SEJARAH NIH
KONSEPSI LIBERALISASI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Virus
liberalisasi saat ini semakin melebarkan sayapnya. Jika dulu, liberalisasi
hanya disebarkan ke ranah pemikiran agama, kini virus tersebut sudah
menggerogoti setiap urat saraf nilai-nilai keIslaman. Pendidikan misalnya.
Pendidikan adalah salah satu sendi terpenting dalam Agama Islam. Mungkin atas
pandangan inilah kaum liberal menganggap perlu meliberalkan dunia pendidikan. Fenomena
ini di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak
awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur
didalamnya.
Berbagai kasus
pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya
westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika,
Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan
internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan
menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun
langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi
liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan
peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariatIslam. Selanjutnya Barat
berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di
negeri-negeri Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan
memahami apa yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sepilis)
di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan
membahas tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep terbentuknya
Ideologi Liberalisasi Pendidikan ?
2. Apa tujuan Pendidikan dalam Ideologi
Liberalisasi Pendidikan ?
3. Apa peranan Sekolah dalam Ideologi
Liberalisasi Pendidikan ?
4. Model Liberalisasi Pendidikan Islam
?
C. Tujuan Penulisan
Adapuntujuan
yang ingindicapaidari penulisan makalahiniadalahuntuk Mengetahui Konsepsi
Liberalisme Pendidikan
D.
Metodologi Penulisan
Penulisan makalah yang
dilakukan oleh penulis menggunakan metode library research dengan mencari dan
mengumpulkan data-data ilmiah yang relevan dan objektif dengan tema yang
dibahas terutama yang terdapat dalam buku-buku karangan para‘Ulama dan ahli pendidikan (Tarbiyyah), para
salaf al-shalih serta buku-buku pendidikan (Tarbiyyah) kontemporer saat ini,
karena penulisan makalah ini sangat erat kaitannya dengan pembahasan yang terdapat pada buku tersebut.
BAB
II
KONSEPSI
LIBERALISASI PENDIDIKAN
A. Ideologi Liberalisasi Pendidikan
Dalam sudut pandang liberal terdapat
tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu
liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan.
Penjelasan ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Liberalisme Pendidikan
Secara etimologi liberalisme pendidikan
terdiri dari dua suku kata yaitu “liberalisme” dan “pendidikan”. Kedua kata
tersebut memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia liberalisme adalah usaha
perjuangan menuju kebebasan.[1]
Dan dalam istilah asing liberalisme diambil dari bahasa Inggris, yang berarti
kebebasan. Kata ini kembali kepada kata “liberty” dalam bahasa Inggrisnya ,
atau “liberte” menurut bahasa Perancis, yang bermakna bebas.
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry mendefinisikan
liberalisme sebagai paham yang menekankan kebebasan individu atau partikelir,
filsafat sosial politik, dan ekonomi yang menekankan atau mengutamakan
kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian, produksi, konsumsi,
tukar-menukar, dan bersaing serta hak milik partikelir (swasta) terhadap semua
macam barang.[2]
Syaikh Sulaiman al-Khirasy menyebutkan, liberalisme adalah
madzhab pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu. Madzhab ini memandang,
wajibnya menghormati kemerdekaan individu, serta berkeyakinan bahwa tugas pokok
pemerintah adalah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan
berfikir, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan kepemilikan pribadi,
kebebasan individu, dan sejenisnya.[3]
Kemudian pendidikan kalau ditinjau secara universal
menurutHasan lazimnya akan didefinisikan menjadi dua bentuk. Pertama,pendidikan
merupakan proses pewarisan, penerusan dan inkulturasi dan sosialisasi perilaku
sosial dan individu yang telah menjadi model anutan masyarakat secara baku. Kedua,
pendidikan merupakan suatu upaya fasilitas yang memungkinkan terciptanya
situasi atau lingkungan dimana potensi-potensi dasar anak dapat berkembang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman di mana mereka harus survive.
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, kata pendidikan
didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang banyak
dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing. Sekalipun demikian, pada
dasarnya semua pandangan berbeda itu bertemu dalam suatu kesimpulan awal bahwa
pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.[4]
Liberalisme pendidikan memiliki tiga corak utama, yaitu :
a. Liberalisme metodis, yaitu
bersifat non ideologis dan memusatkan diri pada cara-cara baru dan cara-cara
yang telah diperbaiki untuk melancarkan pencapaian sasaran-sasaran pendidikan
yang ada sekarang. Penganut kaum liberalisme metodis, mengambil sikap bahwa
metode-metode pengajaran (cara-cara belajar-mengajar) harus disesuaikan dengan
zaman supaya mencakup renungan-renungan psikologis baru dan hakikat belajar
manusia.
b. Liberalisme direktif
(liberalisme terstruktur), pada dasarnya kaum liberal direktif menginginkan
pembaharuan mendasar dalam tujuan sekaligus dalam hal cara kerja
sekolah-sekolah sebagaimana ada sekarang. Mereka menganggap bahwa wajib belajar
adalah perlu. Kemudian juga diperlukan kepiawaian memilih beberapa keperluan mendasar
tertentu serta mengajukan penetapan lebih dulu tentang isi pelajaran-pelajaran
yang akan diberikan pada siswa.
c. Liberalisme non-direktif(libealisasi
pasar bebas). Kaum liberalisme non-direktif sepakat dengan pandangan bahwa
tujuan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara
radikal dari orientasi orotiratian tradisional ke arah sasaran pendidikan yang
mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalah sendiri secara efektif.
2. Liberasionisme Pendidikan
Dalam pandangan kaum liberasionis, sasaran puncak pendidikan
adalah berupa penanaman pembangunan kembali masyarakat mengikuti alur yang
benar-benar berkemanusiaan (humanistik). Sepenuhnya menekankan pada
potensi-potensi khas setiap orang sebagai makhluk manusia. ‘Oniel berpendapat,
terdapat tiga corak dalam liberasionisme pendidikan yaitu liberasionisme
reformis, liberasionisme radikal, dan liberasionisme revolusioner.
Aliran liberasionisme reformis relatif konservatif dan
merupakan gerakan yang menuntut keadilan (hak-hak setara dan peran serta) dalam
sistem yang ada. Sedangkan liberasionisme radikal menggunakan sekolah-sekolah
untuk mengkritik dan membangun kembali dasar-dasar kebudayaan. Berusaha secara
radikal memperbaiki lembaga-lembaga tertentu yang paling fundamental dalam
menyangga masyarakat. Adapun liberasionisme pendidikan dalam pandangan ‘Oniel
adalah menganggap bahwa –karena sekolah-sekolah adalah lembaga yang melayani
kepentingan-kepentingan budaya pada umumnya dan karena budaya itu sendiri
adalah kekuatan pendidikan utama dalam kehidupan anak, sekolah-sekolah tidak
dapat berharap secara realistis untuk membangun kembali masyarakat melalui
kritik internal apapun juga terhadap praktik-praktik yang ada.[5]
3. Anarkisme Pendidikan
Anarkisme pendidikan adalah sudut pandang yang membela
pemusnahan seluruh kekangan kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai
jalan untuk mewujudkan potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan
sepenuhnya. Dalam pandangan ‘Oniel terdapat tiga corak anarkisme pendidikan
yaitu : 1) Anarkisme taktis. Kaum anarkisme taktis merasa bahwa masyarakat
mendidik individu secara jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan
sekolah-sekolah yang sejenisnya. 2) Anarkisme revolusioner. Kaum Anarkisme
revolusioner menganggap sekolah-sekolah sebagai alat (dari) budaya yang
dominan. Lantaran itu, sekolah bukan saja tak berguna sebagai gugus depan
pembaharuan/perombakan sosial yang punya arti penting. Sekolah-sekolah tersebut
dalam pandangan mereka malah menjadi para penjaga gerbang utama status quo
kemapanan. 3) Anarkisme Utopis, yang membayangkan terciptanya sebuiah
masyarakat yang bebas dan terbatas dari seluruh kekangan kelembagaan apapun
juga.
Secara umum
anarkisme pendidikan memiliki ciri-ciri pemikiran gerakan yaitu : 1) menganggap
bahwa pengetahuan adalah sebuah keluaran sampingan (by product) alamiah
dari kehidupan sehari-hari. 2) menganggap kepribadial individual sebagai sebuah
nilai yang melampaui tuntutan-tuntutan masyarakat manapun. 3) menekankan
pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam latar belakang sosial yang
bebas dan humanistik (berorientasi pada pribadi). 4) Menganggap pendidikan
sebagai sebuah fungsi alamiah dari kehidupan sehari-hari dalam lingkungan
sosial yang rasional dan produktif. 5) memusatkan kepada perkembangan sebuah
‘masyarakat pendidikan’ yang melenyapkan atau secara radikal meminimalisir
keperluan akan adanya sekolah-sekolah formal, juga seluruh kekangan lembaga
lainnya atas prilaku personal.
Dari beberapa definisi liberal
diatas dapat kita simpulkan bahwa
liberalisme adalah isme atau paham yang mengedepankan akal dalam suatu
pemikiran atau pendapat. Yang mana liberalisme ini pada hakikatnya berasal dari
tiga asas utama, yaitu : 1) Kebebasan. 2) Individualisme. 3) Rasionalis
(‘aqlani atau mendewakan akal).[6]
Asas pertama, Kebebasan : Yang dimaksud dengan asas ini
adalah setiap individu bebas untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum
sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Alloh Subhanahu wa Ta’ala.Padahal Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ö@è%¨bÎ)ÎAx|¹Å5Ý¡èSury$uøtxCurÎA$yJtBur¬!Éb>utûüÏHs>»yèø9$#ÇÊÏËÈwy7ΰ¼çms9(y7Ï9ºxÎ/urßNöÏBé&O$tRr&urãA¨rr&tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$#ÇÊÏÌÈ
Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah)".(QS. Al- An’am [6] : 162-163)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga
berfirman :
¢OèOy7»oYù=yèy_4n?tã7pyèΰz`ÏiBÌøBF{$#$yg÷èÎ7¨?$$sùwurôìÎ7®Ks?uä!#uq÷dr&tûïÏ%©!$#wtbqßJn=ôèt
Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu). Maka ikutilah syariat
itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Qs.
Al Jatsiyah [45] : 18)
Asas Kedua, Individualism
(al-Fardiyah) : dalam hal ini meliputi dua pengertian.
Pertama, dalam pengertian ananiyah
(keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran
masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi.
Kedua, dalam pengertian kemerdekaan
pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan
pragmatisme.[7]
Asak Ketiga, yaitu rasionalisme
(aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan
mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.[8]Didalam
Islam akal adalah sebuah nikmat anugerah Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang sangat
besar, dan ini pulalah yang membuat manusia itu istimewa dan mulia dibandingkan
dengan makhluk yang lainnya. Alloh menyuruh manusia untuk menggunakan kemampuan
berfikir ini sebaik-baiknya, baik berfikir tentang manusia itu sendiri atau
tentang alam semesta ini.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:[9]
öNs9urr&(#rã©3xÿtGtþÎûNÍkŦàÿRr&3$¨Bt,n=y{ª!$#ÏNºuq»uK¡¡9$#uÚöF{$#ur$tBur!$yJåks]øt/wÎ)Èd,ysø9$$Î/9@y_r&urwK|¡B3¨bÎ)ur#ZÏVx.z`ÏiBĨ$¨Z9$#Ç!$s)Î=Î/öNÎgÎn/utbrãÏÿ»s3s9ÇÑÈ
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri
mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan
Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan
dengan Tuhannya.” (QS. Ar-Rum [30] : 8)
Pun demikian halnya dengan permasalahan
kebebasan (liberalisasi) dalam hal pendidikan, tentu sudah diatur didalam
Islam. Sehingga kebebasan didalam masalah pendidikan sangat tidak sesuai dengan
ajaran Islam.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
óOÏ%r'sùy7ygô_urÈûïÏe$#Ï9$ZÿÏZym4|NtôÜÏù«!$#ÓÉL©9$#tsÜsù}¨$¨Z9$#$pkön=tæ4w@Ïö7s?È,ù=yÜÏ9«!$#4Ï9ºsÚúïÏe$!$#ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9urusYò2r&Ĩ$¨Z9$#wtbqßJn=ôètÇÌÉÈ
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. Ar-Rum [30] : 30)
Fitrah yang disebutkan dalam ayat diatas mengandung
implikasi kependidikan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi dasar berupa
agama yang benar dan lurus (al-din al-qayyim), yaitu agama Islam.
Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun atau lingkungan apa pun,
karena fitrah itu merupakan ciptaan Alloh yang tidak akan mengalami perubahan,
maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.[10]
B. Tujuan
Pendidikan Dalam Ideologi Liberalisasi Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang
hayat, setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia
berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab manusia tanpa pendidikan
manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian
pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas dan mampu bersaing, disamping memiliki budi pekerti yang baik.
Menurut Soetopo, agar mencapai target
tersebut bukan tugas yang ringan, tetapi perlu rancangan dan arah yang jelas
dari proses pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, tidak salah setiap proses
pendidikan dari awal telah memiliki atau menentukan tujuan agar target yang
diharapkan dapat terwujud. Namun, walaupun demikian bukan berarti setiap
pendidikan yang digalakan antara yang satu dengan yang lain memiliki tujuan
yang sama. Melainkan, tergantung orientasi dari masing-masing pendidikan yang semuanya dapat dipengaruhi baik oleh
zaman, budaya, dan pandangan hidup.
Selain itu, ada juga ahli didik yang
menitik beratkan kepada ketuhanan atau agama. Semua pendidikannya diarahkan
agar anak didik selalu berbakti kepada tuhannya dan untuk mempersiapkan untuk hidup diakhirat
nanti.
Sebaliknya, menurut Soetopo banyak
pula orang yang lebih mengutamakan
keduniawian mereka mendidik anak untuk dapat dan sanggup hidup didunia yang
penuh dengan rintangan dan kesukaran., yang harus diatasinya, untuk dapat
mencapai kebahagian hidupnya.
Di tinjau dari sudut pandang anak didik
sebagai mahluk individu dan masyarakat,
muncul apa yang disebut sebagai
pendidikan individual dan pendidikan kemasyarakatan. Atas dasar itu, terdapat
dua tokoh yang memiliki pandangan berbeda mengenai tujuan pendidikan tersebut.
Misalnya, J.J Rousseau lebih memntingkan pendidikan individual dari pada
masyarakat. Dia berpendapat bahwa manusia itu ketika dilahirkan adalah baik,
suci, dan kebanyakan anak itu menjadi rusak karena
manusia itu sendiri atau karena masyarakat.
Berbeda dengan itu, John Dewe, seorang
ahli filsafat dan ahli didik bangsa amerika berpendapat bahwa pendidikan
kemasyarakatan lebih penting dari pendidikan individual. Tujuan pendidikan
menurut Dewe adalah membentuk manusia untuk menjadi warga Negara yang baik.[11]
Menurut John Dewe, tujuan pendidikan
dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu means dan ends. Means
merupakan tujuan yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai ends. Means
adalah tujuan “antara”, sedangkan ends adalah “tujuan”. Dari kedua kategori ini
tujuan pendidikan harus memiliki tiga criteria, yaitu (1) Tujuan harus dapat
menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang sudah ada; (2)
Tujuan itu harus fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan;(3) Tujuan
itu harus mewakili kebebasan aktifitas.[12]
Omar Muhammad al-Toumy
al-Syaibanimemperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan
membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
1. Tujuan
Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan
pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya. Tujuan ini menyangkut
perubahan-perubahan yang diinginkan pada tingkah laku mereka, aktifitas dan
pencapaiannya, pertumbuhan kepribadian
dan persiapan mereka di dalam menjalani kehidupannya di dunia dan di akhiat.
2. Tujuan
sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara
keseluruhan. Tujuan ini menyangkut kehidupan anak didik dalam bermasyarakat.
3. Tujuan
professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebgaia ilmu,
sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara
aktifitas-aktifitas yang ada di dalam masyarakat.[13]
Sedangkan Langeveld seperti di kutip
Hindayat Seotopo mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:
a. Tujuan
Umum (tujuan sempurna, tujuan akhir, dan tujuan bulat), yaitu tujuan di dalam
pedidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik lain.
b. Tujuan-tujuan
tak sempurna yaitu, tujuan mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu
dan hendak di capai dengan pendidikan, yaitu segi-segi yang berhubungan dengan
nilai-nilai kehidupan tertentu, seperti keindahan, kesusilaan, keagamaan,
kemasyrakatan, seksual, kecerdasan dan social.
c. Tujuan-tujuan
sementara, merupakan tempat penghentian sementara pada jalan yang menuju tujuan
umum. Seperti, anak-anak di latih untuk belajar kebersihan, belajar berbicara,
belajar berbelanja, belajar bermain bersama teman-temannya.
d. Tujuan-tujuan
perantara, yaitu tujuan yang bergantung pada tujuan-tujuan sementara. Umpamanya
tujuan semetara ialah anak didik harus belajar membaca dan menulis.
e. Tujuan
insidental, yaitu tujuan yang hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan
saat-saat terlepas pada jalan menuju kepada tujuan umum.
Seperti halnya tujuan-tujuan pendidikan
sebagaimana telah di utarakan di atas, aliran-aliran atau idiologi-idiologi
liberalisasi pendidikan memiliki pandangan masing-masing dalam menentukan
tujuan pendidikan. Aliran liberalisme pendidikan bependapat bahwa tujuan
pendidikan secara keseluruhan adalah untuk mempromosikan prilaku personal yang
efektif. Bagi pemegang aliran liberasionisme pendidikan, tujuan utama
pendidikan adalah untuk mendorong pembaharuan-pembaharuan sosial yang perlu,
dengan cara memaksimalkan kemerdekaan personal di dalam sekolah, serta dengan
cara membela kondisi-kondisi yang lebih manusiawi dan memanusiakan di dalam
masyarakat secara umum.
Sementara itu, aliran anarkisme
pendidikan berargumen bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membawa
pembaharuan atau perombakan berskala besar dan segera, di dalam masyarakat,
dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.[14]
Beberapa argumen dari aliran-aliran
pendidikan tersebut hanya berpandangan secara parsial dalam penyelesaian
permasalahan tujuan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan islam yang
universal adalah membentuk kepribadian
anak didik yang kuat jasmani, rohani dan nafsaniyah (jiwa), yakni kepribadian muslim yang dewasa.[15]
C.
Peranan
Sekolah Dalam Ideologi Liberalisasi Pendidikan
Sekolah adalah
lembaga pendidikan yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur
tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari
kurikulum-kurikulum yang bertingkat.Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk
belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dari dua
pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa besarnya peran sekolah dalam
pengajaran kurikulum pendidikan kepada peserta didik. Mengingat besarnya peran
sekolah, maka sangat perlu adanya kurikulum yang sesuai dengan konsep dasar
Islam, yaitu Al Quran dan As-Sunnah. Agar nantinya peserta didik dapat
membentengi diri dari hal-hal yang merusak pendidikan itu sendiri.
Sekolah secara
berangsur-angsur mengubah anak manja menjadi orang dewasa yang
bertanggungjawab. Sekolah mengambil anak dari temannya, melalui
tingkatan-tingkatan yang ditetapkan dengan seksama, di bawa ke suatu prototipe
dunia pekerjaan. Mereka menamatkan anak yang sempurna dan meluluskan orang yang
sempurna.
Dalam memandang arti penting sekolah para
penganut aliran liberalisasi pendidikan memiliki pendapat yang berbeda-beda,
diantaranya aliran anarkisme pendidikan berpendapat bahwa sistem persekolahan
formal harus dihapuskan sepenuhnya dan diganti dengan sebuah pola belajar
sukarela serta mengarahkan diri sendiri; akses yang bebas dan universal ke
bahan-bahan pendidikan serta kesempatan-kesempatan belajar mesti disediakan
namun tanpa sistem pengajaran wajib. Sementara itu aliran liberalisasi
pendidikan lain yang masih menganggap arti penting peranan sekolah mengatakan
bahwa peranan atau sasaran berdirinya sekolah adalah :
a. Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang
diperlukan oleh siswa untuk belajar secara efektir bagi dirinya sendiri.
b.
Untuk mengajar para siswa bagaimana cara memecahkan masalah praktis lewat
penerapan tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok
yang didasarkan pada metode-metode ilmiah rasional.
c. Sementara
itu aliran liberasionisme pendidikan mendasari perlunya pendirian sekolah
dengan tiga alasan utama yaitu :
1.
Untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan pembaharuan
atau perombakan sosial.
2.
Untuk menyediakan informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan siswa
supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
3.
Untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan masalah-masalah
praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian masalah secara individual
maupun kelompok yang didasari oleh metode-metode ilmiah rasional.
Dari
pendapat-pendapat di atas, kita berpendapat penting adanya sekolah atau lembaga
pendidikan agar proses pendidikan lebih teratur dan terarah. Namun kita juga
tidak membatasi pendidikan hanya di dalam sekolah saja, akan tetapi pendidikan
dapat diperoleh kapan dan di mana saja supaya ilmu lebih luas dan berkembang.
D. Model Liberalisasi Pendidikan Islam
Penggunaan kata
liberalisasi pendidikan ini merupakan suatu konsep teoritis- praktis dalam
mendesain model pendidikan yang mengusung nilai-nilai humanis, demokratis, dan
membebaskan.
Apabila mengacu
pada nilai-nilai ajaran islam, maka mendesain format leiberalisasi pendidikan
Islam merupakan suatu keniscayaan yang dapat terbukti dan mendapat legitimasi
pembenaran. Esensi ajaran Islam sejak semula telah memberikan panduan atau
gambaran implisit yang berhubungan dengan perlunya desain leberalisasi
pendidikan Islam.
Legitimasi
tersebut seperti tertuang dalam ajaran-ajaran Islam yang menjunjung tinggi
nilai-nilai persamaan dan kesempatan yang sama dalam mencari ilmu. Seperti
pernyataan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam suatu hadist yang
mengatakan bahwa Islam tidak membedakan keutamaan manusia hanya karena atau
suku bangsanya seperti antara orang Arab dan non Arab, namun yang membedakan
keutamaan mereka adalah derajat kualitas takwanya.
Ajaran Islam
memberikan kebebesan pada seseorang untuk mencari ilmu sesuai dengan bakat dan
minatnya tanpa harus ada intimidasi atau dorongan lain yang dapat menghadang
bakat dan karakternya. Tentunya pembebesan tersebut tidak hanya dapat
menimbulkan manfaat dan kemaslahatan bagi kehidupan dunia individunya,
melainkan juga pada kehidupan akhiratnya. Hal itu sekaligus menunjukan
legitimasi bahwa jalan takwa kepada Allah SWT beragam dan banyak.[16]
Namun kebebasan
tersebut tidak berarti menjadikan semua model pendidikan di perbolehkan untuk
di terapkan dalam metode pembelajaran, akan tetapi kebebasan yang di maksud
adalah kebebasan metode dalam mencapai tujuan yang ingin di capai dalam proses
pendidikan untuk mengembangkan kualitas
peserta didik.
Begitu juga
untuk memngembangkan pendidikan Islam diperlukan landasan-landasan yang kokoh
dan dapat di pertanggungjawabkan baik secara ilmiah, teknologi maupun
etik-religius. Seperti bagaimana mengembangkan pendidikan Islam sehingga
memiliki kontribusi yang signifikan bagi pembangunan masyarakat dan
pengembangan, bagaimana mengembangkan medel-medel pendidikan Islam yang lebih
kreatif dan inovatif, dengan tetap
komitmen terhadap dimensi-dimensi fondasionalnya sebagai landasan pijak bagi
pengembangan pendidikan Islam, dan bagaimana menggali masalah-masalah operasional dan actual pendidikan Islam untuk dibidik
dari dimensi-dimensi fondasional dan setrukturalnya; serta bagaimana
mengembangakan pemikiran pendidikan Islam sebagaimana tertuang dan terkandung
dalam literatur-literatur pendidikan Islam.[17]
Untuk melakukan
formulasi liberalisasi pendidikan agama Islam maka terdapat pemikiran-
pemikiran pendidikan yang nantinya mempengaruhi konsep pendidikannya.
Pemikiran-pemikiran dalam menggagas liberalisasi pendidikan tersebut
terformulasi dalam berbagai model pendidikan, yaitu;
1)
Pendidikan
Islam yang humanis.
Paulo
Freire sebagai tokoh yang menyerukan pendidikan yang humanis, dasar
pemikirannya tidak terlepas dari perspektif ontologism manusia. Menurutnya,
manusia secara fitroh merupakan mahluk yang dapat berfikir kritis, bersikap
kritis serta mampu membaca dan mengubah realitas dunia. Dia menempatkan manusia
(baik guru/murid) sebagi subjek pendidikan. Jauh sebelum ini ajaran islam telah
lebih dahulu menyampaikan hal tersebut.
2)
Pendidikan
Islam yang membebaskan.
Menurut
Freire pembebasan dalam pendidikan yaitu upaya-upaya membebaskan manusia dari
system pendidika yang verbal, serba naïf, membosankan, dan berbudaya otoriter
yang mendikte serta memerintah. Menurutnya praktik-praktik pendidikan seperti
itu dapat mematikan daya kritis dan kreatif manusia itu sendiri. Oleh karena
itu, pendidikan seperti itu harus dihapuskan dan diganti dengan kons ep
pendidikan yang sesuai dengan karakter manusia yang memiliki naluri atau dasar
kebebasan.
Sementara
itu, orientasi pendidikan Freire yang Pro fanistik tidak menyentuh sama sekali
orientasi aspek transedental yang boleh jadi dalam pandangan islam hal itu
merupakan orientasi terpenting. Pemikiran pendidikan Freire masih terlalu
terikat oleh kepentingan dunia semata. Sementara dalam pendidikan Islam konsep
hakiki yang sesuai dengan nilai dalam konsep Islam berorientasi tidak hanya
untuk dunia semata melainkan juga sekaligus untuk meraih kesuksesan,
kebahagiaan, dan kemaslahatan di alam akhirat[18]
BAB. III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Ideologi Liberalisasi Pendidikan
Dalam sudut pandang liberal terdapat
tiga ungkapan yang menjadi konsep terbentuknya liberalisasi pendidikan yaitu
liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan.
Penjelasan ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Liberalisme Pendidikan
Secara etimologi liberalisme
pendidikan terdiri dari dua suku kata yaitu “liberalisme” dan “pendidikan”.
Kedua kata tersebut memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
liberalisme adalah usaha perjuangan menuju kebebasan.
Liberalisme pendidikan memiliki tiga corak utama, yaitu :
a) Liberalisme metodis, yaitu
bersifat non ideologis dan memusatkan diri pada cara-cara baru dan cara-cara
yang telah diperbaiki untuk melancarkan pencapaian sasaran-sasaran pendidikan
yang ada sekarang.
b) Liberalisme direktif
(liberalisme terstruktur), pada dasarnya kaum liberal direktif menginginkan
pembaharuan mendasar dalam tujuan sekaligus dalam hal cara kerja
sekolah-sekolah sebagaimana ada sekarang. Mereka menganggap bahwa wajib belajar
adalah perlu.
c) Liberalisme non-direktif (libealisasi
pasar bebas). Kaum liberalisme non-direktif sepakat dengan pandangan bahwa
tujuan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara
radikal dari orientasi orotiratian tradisional ke arah sasaran pendidikan yang
mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalah sendiri secara efektif.
2. Liberasionisme Pendidikan
Dalam pandangan kaum liberasionis, sasaran puncak pendidikan
adalah berupa penanaman pembangunan kembali masyarakat mengikuti alur yang
benar-benar berkemanusiaan (humanistik). Sepenuhnya menekankan pada
potensi-potensi khas setiap orang sebagai makhluk manusia. ‘Oniel berpendapat,
terdapat tiga corak dalam liberasionisme pendidikan yaitu liberasionisme reformis,
liberasionisme radikal, dan liberasionisme revolusioner.
3. Anarkisme Pendidikan
Anarkisme
pendidikan adalah sudut pandang yang membela pemusnahan seluruh kekangan
kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk mewujudkan
potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan sepenuhnya.
Dari beberapa definisi liberal diatas dapat kita simpulkan bahwa liberalisme adalah
isme atau paham yang mengedepankan akal dalam suatu pemikiran atau pendapat. Yang
mana liberalisme ini pada hakikatnya berasal dari tiga asas utama, yaitu : 1)
Kebebasan. 2) Individualisme. 3) Rasionalis (‘aqlani atau mendewakan akal)
Didalam Islam akal adalah sebuah nikmat anugerah Alloh
Subhanahu wa Ta’ala yang sangat besar, dan ini pulalah yang membuat manusia itu
istimewa dan mulia dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Alloh menyuruh
manusia untuk menggunakan kemampuan berfikir ini sebaik-baiknya, baik berfikir
tentang manusia itu sendiri atau tentang alam semesta ini.
Pun demikian halnya
dengan permasalahan kebebasan (liberalisasi) dalam hal pendidikan, tentu sudah
diatur didalam Islam. Sehingga kebebasan didalam masalah pendidikan sangat
tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum [30]
: 30)
Fitrah yang disebutkan dalam ayat
diatas mengandung implikasi kependidikan bahwa dalam diri manusia terdapat
potensi dasar berupa agama yang benar dan lurus (al-din al-qayyim),
yaitu agama Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun atau
lingkungan apa pun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Alloh yang tidak akan
mengalami perubahan, maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.[19]
B. Tujuan
Pendidikan Dalam Idiologi Liberalisme Pendidikan
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibanimemperjelas
tujuan “antara” dalam pendidikan islam ini dengan membaginya dalam tiga jenis,
yaitu :
1. Tujuan
Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan
pelajaran-pelajdaran yang dipelajarinya. Tujuan ini menyangkut perubahan-perubahan
yang diinginkan pada tingkah laku mereka, aktifitas dan pencapaiannya, pertumbuhan kepribadian dan persiapan mereka
di dalam menjalani kehidupannya di dunia dan di akhiat.
2. Tujuan
sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan social anak didik secara
keseluruhan. Tujuan ini menyangkut kehidupan anak didik dalam bermasyarakat.
3. Tujuan
professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebgaia ilmu,
sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas
yang ada di dalam masyarakat.
Seperti halnya
tujuan-tujuan pendidikan sebagaimana telah di utarakan di atas, aliran-aliran
atau idiologi-idiologi liberalisasi pendidikan memiliki pandangan masing-masing
dalam menentukan tujuan pendidikan. Aliran liberalisme pendidikan bependapat
bahwa tujuan pendidikan secara keseluruhan adalah untuk mempromosikan prilaku
personal yang efektif. Bagi pemegang aliran liberasionisme pendidikan, tujuan
utama pendidikan adalah untuk mendorong pembaharuan-pembaharuan sosial yang
perlu, dengan cara memaksimalkan kemerdekaan personal di dalam sekolah, serta
dengan cara membela kondisi-kondisi yang lebih manusiawi dan memanusiakan di
dalam masyarakat secara umum.
Sementara itu, aliran
anarkisme pendidikan berargumen bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk
membawa pembaharuan atau perombakan berskala besar dan segera, di dalam
masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.[20]
Beberapa argumen dari
aliran-aliran pendidikan tersebut hanya berpandangan secara parsial dalam
penyelesaian permasalahan tujuan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan islam
yang universal adalah membentuk
kepribadian anak didik yang kuat jasmani, rohani dan nafsaniyah (jiwa), yakni kepribadian muslim yang dewasa.[21]
C.
Peranan
Sekolah Dalam Ideologi Liberalisasi Pendidikan
Sekolah
adalah lembaga pendidikan yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok
umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari
kurikulum-kurikulum yang bertingkat. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk
belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dari dua
pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa besarnya peran sekolah dalam
pengajaran kurikulum pendidikan kepada peserta didik. Mengingat besarnya peran
sekolah, maka sangat perlu adanya kurikulum yang sesuai dengan konsep dasar
Islam, yaitu Al Quran dan As-Sunnah. Agar nantinya peserta didik dapat
membentengi diri dari hal-hal yang merusak pendidikan itu sendiri.
D.
Model
Liberalisasi Pendidikan Islam
Pemikiran-pemikiran
dalam liberalisasi pendidikan terformulasi dalam berbagai model pendidikan,
yaitu;
1)
Pendidikan
Islam yang humanis.
Paulo Freire sebagai tokoh yang menyerukan pendidikan yang humanis,
dasar pemikirannya tidak terlepas dari perspektif ontologism manusia.
Menurutnya, manusia secara fitroh merupakan mahluk yang dapat berfikir kritis,
bersikap kritis serta mampu membaca dan mengubah realitas dunia. Dia
menempatkan manusia (baik guru/murid) sebagi subjek pendidikan. Jauh sebelum
ini ajaran islam telah lebih dahulu menyampaikan hal tersebut.
2)
Pendidikan
Islam yang membebaskan.
Menurut Freire pembebasan dalam pendidikan yaitu upaya-upaya
membebaskan manusia dari system pendidika yang verbal, serba naïf, membosankan,
dan berbudaya otoriter yang mendikte serta memerintah. Menurutnya
praktik-praktik pendidikan seperti itu dapat mematikan daya kritis dan kreatif
manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan seperti itu harus dihapuskan
dan diganti dengan kons ep pendidikan yang sesuai dengan karakter manusia yang
memiliki naluri atau dasar kebebasan.
Sementara itu,
orientasi pendidikan Freire yang Pro fanistik tidak menyentuh sama sekali
orientasi aspek transedental yang boleh jadi dalam pandangan islam hal itu
merupakan orientasi terpenting. Pemikiran pendidikan Freire masih terlalu
terikat oleh kepentingan dunia semata. Sementara dalam pendidikan Islam konsep
hakiki yang sesuai dengan nilai dalam konsep Islam berorientasi tidak hanya
untuk dunia semata melainkan juga sekaligus untuk meraih kesuksesan,
kebahagiaan, dan kemaslahatan di alam akhirat[22]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan
Terjemahannya.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Software
Subagja,
Sholeh. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islam. Malang : Madani. 2010.
Syamhudi,
Kholid. http://almanhaj.or.id/content/3129/slash/0/islam-dan-liberalisme/. Diakses pada Rabu 03 April 2014 pukul 20.00 WIB.
Uhbiyati, Nur. Dasar-dasar Ilmu
Pendidikan Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra. 2013.
Haitami Salim, Mohammad dan Kurniawan,
Syamsul. Studi Ilmu
Pendidikan Islam. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media. 2012.
Suharto,
Toto. Filsafat Pendidikan Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.2011.
Majid
Khon, Abdul.Hadits Tarbawi.Jakarta:Kencana.Prenada Media Group.2012.
Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Software.
[2]Lihat Soleh Subagja. Gagasan Liberalisme Pendidikan Islam. Malang :
Madani. 2010. Hal. 49.
[3] Lihat Kholid Syamhudi. http://almanhaj.or.id/content/3129/slash/0/islam-dan-liberalisme/.
Diakses pada Rabu 03 April 2014 pukul 20.00 WIB.
[5]Lihat Soleh Subagja. Gagasan Liberalisme Pendidikan Islam. Malang :
Madani. 2010. Hal. 57-58.
[6]Lihat Kholid Syamhudi. http://almanhaj.or.id/content/3129/slash/0/islam-dan-liberalisme/.
Diakses pada Rabu 03 April 2014 pukul 20.00 WIB.
[7]Ibid.
[8]Ibid.
[9]Lihat Nur Uhbiyati. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan islam. Semarang :
Pustaka Rizki Putra. 2013. Hal. 3.
[10]Lihat Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan
Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. 2012. Hal. 102-103.
[11]Lihat Soleh Subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islam.
Malang:Madani.2010.hal.61.
[12] Lihat Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media.2011.hal.109
[13] Ibid
[14] Lihat Soleh Subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islam.
Malang:Madani.2010.hal.63-64
[15] Lihat Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi.Jakarta:Kencana.Prenada Media
Group.2012.hal 167
[16]Lihat Soleh subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islma. Malang:
Madani.2010. hal.176-177
[17]Lihat Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Raja Grafido Persada.2011. hal.3
[18]Lihat Soleh subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islma. Malang:
Madani.2010. hal.180-184
[19]Lihat Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan
Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. 2012. Hal. 102-103.
[20]Lihat Soleh Subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islam.
Malang:Madani.2010.hal.63-64
[21]Lihat Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi.Jakarta:Kencana.Prenada Media
Group.2012.hal 167
[22]Lihat Soleh subagja. Gagasan Liberalisasi Pendidikan Islma. Malang:
Madani.2010. hal.180-184
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.