ARTIKEL ISLAM
GHIBAH
ADAKAH GHIBAH YANG DIPERBOLEHKAN ? BERIKUT JAWABANYA.
Ghibah yang Diperbolehkan, MEMANG ADA ?
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan didalam kitab Tafsir beliau, “Ghibah itu haram berdasarkan kesepakatan (kaum Muslimin). Dan tidak dikecualikan darinya satu bentuk ghibah pun kecuali apabila terdapat maslahat yang lebih dominan sebagaimana dalam konteks jarh dan ta’dil (celaan dan pujian yang ditujukan kepada periwayat hadits dan semacamnya -pent) serta demi memberikan nasihat. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh beliau ketika ada seorang lelaki bejat yang meminta izin untuk bertemu dengan beliau. Beliau bersabda, “Ijinkan dia masuk. Dia adalah sejelek-jelek kerabat bagi saudara-saudaranya.”
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa ghibah dibolehkan karena adanya tujuan yang dibenarkan oleh syariat yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini. Ghibah yang dibolehkan ini ada enam sebab:
1. Mengadukan kezholiman kepada penguasa dan hakim.
Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah , dia berkata: “Berkata Hindun istri Abu Sufyan kepada Nabi : “Sesungguhnya dia tidak memberiku harta yang bisa mencukupiku dan anakku, kecuali jika saya mengambil darinya tanpa sepengetahuannya.” Maka beliau bersabda:
“Ambillah apa yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Dan juga berdasarkan hadits dari Abu Huroiroh , ia berkata: “Seseorang berkata: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya saya memiliki tetangga yang suka menyakitiku. Maka beliau berkata:
“Pergilah lalu keluarkanlah barang-barangmu ke jalan!”
Maka dia pun pulang dan mengeluarkan barang-barangnya ke jalan, maka manusia pun bertanya: “Kenapa dengan engkau?” Dia menjawab: “Saya memiliki tetangga yang suka menyakitiku, lalu saya menceritakannya kepada Nabi kemudian beliau berkata kepadaku: “Pergilah lalu keluarkanlah barang-barangmu kejalan!” maka merekapun mengatakan: “Ya Alloh, laknatlah orang itu, ya Alloh, hinakanlah dia.” Maka hal tersebut sampai kepada tetangganya tersebut, maka dia pun mendatanginya lalu mengatakan: “Kembalilah ke rumahmu, demi Alloh saya tidak akan menyakitimu lagi.”
2. Meminta fatwa.
Seperti dengan mengatakan kepada seorang mufti (ahli fatwa): “Suamiku telah menganiayaku.” atau “Temanku telah mendzolimiku.” atau “Tetanggaku telah menipuku.” Meskipun tindakan yang lebih baik dan berhati-hati ialah dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang melakukan perbuatan demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”
3. Meminta bantuan orang demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran.
Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan telah melakukan kemungkaran maka cegahlah dia dari perbuatan itu!” atau ungkapan semisalnya. Tujuan dibalik pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran. Kalau dia tidak bermaksud demikian, maka hukumnya tetap haram.
4. Memperingatkan kaum Muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka.
Seperti mencela para periwayat hadits dan saksi yang tidak adil dan jujur, hal ini diperbolehkan berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Bahkan hukumnya wajib karena kebutuhan umat terhadapnya. Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Berbicara tentang cela orang-orang (semacam para periwayat hadits) dalam rangka nasihat untuk membela agama Alloh , Rosul dan Kitab-Nya serta untuk menasihati kaum mukminin bukanlah termasuk ghibah, bahkan pelakunya akan mendapat pahala apabila dia memiliki maksud yang tulus seperti itu.” (kitab Al-Baa’itsul Hatsiits)
Adapun membicarakan aib para dai yang menyeru kepada Islam yang murni dan menjauhi kebid’ahan dalam agama maka hal tersebut termasuk ghibah yang haram.
5. Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang terang-terangan dalam melakukan dosa atau bid’ahnya dan tidak menyebutkan aib yang lain.
Seperti orang yang meminum khamr di depan khalayak, melakukan penyembahan terhadap hewan dan pohon, pacaran di pinggir jalan, merampas harta secara paksa dan sebagainya, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
6. Untuk memperkenalkan jati diri seseorang.
Seperti contohnya adalah apabila ada orang yang lebih populer dengan julukan al-A’roj (yang pincang), al-Ashamm (yang tuli), al-A’ma (yang buta) dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan. Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya maka itulah yang lebih utama.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan pada Ghibah yang Diperbolehkan
1.Ikhlas di dalam niat hanya karena Alloh .
Siapa saja yang menyebutkan keadaan seseorang, dia tidaklah menyebutkannya dalam rangka menghilangkan kemungkaran tetapi untuk mencelanya atau menunjukkan kekurangannya, maka hukumnya haram dan berdosa. Contohnya adalah jika seseorang yang meminta pertimbangan orang lain dalam urusan pinangan, lalu dia menceritakan keadaan seseorang tersebut bukan untuk menunjukkan kebenaran tetapi hanyalah karena kedengkian dari dirinya yang disebabkan perbedaan tempat kajian atau perbedaan madzhab sehingga orang tersebut tidak disetujui oleh pihak gadis, maka hal ini haram dan model yang seperti ini banyak.
2. Hendaklah hanya menyebutkan apa yang ada pada saudaranya sesuai kebutuhan. Dengan catatan yang demikian itu dapat mewujudkan kemaslahatan yang pasti. Dan dijauhi membuka pintu untuk menyebutkan semua aib yang lain.
3. Dipertimbangkan dengan matang dan yakin bahwasanya di balik ghibah tersebut tidak akan timbul kerusakan yang lebih banyak dari faedahnya dan tidak akan terjadi fitnah yang membahayakan kaum Muslimin.
Keburukan-Keburukan Di dalam Bermudah-Mudahan Mengghibahi Orang yang Bermaksiat
1. Menghalangi dari petunjuk dan tidak diterimanya nasihat serta kebencian terhadap para dai penyeru ke jalan Alloh .
Ghibah ini sangat disayangkan kebanyakan yang terjadi justru berasal dari orang-orang yang biasa memakmurkan masjid dan para dai penyeru ke jalan Alloh , jadi ketika mereka melihat salah seorang yang biasa melakukan kemaksiatan, mereka segera mencacinya, apakah dia seorang yang biasa meninggalkan sholat atau puasa atau yang semisalnya, dan mereka orang-orang yang suka bermaksiat ini setelah mereka mendengar bahwa mereka dighibahi, maka mereka menyatakan kebencian dan kemarahan mereka dengan terang-terangan terhadap orang-orang yang mengghibahi mereka, dan mereka dengan jelas menyatakan ketidakpercayaannya kepada mereka.
Sesungguhnya yang sepantasnya bagi para dai penyeru ke jalan Alloh dan orang-orang yang biasa memakmurkan masjid serta orang-orang yang selalu terikat dengannya, untuk melihat orang-orang yang suka bermaksiat itu dengan pandangan kasihan dan kelembutan serta hendaklah mereka bersemangat untuk mendakwahi mereka dengan empat mata disertai hikmah dan nasihat yang baik, mudah-mudahan mereka mendapat hidayah. Berapa banyak orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir serta orang-orang yang suka bermaksiat yang dulunya mereka melakukan kerusakan dimuka bumi, lalu Alloh memberi mereka hidayah kemudian mereka menjadi sebaik-baik manusia dan yang terbaik akhlaknya, dan sejarah menjadi saksi atas hal tersebut bersamaan dengan berjalannya waktu menjadi saksi atas hal tersebut.
2.Sulitnya mengakurkan antara dua pihak yang bersengketa.
Terkadang salah seorang dari mereka terjatuh ke dalam perbuatan mengghibahi saudaranya, lalu orang yang dighibahi tersebut mendengarnya, maka diapun gantian mengghibahinya sebagai balasan, kemudian orang yang pertama mendengar ghibahnya dalam permasalahan lain, lalu diapun merencanakan makar kepadanya dan tidak meninggalkan sedikitpun dari hal-hal yang tidak dia sukai kecuali dia berusaha menyebarkannya, dan demikian pula yang dilakukan orang yang kedua sehingga buruklah hubungan diantara keduanya, dan ketika ada orang-orang yang ingin mendamaikan keduanya maka tidak ada hujjah dari masing-masing keduanya kecuali dengan mengatakan: “Dia telah mengatakan tentang diri saya begini dan begitu, tidak mungkin kami akan bertemu untuk selama-lamanya.”
Sesungguhnya dia (ghibah) adalah tikaman-tikaman yang menyerang hati yang merusak kecintaan diantara keduanya, yang sebabnya adalah kebodohan dan sikap bermudah-mudahan (di dalam mengghibah).
Dan berapa banyak musibah-musibah dan tragedi-tragedi yang memilukan ini terjadi berulang kali pada umat kita? Berapa banyak hubungan-hubungan yang baik karena sebab seperti ini telah menjadi hancur? Dan berapa banyak hati-hati yang saling mencintai akhirnya bermusuhan setelah adanya kesesatan ini? Belumkah datang saatnya bagi hati-hati ini untuk menjadi lembut, dan bagi mata-mata ini bercucuran airnya serta bagi ghibah ini untuk dihentikan?
BACA HALAMAN SELANJUTNYA : HUKUM MENGGHIBAHI / MENGGOSIPKAN ORANG BATIL DAN KAFIR
BACA HALAMAN SELANJUTNYA : HUKUM MENGGHIBAHI / MENGGOSIPKAN ORANG BATIL DAN KAFIR
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.