REFRENSI
KUMPULAN HADITS TARBAWI
BAB I
POTENSI ANAK
1.
a. Hadits (Al-lu’lu wal Marjan : 1.702)
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ
مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
(وَيُنَصِّرَانِهِ) أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
(بَهِيمَةً جَمْعَاءَ) هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ [فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ] (رواه بخار و مسلم)
1.
b. Terjemahannya
“Abu Hurairah berkata:Nabi
saw.bersabda:Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah,maka
ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi,Nasrani atau Majusi,sebagai
lahirnya binatang yang lahirnya lengkap sempurna.Apakah ada binatang yang
lahir terputus telinganya? Kemudian Abu Hurairah r.a. membaca : Fitratallahi
allati fatharan naasaalaiha,laa tabdila likhalqillahi (Fitrah yang diciptakan
Allah pada semua manusia,tiada perubahan terhadap apa yang diciptakan oleh
Allah.Itulah agama yang lurus”. (Bukhari,Muslim)
1.
c. Komentar
/ Tanggapan
Setiap anak telah memiliki fitrah sejak ia dilahirkan atau
suatu potensi yang telah ada di dalam dirinya, orang tuanyalah yang memiliki
tanggung tawab untuk mendidik dan menjadikan anaknya seperti apa tergantung
kepada kedua orang tuanya. Potensi anak itu sangat bersih bagaikan suatu kertas
putih yang belum tercorat-coret oleh tinta. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali
dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mengibaratkan anak sebagai
permata indah (Jauhar) yang belum diukir, dibentuk dengan ke dalam suatu
rupa. Permata itu merupakan amanat Allah yang dititipkan kepada para orangtua.
Karena itu, menurut Al-Ghazali, orangtua harus memperhatikan fase-fase
perkembangan anaknya dan memberikan pendidikan yang memadai sesuai dengan fase
yang ada agar permata yang diamanatkan kepadanya dapat dibentuk rupa yang
indah.
Apalagi untuk zaman sekarang
orangtua sangat berperan penting dalam mendidik anaknya, sebelum anaknya itu
dimasukan ke sekolah atau anak itu melihat dunia luar yang sangat bebas. Karena
dasar tempat pendidikan utama adalah rumah dan pendidiknya adalah semua
orang-orang yang ada dalam rumah anak tersebut terutama orang tua (Ibu
Bapaknya).
BAB II
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
1.
a. Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْنَعْ
جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ (خَشَبَةً) فِي جِدَارِهِ ثُمَّ يَقُولُ
أَبُو هُرَيْرَةَ مَا لِي أَرَاكُمْ عَنْهَا مُعْرِضِينَ وَاللهِ لَأَرْمِيَنَّ
بِهَا بَيْنَ أَكْتَافِكُمْ (
متفق عليه )
1.
b. Terjemahannya
“Abu Hurairah r.a berkata: “Rasulullah SAW.
bersabda: “Janganlah menolak seorang tetangga pada tetangganya yang akan
menancapkan kayu di temboknya, Kemudian Abu Hurairah berkata: “Mengapakah kamu
mengabaikan keterangan ini, demi allah saya akan memikulkan tanggung jawab atas
ajaran Nabi ini di atas bahumu”. (HR.
Bukhari-Muslim)
1.
c. Komentar
/ Tanggapan
Dalam hadits ini kami belum tahu apa
maksudnya, sehingga hadits ini dijadikan salah satu landasan untuk tanggung
jawab pendidik. Tapi disini kami akan sedikit menebak mungkin tanggung jawab disini
merupakan ajaran Nabi saw untuk umatnya, diharapkan kita jangan mengabaikan
tanggung jawab yang telah diembankan kepada kita, salah satunya tanggung jawab
seorang pendidik kepada peserta didiknya.
Apabila tanggung jawab itu bisa
dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan, Insya Allah ajaran Nabi itu telah
terlaksanakan dengan baik.
BAB III
JUJUR, OBJEKTIF dan CERDAS
1.
a. Hadist
عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي
إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ
وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى
يُكْتَبَ (حَتَّى يَكُونَ) عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا ( متفق عليه )
1.
b. Terjemahannya
Dari Ibnu Mas’ud r.a Nabi saw, beliau bersabda : “Sesungguhnya
kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke
Surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga
ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan
mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan mengiring ke
Neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan
dicatat baginya sebagai seorang pendusta”. ( HR. Mutafaq ‘alaih )
1.
c. Komentar /
Tanggapan
Perilaku jujur itu lebih baik dari
pada berdusta, itu pasti !!!. karena kejujuran itu akan membawa kita pada
kebaikan, Allah sangat menyukai orang-orang yang berlaku jujur, dan akan
ditempatkan disurga. Tetapi orang-orang yang suka berdusta atau berbohong
sangat dibenci Allah dan akan ditempatkannya di Neraka. Seorang anak harus
memiliki sikap jujur dan tugas orang tua yang mendidik dan mengajarkan tentang
kejujuran itu.
Adapun pendidikan Shadaqah Jariyah
dapat diterapkan sejak kecil dengan saling membantu teman yang membutuhkan atau
dengan cara mengisi kotak amal yang ada di masjid terdekat dan pendidikan
mencari ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat tidak boleh
berhenti karena dengan ilmu kita akan mendapatkan kebahagian dunia ataupun
kebahagian nanti di akhirat. Pendidikan anak pun harus diperhatikan
keberhasilan orang tua mendidik anak untuk menjadi anak yang soleh dengan
memberikan pendidikan agama yang cukup di rumah dan selain itu memberikan
sarana pendidikan misalnya di masukkan ke lembaga-lembaga pendidikan agama atau
kesuatu sekolah yang memberikan pendidikan agamanya yang maksimal. Penerapan
metode belajar agama oleh seorang pendidik sangat penting untuk menciptakan
seorang anak yang jujur, shaleh dan berakhlakul karimah.
BAB IV
BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA
1.
Hadits
وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ
الْعَنْبَرِىُّ حَدَّثَنَا أَبِى حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ
الْعَيْزَارِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِىَّ قَالَ حَدَّثَنِى
صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ - وَأَشَارَ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ - قَالَ سَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ
قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ
اللَّهِ » قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى.(
متفق عليه )
2.
Terjemahannya
Dari Ibnu Mas’ud r.a ia berkata : “aku pernah bertanya
kepada Nabi saw manakah amalan yang paling dicintai Allah ? Beliau menjawab :
shalat tepat waktu, aku bertanya : lalu apa lagi ? beliau menjawab : berbakti
kepada orang tua, aku bertanya lagi ? beliau menjawab : berjihad di jalan Allah. (
HR. Mutafaq ‘alaihi )
3.
Komentar /
Tanggapan
Amalan yang dicintai oleh Allah itu
ada 3, yaitu shalat tepat waktu, berbakti kepada orang tua dan berjihad di
jalan Allah. Dalam hal berbakti kepada orang tua, sudah sepantasnya seorang
anak itu berbakti kepada kedua orang tuanya, ibunya yang telah mengandung,
melahirkan, menyusui dan membesarkannya serta mendidiknya dan ayahnya yang
telah mencari nafkah untuk membiayai kehidupan anak dan istrinya. Apabila
anak itu durhaka kepada orang tuanya sungguh sangat tidak pantas, karena
semua yang dilakukan oleh orang tuanya kepadanya tidak akan pernah terbalaskan
sampai kapanpun.
Oleh karena itu, kita sebgai anak
kita harus mempunyai rasa kasih sayang terhadap kedua orang tua kita sehingga
suatu saat merka dimasa tua nanti kitalah yang akan mendidik dan dan merawat
mereka dengan penuh kasih dan sayang sebagaimana mereka mendidik kita dan
menyayangi kita sejak kecil. Hadist nabi juga mengatakan kalau surga itu
dibawah telapak kaki ibu, kalau kita ingin meraih surganya Allah maka kita
harus selalu berbuat baik terhadap kedua orang tua kita.
BAB V
AMANAH
1.
Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ
وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ(
متفق عليه )
2.
Terjemahannya
Dari Abi Hurairah r.a bahwasannya Rasulullah saw bersabda :
“Tandanya orang Munafiq itu ada tiga, yaitu : jikalau ia berbicara berdusta,
jikalau ia berjanji menyalahi (inkar) dan jikalau ia dipercaya berkhianat”. (HR.
Mutafaq ‘alaih)
3.
Komentar /
Tanggapan
Amanah merupakan salah satu sikap
yang disukai oleh Allah, Rasul dan semua orang. Apabila seseorang telah amanah
atau terpercaya maka selamanya dia akan dipercaya oleh siapapun, tetapai ketika
seseorang telah lalai dalam mengemban amanah maka akan sulit untuk dapat
dipercaya oleh orang lain, sifat amanah ini memang dangat sulit sekali dimiliki
oleh semua orang, tetapi apabila kita berusaha untuk menjadi orang yang amanah
maka orang lain akan salalu percaya kepada kita. Dan apabila sudah hilang sikap
amanah itu didalam diri kita meskipun kita hanya satu kali tidak berbuat
amanah, maka akan susah mengembalikan kepercayaan orang lain terhadap diri
kita.
BAB VI
PERSAUDARAAN dan KERJASAMA
1.
Hadits
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي
حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً
فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ( متفق عليه )
2.
Terjemahannya
Dari Ibnu `Umar r.a melaporkan:. Rasulullah (saw)
bersabda: ” Seorang muslim adalah saudara (lain) Muslim, ia tidak
kesalahan dia juga tidak menyerahkannya kepada orang yang tidak dia salah Jika
ada memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya, jika satu
mengurangi seorang muslim dari kesulitan, Allah akan meringankan kesulitannya
pada hari kiamat, dan jika ada yang menutupi seorang Muslim (dosa-dosanya),
Allah akan menutupi dia (nya dosa-dosa) di Hari Kebangkitan “. (HR.Mutafaq
‘alaihi)
3.
Komentar /
Tanggapan
Allah telah menjanjikan berbagai
pahala dan ganjaran bagi muslim yang mampu meringankan kesulitan muslim
lainnya, menutupi dosa-dosanya, dan membantunya. Karena pada dasarnya semua
muslim itu adalah bersaudara. Allah sangat menyukai orang-orang yang tidak
pernah memutuskan tali silaturahmi. Persaudaraan itu bukan hanya harus satu
darah atau senasab, akan tetapi dalam satu agama sebenarnya kita telah menjadi
saudara yaitu antara muslim yang satu dengan muslim yang lainnya. Maka sudah
sepantasnya kita selalu menjaga persaudaraan ini, dengan cara terus mempererat
tali silaturahmi diantara muslim, saling membantu dan bekerja sama dalam
kebaikan dan mencegah segala keburukan.
Hadits tersebut dapat diterapkan
dalam pendidikan dengan mendidik bahwa setiap manusia harus saling membantu
karena setiap muslim dalam suatu kebaikan. Dengan rasa persaudaraan yang kuat
maka kerjasama dalam memajukan bidang pendidikan akan terlaksana. Seorang
pendidik harus membantu setiap muslim yaitu dengan memberikan nasehat yang
membawa kepada kebaikan dan kemajuan khususnya bagi setiap muslim yang telah
kita beri nasehat dan umumnya bagi seluruh umat muslim di dunia ini. Dan
seorang pendidik harus mengajarkan kepada peserta didiknya bagaimana suatu
persaudaran dan kerjasama yang di ridhai Allah swt itu !.
BAB VII
SIKAP CERIA dan SITUASI KONDUSIF DALAM PEMBELAJARAN
1.
Hadits
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ
رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قَالَ إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا
كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا
كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى
أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ
لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا
اللهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً )مُتَّفَقٌ عليهِ(
2.
Terjemahannya
Dari Abul Abbas, yaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muththalib, radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah s.a.w. dalam suatu uraian yang
diceriterakan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta’ala Hadis semacam ini disebut Hadis
Qudsi – bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mencatat semua kebaikan dan
keburukan, kemudian menerangkan yang sedemikian itu – yakni mana mana yang
termasuk hasanah dan mana mana yang termasuk sayyiah. Maka barangsiapa yang
berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka
dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai suatu kebaikan yang
sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu
kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah sebagai sepuluh kebaikan
di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan dapat sampai menjadi
berganda-ganda yang amat banyak sekali. Selanjutnya barangsiapa yang
berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi melakukannya maka
dicatatlah oleh Allah Ta’ala sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya
dan barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi
melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta’ala sebagai satu keburukan saja di
sisiNya.” (HR.Muttafaq ‘alaih)
3.
Komentar /
Tanggapan
Kebaikan dan keburukan merupakan dua
sifat yang selalu bertolak belakang, kebaikan akan memuntun kita menuju ke
surga, sedangkan keburukan akan menuntu kita ke neraka. Allah swt, bahkan telah
menjanjikan pahala bagi orang yang melakukan kebaikan dan menyiksa orang yang
melakukan keburukan. Jangankan melakukannya, dengan sudah berniat untuk
melakukan kebaikan, Allah telah mencatatnya sebagai kebaikan disisnya bahkan
jika ia melakukan kebaikan itu. Begitu pula sebaliknya, dengan orang yang sudah
berniat untuk melakukan keburukan maka akan dicatat pula oleh Allah sebagai
suatu keburukan disisinya.
BAB VIII
KELEMBUTAN dan KEARIFAN DALAM PENDIDIKAN
1.
Hadits
وعن
ابن عباس رضي الله عنهما وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- لِلأَشَجِّ أَشَجِّ عَبْدِ الْقَيْسِ « إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ
يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ ». رواه مسلم
2.
Terjemahannya
Dari Ibnu Abbas RA berkata, Rasulallah Saw bersabda kepada
‘’Abdul Qais yang terluka: “sesungguhnya didalam dirimu ada dua
sifat yang disukai oleh Allah yaitu: santun dan sabar”. (HR Muslim)
3.
Komentar /
Tanggapan
Sifat santun dan sabar memang
disukai oleh Allah swt, maka dari itu kita sebagai umat manusia harus memiliki
sikap seperti itu. Memang sifat seperti itu telah ada di dalam diri manusia,
namun tergantung kepada kita bagaimana memanfaatkan dan menggunakan sifat itu.
Dengan sifat santun, diharapkan kita dapat berlaku sopan santun kepada siapa
saja baik itu orang yang lebih tua dari kita, orang yang lebih muda, dan orang
yang sebaya dengan kita. Sedangkan dengan sifat sabar, diharapkan kita dapat
sabar dalam menghadapi apapun, baik itu berupa cobaan, maupun kenikmatan.
Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang memiliki sifat santun dan
sabar.
Dalam dunia pendidikan tidak sepantasnya ada kesombongan
baik guru maupun peserta didik. Apalagi seorang guru yang menjadi faktor
sentral dalam pendidikan, dan seorang guru adalah sebuah contoh bagi peserta
didiknya dan guru adalah bagaikan malaikat yang memberikan motivasi ketika
peserta didiknya mulai-mulai malas dan sebagai pembawa solusi ketika peserta
didiknya ada masalah. Dalam istilah orang sunda “ digugudan ditiru”.
Kalau gurunya mempunyai Akhlak yang jelek. Bagaimana dengan murdinya? Mungkin
akan lebih parah. Masalah inilah yang hendaknya kita waspadai.
Santun, lembut, arif dan sabar
adalah sifat yang harus ada didalam diri seorang pendidik. Dari keempat sifat
tersebut, apabila ada yang hilang salah satu maka tidak akan seimbang.
Contohnya kalau tidak ada sifat sabar dari seorang pendidik maka tidak akan
disukai oleh peserta didik dan akan hancur proses pendidikan tersebut. Apalagi
kalau guru PAUD atau SD harus mempunyai jiwa kesabaran yang baik dan Istiqamah.
BAB IX
HIDUP SECARA PROFESIONAL
1.
Hadits
2.
Terjemahannya
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ
فَمَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ
سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ
حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ
قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ
إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Abu Hurairah] berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba
datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: “Kapan datangnya hari kiamat?”
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya.
Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata; “beliau mendengar
perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu,”
dan ada pula sebagian yang mengatakan; “bahwa beliau tidak mendengar
perkataannya.” Hingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: “Mana orang yang bertanya
tentang hari kiamat tadi? “Orang itu berkata: “saya wahai
Rasulullah!”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya: “Bagaimana
hilangnya amanat itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Jika
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat.
1.
c. Komentar
/ Tanggapan
Memang benar apa yang dilakukan oleh
Rasulullah saw, ketika dia sedang memberikan pengajarannya ada seorang Arab
badui yang bertanya, padahal bukan waktunya untuk bertanya, sehingga Rasulullah
saw tidak menjawabnya. Seandainya Rasulullah saw menjawabnya langsung, maka
akan mengganggu pembicaraanya, konsentrasi Mustami’nya, dan menunjukan sikap
seorang pengajar yang tidak profesional. Kecuali kalau memang pertanyaannya
sangat penting dan kalau tidak di jawab langsung akan mengakibatkan
kemadharatan, maka seorang pengajar harus menjawabnya pada langsung.
Memang tidak akan selesai dengan
baik kalau suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, seperti
seorang guru ahli dalam bahasa Inggris di suruh mengajar matematika, maka tidak
akan sempurna dalam proses pembelajarannya.
BAB X
PERNIKAHAN
1.
a. Hadist
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : (
تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا
, وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
1.
b. Terjamahannya
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena
empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah
wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” HR. Muttafaq
Alaihi dan Imam Lima.
1.
c. Komentar
/ Tanggapan
Dalam hadits ini kita sebagai
seorang pendidik/guru harus bersikap Professional dalam mendidik muridnya,
jangan dipandang sebelah mata, kepada murid yang telah menurut kita
memang kurang dalam segala hal, dari mulai harta, keturunan,
kecantikan/ketampanan anak didik kita, tapi yang harus kita lihat itu adalah
agamanya, atau apakah dia memang membutuhkan ilmu dari kita, kita harus
mendidiknya dengan baik dan menyampaikan ilmu kepadanya walaupun satu ayat.
Terutama kita harus mendidik seorang murid itu harus melihat agamanya, agar apa
yang akan kita sampaikan itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya,
khususnya dalam mata pelajaran pendidikan keagamaan.
Hadits ini memang cukup bagus untuk
diimplikasikan terhadap pendidikan, karena sebelum kita mendidik orang
lain kita harus mendidik dulu diri kita sendiri, keluarga, kerabat dekat dan
setelah itu kepada orang lain.
BAB XI
PAKAIAN dan HIASAN
1.
a. Hadits
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّيْ مُسْبِلاً إِزَارَهُ إِذْ
قَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص م: اِذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ! فَذَهَبَ
فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ ، ثُمَّ قَالَ : اِذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ! فَذَهَبَ
فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلُ اللهِ ، مَا لَكَ أَمَرْتَهُ
أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ ؟ فَقَالَ : إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّي
مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَقْبَلُ صَلاَةَ رَجُلٍ مُسْبِلٌ
إِزَارَهُ. (رواه أبو داود)
1.
b. Terjemahannya
“Dari Abu Huroiroh ra. Telah
berkata : “Ada seorang pemuda yang mana kainnya terjulur, maka
Rosululloh berkata : “Pergilah dan berwudhulah (sekali lagi) !”, maka dia pergi
dan berwudhu kemudian datang, kemudian Rosul berkata : “pergilah dan
berwudhulah !”, maka ada seseorang yang bertanya : “wahai Rosululloh mengapa
engkau memerintahkan dia berwudhu kemudian engkau mendiamkannya ? “, Beliau
menjawab : “Sesungguhnya dia sholat dengan menjulurkan kainnya, dan bahwasanya
Alloh tidak menerima sholat seseorang yang menjulurkan kainnya.” (H.R. Abu
Dawud)
3.
Komentar /
Tanggapan
Pakaian dan perhiasan yang merupakan dua hal yang sangat
berkaitan. Disini Allah menyukai para hambanya baik itu muslim laki-laki maupun
muslim perempuan yang mau menutupi aurat mereka seperti yang telah dijelaskan
dalam Al-Quran batasan-batasan muslim laki-laki dan perempuan untuk menutup
auratnya. Dari segi pakaian, Allah telah memerintahkan kepada kita untuk
menggunakan pakaiaan yang dapat menutupi aurat kita, dan menggunakan perhiasan
yang seperlunya saja tanpa berlebih-lebihan. Karena Allah tidak menyukai
orang-orang yang selalu berlebih-lebihan. Wanita sholehah itu adalah perhiasan
dunia, dan laki-laki yang menjaga kehormatan wanita adalah para penjaganya.
BAB XII
‘AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR
1.
Hadits
عن
ابى سعد الخدري رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : من
راء منكم منكرا فليغيره بيده، فأن لم يستطيع فبلسانه، فأن لم يستطيع فبقلبه وذالك
ضعف الايمان ( رواه مسلم )
2.
Terjemahannya
Dari Abu Sa’id al-Khudriy r.a berkata : aku mendengar
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa diantara kalian melihat suatu
kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka
dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, yang demikian itu
adalah selemah-lemahnya Iman”.(HR. Muslim)
3.
Komentar /
Tanggapan
Amar ma’ruf nahi munkar atau
mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan adalah hal yang memang
mudah tapi sulit untuk melakukannya. Dalam hal ini kita sebagai umat muslim
sudah sepantasnya untuk mengajak siapa saja melakukan kebaikan dan mencegah
atau melarang berbuat keburukan dan kejahatan. Ketika seseorang melihat ada
yang melakukan kemungkaran maka ingatkan dengan tangannya, apabila tidak bisa
maka dengan lisannya, apabila masih tidak bisa maka dengan hatinya. Maksudnya
jika ada kemungkaran maka kita wajib mencegahnya, dan mengingatkan supaya tidak
melakukan hal-hal yang dilarang dan dibenci oleh Allah.
BAB XIII
EVALUASI PENDIDIKAN
1.
Hadits
أَخْبَرَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ آدَمَ عَنْ ابْنِ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِي سِنَانٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ
دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ
الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَامْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ النَّبِيذِ
إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا وَلَا تَشْرَبُوا
مُسْكِرًا
2.
Terjemahannya
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Adam dari Ibnu
Fudlail dari Abu Sinan dari Muharib bin
Ditsar dari ‘Abdullah bin Buraidah dari bapaknya dia
berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku telah
melarang kalian berziarah kubur, maka -sekarang- ziarahlah kubur, dan aku
pernah melarang kalian -memakan- daging kurban lebih dari tiga hari, maka
simpanlah apa yang kalian kehendaki -dari daging-daging tersebut- dan aku
pernah melarang kalian dari nabidz (minuman yang terbuat dari anggur) kecuali
yang terdapat dalam tempat minum, maka minumlah yang ada dalam semua tempat
minum dan janganlah kalian minum sesuatu yang memabukkan.” (HR. Muslim)
3.
Komentar /
Tanggapan
Dalam suatu pendidikan pasti
dibutuhkan suatu evaluasi, karena dengan evaluasi inilah untuk meningkatkan
kualitas seorang pendidik dan melihat bagaimana perkembangan pengetahuannya.
Karena Nabi dalam hadist ini beliau mengevaluasi suatu perbuatan yang dilakukan
oleh para sahabat, dari asalnya dilarang oleh Nabi, tapi setelah itu dibolehkan
karena melihat banyak manfaatnya dari pada madharatnya, dan begitu juga dari
asalnya dibolehkan oleh Nabi saw, tapi setelah itu dilarang oleh Nabi saw
karena melihat banyak madharatnya dari pada manfaatnya.
Berdasarkan hadist di atas dalam
melaksanakan sesuatu itu kita perlu melakukan evaluasi, tidak hanya dalam hal
pendidikan tetapi juga tentang perbuatan-perbuatan kita serta ibadah kita
kepada Allah SWT.
makasih ya
BalasHapusPembahasanya bagus
BalasHapusSangat membantu
Makasih ya