetahui ruas-ruas jariya. Anas berkata: “Maka kami memahami bahwa ayat ini:
turun berkenaan dengan kepribadian Anas bin Nadhar dan teman-temannya.”
Beginilah kondisi para sahabat yang telah membuktikan keimanan yang ada dalam dada-dada mereka dengan sebuah keberanian untuk mengorbankan segala yang mereka miliki; bahkan nyawa satu-satunya pun tak luput dari pengorbanan mereka yang sangat tinggi untuk agama ini. Karena Alloh juga telah mensinyalir bahwa ketidakberanian kaum Muslimin untuk ikut serta dalam peperangan merupakan tindakan orang-orang yang memiliki penyakit dalam jiwa. Padahal kalau saja mereka jujur kepada Alloh atas keimanan mereka, niscaya mereka akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik di sisi-Nya.
Alloh berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman berkata: ‘Mengapa tiada diturunkan suatu surat?’, maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu mendapati orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad [47]: 21)
Baca Juga : Dampak Kejujuran di Masyarakat
Artinya jika mereka jujur kepada Alloh dengan keimanan mereka, maka perilaku mereka akan sesuai dengan apa yang telah mereka ucapkan.
Alloh adalah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa orang-orang yang jujur dan orang-orang yang munafik. Tiada satu makhluk pun di dunia dan di langit yang luput dari pengawasan Alloh . Segala yang Alloh catat dari amal perbuatan hamba merupakan bukti terkuat atas kebenaran dan keadilan Alloh , termasuk balasan yang telah Alloh siapkan berupa surga dan neraka bagi mereka. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa kehidupan kita adalah ladang untuk menanamkan kebaikan, sehingga kita harus menjadikan kehidupan kita lebih berarti dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada-Nya.
Alloh berfirman:
“Apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian untuk main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Alloh, Raja yang sebenarnya; tidak ada ilah yang berhak disembah selain Dia, Robb (yang mempunyai) Arsy yang mulia.” (QS. al-Mu’minun [23]: 115-116)
Jika Alloh berfirman, maka firman-Nya adalah kebenaran dan kejujuran. Maha suci Alloh , Yang terhindar dari perkataan bohong, batil dan tidak berguna.
Begitu juga dalam setiap apa yang telah disyariatkan-Nya, tiada lain adalah kebenaran, baik berhubungan dengan agama maupun dunia, baik yang berhubungan dengan perkara yang lalu, sekarang, maupun masa yang akan datang.
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.