MAKALAH ISLAM NIH
KONSEP KETUHANAN - DIROSAH ISLAMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KONSEP KETUHANAN”.
Konsep Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap
agama. Dari konsep Tuhan inilah,
kemudian dijabarkan konsep-konsep lain dalam agama, baik konsep tentang
manusia, konsep tentang kenabian, konsep tentang wahyu, konsep tentang alam,
dan sebagainya. Karena itu, setiap berbicara tentang ”agama”, maka mau tidak
mau, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Tuhannya. konsep Tuhan
dalam Islam, dirumuskan berdasarkan wahyu dalam al-Quran yang juga bersifat
otentik dan final. Konsep Tuhan dalam Islam memiliki sifat yang khas yang tidak
sama dengan konsepsi Tuhan dalam agama-agama lain.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalahini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalahini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TUHAN
Ada dua versi asal kata tuhan, yang pertama adalah
Tuhan berasal dari kata Tuan, lalu yang kedua Tuhan berasal dari bahasa
sansekerta yaitu Tu Hyang, yang artinya Kepala Dewa.
Versi pertama menyatakan pada mulanya kata tuhan hanyalah
“plesetan“ dari kata tuan, dan ini terjadi karena kesalahan seorang Belanda
bernama Leijdecker pada tahun 1678. Peristiwa itu diterangkan secara menarik
oleh Alif Danya Muhsyi di majalah Tiara (1984). Ia menyebutkan bahwa peristiwa
itu terjadi sebagai salah satu gejala paramasuai, yaitu penambahan bunyi “h“
yang nirguna pada kata-kata tertentu, misalnya hembus, hempas, hasut, dan
tuhan.
Sedangkan versi kedua menyebutkan Tuhan berasal dari kata
“Tu“ dan “Hyang“. Hyang sendiri memiliki
beberapa makna, yaitu “Dewa“ atau“Eyang“ yang berarti kakek atau nenek.
Prof. Hamka sendiri menyatakan bahwa Tuhan adalah kata
yang didapat leh Islam dan terus diapakai. Padahal arti asli kalimat Tuhan itu
sama saja dengan dewa. Kebanyakan kata-kata ini berasal dari bahasa sansekerta
dipakai setelah agama Hindu tersiar di Indonesia lalu disambut dan dipakai oleh
Islam, dan telah menjadi bahasa Melayu, selanjutnya menjadi bahasa Indonesia.
Tuhan dalam bahasa Arab disebut illah. Menurut
Ar-Raghib al-Ashfahani, arti dari illah adalah ma’bud (yang di
sembah / yang di ibadahi), berasal dari kata alaha yang artinya ‘abada
(ibadah). Segala sesuatu yang disembah, apapun itu, orang arab menyebutnya ilah.
Dalam tradisi Judea-Kristen, Tuhan didefinisikan sebagai
“tiga omni” (Tiga Maha), yaitu : Omnipotent (maha kuasa) Omnibenevolent
(mahakasih) dan Omniscient (mahatahu). 1
Tuhan dalam Islam ialah Allah, yaitu
Roh Yang Maha sempurna yang menciptakan alam semesta.2Secara etimologis kata Allah (الله)
diderivasi dari kata ilah (إله) yang berarti
menyembah (عبد) (Ibnu Asyur, vol I, 1884: 162).Sedangkan dalam terminologi
Islam, kata Allah merupakan nama Tuhan yang paling agung yang menunjukkan
kepada kemuliaan dan keagungan Tuhan. Kata Allah merupakan ekspresi ketuhanan
yang paling tinggi dalam Islam, selain bermakna kemuliaan dan keagungan, kata
tersebut juga mensyaratkan bahwa kata Allah mewajibkan seluruh bentuk kemuliaan
dan menegasikan segala bentuk kekurangan (Ridho, 1947: 46). Ibnu Asyur memberikan defenisi bahwa kata Allah adalah
nama bagi zat yang wajib wujud yang berhak untuk mendapatkan segala bentuk
pujian (Ibnu Asyur, 1884: 162).
1)
Nashrudin Syarief, MenangkalVirus Islam Liberal, Bandung,
Persis Pers, 2011, Hal 80
2)
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka, 2007, Hal 27
B. KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN ADALAH FITRAH
Mengutip pendapat Rudolf Otto, ahli sejarah berkebangsaan Jerman, Karen
Armstrong menjelaskan, kepercayaan atas adanya tuhan di sebabkan manusia
mempunyai rasa tentang hal gaib (numinous), rasa akan adanya kekuatan
misterius yang melekat dalam setiap aspek kehidupan, dan itulah dasar dari
agama.Salah satu contohnya adalah para petani yang mempunyai
rasa bahwa kesuburan pertanian mereka sangat tergantung pada sesuatu Zat yang
Mahatinggi.4
Dalam Perspektif
Islam, percaya kepada Tuhan merupakan fitrah yang ada dalalm diri
manusia. Sebagaimana di firmankan Allah SWT berikut :
óOÏ%r'sùy7ygô_urÈûïÏe$#Ï9$ZÿÏZym4|NtôÜÏù«!$#ÓÉL©9$#tsÜsù}¨$¨Z9$#$pkön=tæ4w@Ïö7s?È,ù=yÜÏ9«!$#4Ï9ºsÚúïÏe$!$#ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9urusYò2r&Ĩ$¨Z9$#wtbqßJn=ôètÇÌÉÈ
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui[#],
(Q.S Ar-Ruum : 30)
[#] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh
lingkungan.
ö@è%öNä3tF÷uäur&÷bÎ)öNä38s?r&Ü>#xtã«!$#÷rr&ãNä3÷Gs?r&èptã$¡¡9$#uöxîr&«!$#tbqããôs?bÎ)óOçFZä.tûüÏ%Ï»|¹ÇÍÉÈö@t/çn$Î)tbqããôs?ß#ϱõ3usù$tBtbqããôs?Ïmøs9Î)bÎ)uä!$x©tböq|¡Ys?ur$tBtbqä.Îô³è?ÇÍÊÈ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang
siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, Apakah kamu menyeru
(tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!" (Tidak), tetapi
hanya Dialah yang kamu seru, Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu
berdoa kepadanya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan
yang kamu sekutukan (dengan Allah).
(QS.Al-An’am : 40-41)
3)
Nashrudin Syarief, MenangkalVirus Islam Liberal, Bandung,
Persis Pers, 2011, Hal 82
Jadi, jika Wilhelm
Schmidt dan Rudolf Otto dengan teori seperti telah dikutip diatas baru
mengemukakan pada abad 20, maka Al-Quran telah lebih dulu memproklamirkannya
dari sejak 1400-an tahun silam.
Satu hal yang perlu di
catat dalam hal fithrah ini adalah konsistensi dari Al-Quran yang menyebutkan bahwa fithrah itu adalah
tauhid ; meyakini bahwa Allah satu-satunya Tuhan. Jadi, perbedaanya dengan
teori keagamaan yang di kemukakakan oleh para peneliti agama seperti telah di
kutip diatas, Al-Quran tidak membenarkan kepercayaan adanya tuhan selain dari
Allah karena yang dimaksud Fithrah dalam Islam adalah percaya kepada Allah
sebagai satu-satunya tuhan. Artinya, orang yang percaya kepada Tuhan tapi itu selain
Allah, dikategorikan melenceng dari fithrah, menyimpang dari kemanusiawiannya.5
dalam pemahaman seperti inilah
maka Nabi Salallahualaihi Wassalam bersabda :
كل مولود يولد على الفطرة,فابواه يهودانه أو ينصرانه أو
يمجسا نه, كمثله البهيمة تنتج البهيمة, هل ترى فيها جدعاء
“Setiap bayi dilahirkan dalam
keadaan fithrah. Kedua orangtuanyalah yang menjadilan dia Yahudi, Nashrani atau
Majusi. Seperti seekor hewan yang dilahirkan ibunya, adakah kamu melihat
diantaranya yang terpotong hidungnya ?”.6
Keterkaitan antara fithran dengan agama yang dianut sungguh
sangat jelas. Dalam perspektif Islam seorang dalam beragamanya tidak tauhid,
melainkan Yahudi, Kristen, Majusi, dan yang lain-lain maka hal tersebut dinilai
menyimpang dari fithrah.
Dalam hal ini, maka islam
memberikan porsi yang sangat besar berkaitan dengan tauhid ini. Untuk mempertegas
bahwa fitrah manusia itu adalah tauhid, Al-Quran menjelaskan bahwa dari sejak
awal manusia diciptakan, mereka hanya diseru untuk menyembah tuhan yang satu ;
Tauhid.
1)
Nashrudin Syarief, MenangkalVirus Islam Liberal, Bandung,
Persis Pers, 2011, Hal 88
2)
Shahih Al-bukhari, Kitab Al-Janais, No. 1296 dalam
Al-Maktabah Al-syamilah.
ôs)s9ur$uZ÷Wyèt/ÎûÈe@à27p¨Bé&»wqߧÂcr&(#rßç6ôã$#©!$#(#qç7Ï^tGô_$#ur|Nqäó»©Ü9$#(Nßg÷YÏJsùô`¨Byydª!$#Nßg÷YÏBurïƨBôM¤)ymÏmøn=tãä's#»n=Ò9$#4(#rçÅ¡sùÎûÇÚöF{$#(#rãÝàR$$sùy#øx.c%x.èpt7É)»tãúüÎ/Éjs3ßJø9$#ÇÌÏÈ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut
itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul)” (QS. An-Nahl: 36)
Cukup jelas ayat ini menginformasikan bahwa
kalaupun ada penyembah thaghut, itu dikarenakan mereka sesat dan menyimpang.Karena
menurut Al-Quran, Tuhan-tuhan selain
Allah Azzawajal hanyalah buatan dan rekaan orang-orang semata seperti yang
dikuatkan oleh teori Wilhelm
Schmidt yang dikutip diatas.
bÎ)}ÏdHwÎ)Öä!$oÿôr&!$ydqßJçGø®ÿxöNçFRr&/ä.ät!$t/#uäur!$¨BtAtRr&ª!$#$pkÍ5`ÏB?`»sÜù=ß4bÎ)tbqãèÎ7FtwÎ)£`©à9$#$tBuruqôgs?ߧàÿRF{$#(ôs)s9urNèduä!%y``ÏiBãNÍkÍh5§#yçlù;$#ÇËÌÈ
itu tidak lain hanyalah Nama-nama
yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu
keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan
Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.
(QS. An Najm : 23).
Menurut ayat diatas diantara
tuhan-tuhan itu jelas ada perbedaan. Allah Azzawajal, dating langsung
menerangkan dirinya didalam kitabnya dan ajaran baru Rasulnya sementara
Tuhan-Tuhan selain Allah Azzawajal konsepnya di buat-buat sendiri oleh manusia,
dan disanalah letak penyimpanganya.
Jadi Al-Quran sama sekali tidak
bisa menerima dalih ”semua agama adalah sama jalan yang sah menuju tuhan yang
sama”, karena pada faktanya dalam hal Asma ; nama dan konsepsi yang
dikandungnya,Tuhan-tuhan selain AllahAzzawajal jelas sekali sangat berbeda.
C.
Paham-Paham Ketuhanan
Sungguhpun eksistensi Tuhan dipahami mutlak adanya,
tetapi setiap orang mempunyai keyakinan yang berbeda mengenai penjelasan
tentang Tuhan sehingga pro-kontra tentang Tuhan dapat dibedakan sebagai
berikut :
- Teisme: Pemaham-paham
yang meyakini adanya Tuhan
- Agnostisisme: Paham-paham yang
meragukan adanya Tuhan
- Ateisme:Paham-paham yang
menyangkal adanya Tuhan
Berikut paham-paham yang dapat dimasukkan ke salah
satu dari kategori diatas, yaitu :
- Panteisme berarti
"Tuhan adalah segalanya" dan "semuanya adalah Tuhan".
Ini adalah ide hukum alam, keberadaan dan Semesta di representasikan dalam
kaidah agama dengan sebutan Tuhan. Sehingga Tuhan dianggap menyatu
dengan alam.
- Akosmisme menyangkal
realitas dari semesta, dilihat sebagai ultimately illusory (maya), dengan hanya
ketidakterbatasan unmanifest absolute sebagai kenyataan.
- Dualisme sering
dipergunakan bersamaan dengan setan yang muncul di
dalam dunia nyata yang bersaing dengan diri dalam mencari kebenaran
spiritual.
- Gnostisisme adalah sebuah
istilah untuk berbagai pencapaian tujuan utama dalam hidup. Hal ini juga
kadang diasosiakan dengan adanya persaingan antara kegelapan dan cahaya.
D.
Makna Sesungguhnya Di Balik
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila
pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham
mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam
sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah
bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu
persatu kata dari kalimat dari sila pertama ini.
Ketuhanan
berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan
akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk
makna baru. Penambahan awalan ke – dan akhiran – an dapat memberiperubahan
makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat – sifat …. Contoh kalimat :
ia sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata
kepanasan yang bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata
ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an yang
bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat
tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali
yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha”
bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha”
dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti
sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa
Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata
“esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan
yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu”
dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata
“eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu,
maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang telah disampaikan
di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa
bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual
yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan Yang
Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi
yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur /
mulia, bukan Tuhannya. Dan apakah sifat-sifat luhur / mulia (sifat-sifat
Tuhan) itu ? Sifat-sifat luhur / mulia itu antara lain : cinta kasih, kasih
sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan sebagainya.
Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat
melihat bahwa sila pertama dari Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan
bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti
anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas
sifat-sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia.
Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan
bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi
membuka diri bagi agama lain yang dianggap percaya pada banyak Tuhan, atau pun
sistem kepercayaan lainya, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila
NKRI ini adalah sifat-sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang
akan datang dapat membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengajarkan
nilai-nilai luhur dan mulia apa pun jenis kepercayaannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam Perspektif
Islam, percaya kepada Tuhan merupakan fitrah yang ada dalam diri
manusia. Keterkaitan antara fithrah dengan agama yang dianut sungguh sangat
jelas. dalam perspektif Islam, seorang dalam beragamanya tidak bertauhid
melainkan Yahudi, Kristen, Majusi, dan lain sebagainya, maka hal tersebut
dinilai menyimpang dari fitrah. Itu artinya kita sebagai muslim diwajibkan
meyakini tauhid ini dengan sebenar-benarnya, untuk kemudian “menyerang” orang
lain yang masih kafir atau musyrik, beradu argument dengan mereka dan mengajak
mereka untuk kembali pada fithranya.
BAB IV
DAFATAR PUSTAKA
Ø Syarief Nashruddin, Menangkal
Virus Islam Liberal. Bandung: PERSISPRESS,2011
Ø Shahih Al-bukhari, Kitab Al-Janais, No. 1296 dalam
Al-Maktabah Al-syamilah.
Ø W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
2007
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.