MAKALAH ISLAM NIH
MAKALAH AYAT MAKIYAH DAN MADANIYAH
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ilmu
Makkiyah dan Madaniyah
Ilmu Ilmu Makkiyah
dan Madaniyah di definisikan sebagai ilmu yang membahas klasifikasi
surat-surat dan ayat-ayat yang di turunkan di Mekah
dan Madinah. Di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang
kriteria untuk menentukan Makkiyah atau Madaniyah suatu surat
atau ayat.
Sebagian ulama
menetapkan lokasi turun ayat / surat sebagai dasar penentuan Makkiyah dan Madaniyah.
المكّيّ ما نُزلَ بمكّةَ ولو بعد الهجرةَ والمدني ما نُزلَ بالمدينة
"Makkiyah ialah surat atau
ayat yang di turunkan di Mekah sekalipun sesudah hijrah, sedangkan Madaniyah
ialah surat atau ayat yang di turunkan di Madinah."
Definisi ini
ada kelemahannya
(tidak jamik dan manik), karena hanya mencakup semua ayat dan surat yang
turun di daerah Mekah dan surat yang turun di daerah Madinah. Tetapi definisi
tersebut tidak bisa mencakup surat atau ayat yang turun di luar daerah Mekkah
dan Madinah. Misalnya surat al-Taubah ayat 43
dan surat al-Zuhruf ayat
45.
Ada pula ulama
yang menyatakan orang (golongan) yang menjadi sasaran ayat / surat
sebagai kriteria penentuan Makkiyah dan Madaniyah.
المكّي ما وقع
خطاباً لأهل المكّة والمدنيّ ما وقع خطاباً لأهل المدينة
“Makkiyah ialah surat atau
ayat yang khitabnya (seruannya) jatuh pada masyarakat Mekah, sedangkan
Madaniyah ialah surat atau ayat yang khitabnya jatuh pada penduduk Madinah”
Definisi ini di
maksudkan bahwa ayat/surat yang di mulai dengan yâ
ayyuhannâsu adalah Makkiyah karena
penduduk Mekah waktu
umumnya masih kafir, sedangkan ayat/surat
yang dimulai dengan yâ ayyuhalladzîna âmanû adalah Madaniyah karena penduduk Madinah
waktu ketika itu telah tumbuh iman di dada mereka. Namun
definisi ini masih mengandung kelemahan.
Kalau diteliti dengan seksama, ternyata kebanyakan kandungan al-Quran tidak
selalu dibuka dengan salah satu seruan itu. Penetapan seperti ini juga tidak
konsisten. Misalnya, surat al-Baqarah itu disebut Madaniyah tetapi di
dalamnya terdapat ayat,
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,”[1]
Ada pula ulama yang menetapkan, bahwa masa turun ayat/surat adalah
merupakan dasar penentuan Makkiyah dan Madaniyah,
المكّي ما نُزّلَ قبل هجرةَ الّرّسول صلّى الله عليه وسلّم وإن كان نزوله بغير
مكّةَ والمدنيّ ما نزّل بعد الهجرة وإن كان نزوله بمكّة
“Makkiyah adalah
ayat/surat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunya di
luar Mekah Sedangkan Madaniyah adalah surat atau ayat yang di turunkan
sesudah Nabi hijrah, meskipun turunnya di Mekah”.[2]
Definisi terakhir inilah yang termasyhur (popular), karena mengandung
pembagian Makkiyah dan Madaniyah secara tepat. Meskipun definisi
terakhir ini di pandang paling sahih, namun secara objektif harus diakui
bahwa ketiga definisi ini mengandung tiga unsur yang sama yaitu masa, lokasi
dan sasaran ayat atau surat yang di turunkan.
B.
Klasifikasi Ayat-Ayat dan
Surat-Surat Al-Qur’an
Pada umumnya, para ulama membagi
surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makkiyah
dan Madaniyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah
masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makkiyah
ada 94 surat, sedangkan Madaniyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain
mengatakan bahwa jumlah surat Makkiyah ada 86 surat, sedangkan yang Madaniyah
ada 28 surat. Dan pendapat inilah yang dipakai di mushaf ‘Utsmani.
Perbedaan-perbedaan pendapat para
ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyyah
atau Madaniyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makkiyah
atau Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain
statusnya. Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam[3] :
1.
Surat-surat Makkiyah murni, yaitu
surat-surat Makkiyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Makkiyah
semua, tidak ada satupun yang Madaniyah. Contohnya surat al-Muddatsir, al-Qiyâmah,
dan sebagainya
2.
Surat-surat Madaniyah murni, yaitu
surat-surat Madaniyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyah
semua, tidak ada satupun yang Makkiyah. Contohnya surat Ali ‘Imron, al-Nisâ
dan lain sebaginya
3.
Surat-surat Makkiyah yang berisi ayat Madaniyah,
yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyah,
sehingga berstatus Makkiyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang
berstatus Madaniyah. Contohnya surat al-A’râf yang hampir keseluruhannya
Makkiyah, kecuali ayat 163-171 termasuk Madaniyah.
4.
Surat-surat Madaniyah yang berisi ayat
Makkiyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah
Madaniyah, sehingga berstatus Madaniyah, tetapi di dalamnya ada
sedikit ayatnya yang berstatus Makkiyah. Contohnya surat al-Hajj yang
hampir keseluruhannya Madaniyah, kecuali ayat 51- 55 termasuk Makkiyah.
Adapun surat-surat
Madaniyah ada dua puluh delapan surat, yaitu :
1.
Al-Baqorah
2.
Ali Imron
3.
An-Nisa
4.
Al-Maidah
5.
Al-Anfal
6.
At-Taubah
7.
Aro’du
8.
Al-Hajj
9.
An-Nur
10.
Al-Ahzab
11.
Muhammad
12.
Al- Fath
13.
Al-Hujrat
14.
Ar-Rahman
15.
Al-Hadid
16.
Al-Mujadilah
17.
Al-Hasyer
18.
Al-Mumtahanah
19.
Ash-Shof
20.
Al-Jumu’ah
21.
Al-Munafikun
22.
Al-Tagobun
23.
Ath-Tholaq
24.
At-Tahrim
25.
Al-Insan
26.
Al-Bayinah
27.
Al-Zalzalah
28.
An-Nashr
Kemudian, selain surat-surat yang
telah disebutkan di atas termasuk ke dalam kategori surat Makkiyah yang
semuanya berjumlah delapan puluh empat surat.
C.
Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama telah menetapkan
karakteristik Makkiyah dan Madaniyah sebagai berikut :
1)
Karakteristik Makkiyah
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki Makkiyah
di antaranya :
a.
Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata كلّا Kata ini dipergunakan untuk memberi
peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala.
b.
Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat
sajdah termasuk Makkiyah, yang menurut sebagian ulama jumlahnya ada 16
ayat.
c.
Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah
para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makkiyah, kecuali surat
al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyah. Adapun surat
al-Ra’d yang masih diperselisihkan.
d.
Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah
Nabi Adam dan Iblis termasuk Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah yang
tergolong Madaniyah.
e.
Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad,
alphabet (tahjjiy) ditetapkan sebagai
Makkiyah, kecuali al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud
di antaranya ك ي ه ص ع, ط ه س ي, ح م, dll.
f.
Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada
Allah SWT dan hari kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu,
ayat-ayat Makkiyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para
malaikat serta argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti
rasional dan ayat-ayat kauniyah.
g.
Membantah argumen-argumen kaum musyrikin dan
menjelaskan kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka.
h.
Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan
berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan
kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa,
harta, akal, dan keturunan.
i.
Kalimatnya singkat padat disertai kata-kata
yang mengesankan sekali, surat dan ayatnya pendek-pendek, kecuali sedikit yang
tidak.
2)
Karakteristik Madaniyah
Seperti halnya dalam Makkiyah,
Madaniyah pun mempunyai karakteristik :
1. Setiap surat yang berisi
kewajiban atau had.
2. Setiap surat yang di dalamnya
terdapat dialog dengan Ahli Kitab.
3. Setiap
surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan
kenegaraan, termasuk Madaniyah.
4. Setiap
surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang,
hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyah.
5. Setiap
surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyah,
kecual surat al-Ankabût yang di turunkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama
dari surat tersebut yang termasuk Madaniyah dan ayat-ayat tersebut
menjelaskan perihal orang-orang munafik.
6. Menjelaskan
hukum-hukum ‘amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti
shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain.
5. Sebagian
surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya
bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.
D.
Hikmah Mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
Manna Khalil al-Qaththan dalam bukunya menerangkan beberapa hikmah
mengetahui ilmu Makkiyah dan Madaniyah diantaranya sebagai
berikut[4]:
a)
Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan
al-Qur`an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu
memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun
yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus.
Berdasarkan hal itu seorang mufassir dapat membedakan antara ayat yang nasikh
dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
b)
Meresapi gaya bahasa al-Quran dan
memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah SWT, sebab setiap
situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh
situasi merupakan arti paling khusus dalam retorika. Karakteristik gaya bahasa makkiy
dan madaniy dalam al-Quran pun memberikan kepada orang yang
mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah SWT yang
sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaannya
serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.
c)
Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an, sebab turunnya
wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya,
baik dalam periode Mekah maupun Madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga
ayat terakhir diturunkan, al-Qur`an adalah sumber pokok bagi kehidupan
Rasulullah SAW.
Selain dari
yang telah diterangkan diatas, masih banyak sekali hikmah mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah. Dalam hal ini, al-Zarqani di dalam
kitabnya manahil al-’irfan menerangkan sebagian daripada hikmah ilmu-ilmu ini, diantaranya
sebagai berikut[5] :
a.
Dengan ilmu ini kita dapat membedakan dan
mengetahui ayat yang mana yang mansukh dan nasikh. Yakni apabila
terdapat dua ayat atau lebih mengenai suatu masalah, sedang hokum yang
terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dapat diketahui bahwa
ayat yang satu Makkiyah, sedang ayat lainnya Madaniyah; maka
sudah tentu ayat yang Makkiyah itulah yang di nasakh oleh ayat yang Madaniyah,
karena ayat yang Madaniyah adalah yang terakhir turunnya.
b.
Dengan ilmu ini pula, kita dapat mengetahui
Sejarah Hukum Islam dan perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dan dengan
demikian, kita dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap ketinggian
kebijaksanaan islam di dalam mendidik manusia baik secara perorangan maupun
secara masyarakat.
c.
Ilmu ini dapat meningkatkan keyakinan kita
terhadap kebesaran, kesucian, dan keaslian al-Quran, karena melihat besarnya
perhatian umat islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
al-Quran, sampai hal yang paling detail sekalipun, sehingga mengetahui
ayat-ayat yang turun sebelum hijrah dan sesudahnya, ayat-ayat yang diturunkan
pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang
turun pada waktu Nabi sedang dalam bepergian atau perjalanan, ayat-ayat yang
turun pada malam hari dan siang hari, dan ayat-ayat yang turun pada musim panas
dan musim dingin dan sebagainya.
Dengan demikian, maka siapapun yang
ingin berusaha merusak kesucian dan keaslian al-Quran pastilah segera diketahui
oleh umat islam.
Dr. Shubhi al-Shalih dalam bukunya Mabahits
fi Ulum al-Qur’an menyatakan, bahwa dengan Ilmu al-Makky wa al- Madany kita dapat mengetahui fase-fase
(marhalah) dari dakwah islamiah yang di tempuh oleh al-Quran secara
berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, kondisi masyarakat pada waktu
turunnya ayat-ayat al-Qur’an, khususnya masyarakat Mekah dan Madinah. Demikian
pula, dengan ilmu ini kita dapat mengetahui uslub-uslub / style-style bahasanya
yang berbeda-beda, karena ditunjukkan pada golongan-golongan yang berbeda,
yakni orang-orang mukmin, orang-orang musyrik, dan
orang-orang ahlul kitab, demikian pula orang-orang munafik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makkiyah adalah ayat/surat yang
diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunya di luar Mekah
Sedangkan Madaniyah adalah surat atau ayat yang di turunkan
sesudah Nabi hijrah, meskipun turunnya di Mekah. Definisi terakhir inilah yang
termasyhur (popular), karena mengandung pembagian Makkiyah dan Madaniyah
secara tepat. Meskipun definisi terakhir ini di pandang paling sahih, namun
secara objektif harus diakui bahwa ketiga definisi ini mengandung tiga unsur
yang sama yaitu masa, lokasi dan sasaran ayat atau surat yang di turunkan.
Para ulama membagi surat-surat
al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Namun dari
keduanya ada yang murni Makkiyah dan murni Madaniyah serta ada
surat Makkiyah yang sebagian ayatnya Madaniyah, begitu juga
sebaliknya ada surat Madaniyah yang sebagian ayatnya Makkiyah.
Secara umum karakteristik surat-surat Makkiyah lebih menekankan pada
sisi ‘aqidah untuk manusia, karena pada waktu itu penduduk Mekah masih
dalam keadaan jahil dengan maraknya kesyirikan. Sedangkan surat-surat Madaniyah
mempunyai karakteristik lebih menekankan pada sisi mu’amalah atau
masalah syar’iyyah.
Beberapa hikmah mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah yang
disebutkan oleh Manna Khalil al-Qaththan, diantaranya adalah untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan
al-Qur`an, meresapi gaya bahasa al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode
dakwah menuju jalan Allah SWT serta mengetahui sejarah hidup Nabi melalui
ayat-ayat Qur`an.
DAFTAR PUSTAKA
al- Quran al- Kariim.
al-Qaththan, Manna
Khalil. 2004 . Studi Ilmu-Ilmu al-Quran. Jakarta : Pustaka Litera
AntarNusa. Cetakan ke-8.
Supiana, dkk .
2002 . Ulumul Quran. Bandung : Pustaka Islamika.. Cetakan pertama.
[2] Supiana dan M.Karman. Ulumul Quran. Bandung : Pustaka Islamika.
2002. Cetakan pertama. Hal 100-103.
[4] Manna Khalil al-Qaththan. Studi Ilmu-Ilmu al-Quran. Jakarta :
Pustaka Litera AntarNusa. 2004. Cetakan ke-8. Hal. 81-82
[5] Supiana dan M.Karman. Ulumul Quran. Bandung : Pustaka Islamika.
2002. Cetakan pertama. Hal 103-104.
Jazakallah khairan
BalasHapusWaiyyak akhi, Semoga bermanfaat :)
HapusTERIMAKASIH PENJELASANNYA, DAN MOHON IZIN MENCOPYNYA
BalasHapus