MAKALAH NIH
SAINTEK
Hadis Nabi tentang Fitrah dan Implikasinya Terhadap Teori Perkembangan Manusia
A. Pendahuluan
Upaya umat Islam dalam menjelaskan sikap islam atau Rasul SAW, mengenai
suatu masalah harus berpegang pada hadis
shahih dan hasan bukan pada hadis dhaif, apa lagi pada hadis maudlu.[1][1]
Memang boleh jadi manusia saat hidup mengalami keraguan tentang wujud-Nya,
bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarkan untuk menolak kehadiran Tuhan
dan meninggalka kepercayaanya, tetapi ketika itu keraguannya akan beralih menjadi kegelisahan, khususnya pada
saat ia merenung tentang fitrahnya sebagai menusia.
Empirisme yang dipelopori oleh John Locke menyatakan bahwa perkembangan
pribadi manusia ditentukan oleh faktor-faktor alam lingkungan, termasuk pendidikan.
Ibaratnya adalah tiap individu manusia lahir bagaikan kertas putih yang siap
diberi warna atau tulisan oleh faktor lingkungan. Al-Qur’an mengisyaratkan
bahwa kehadiran tuhan ada dalam setiap manusia, dan bahwa hal itu merupakan
Fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya.[2][2]
Dalam surat Ar-Rum ayat 30 menjelaskan bahwa firtrah manusia yaitu potensi
manusia untuk beragama dan bertauhid kepada Allah.[3][3] Dalam ayat ini pula di tafsirkan bahwa
konsep fitrah menjadi sesuatu konsep sesuia kemampuan dan latar belakng
pendidikan.
B. Fitrah Manuisa
1. Takhrij, Metode dan Pendekatan yang
Digunakan dalam Memahami Hadis Nabi tentang Fitrah dan Implikasinya Terhadap Teori Perkembangan Manusia
a. Takhrij
Untuk melecak keberadaan hadis yatu
menggunakan metode takhrij, sedangkan tahrij menurut bahasa adalah kumpulan dua
perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah.[4][4] Sedangkan menurut istilah takhrij adalah
menunjukkan tempat hadis pada sumber sumber aslinya, di mana hadis tersebut
telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya
ketika perlukan.[5][5] Dalam penelitian hadis Nabi ini penulis
menelusuri dengan menggunakan software Gawami’ Alkaleem. V4.5 dengan
kata kunci فطرة[6][6].
b. Metode pemahaman hadis
Kata metode berasal dari bahasa Yunani metodos
kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu meta yang berarti melalui atau
melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara.[7][7] Sedangkan pemahaman (syarh) dari
bahasa Arab, syarraha-yasyarrahu-syarhan yang artinya menerangkan,
membukakan melapangkan[8][8]
Motode yang digunakan penulis dalam
memahami hadis Nabi tentang fitrah dan implikasinya terhadap perkembangan
manusia adalah metode muqarin (komparatif) yaitu membandingkan hadis
yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki
redaksi yang berbeda dengan kasus yang sama, membandingkan berbagai pendapat
ulama syarah dalam memsyarah hadis[9][9] dalam hal ini penulis mengutip tiga hadis
dari tiga perawi yang berbeda tentang fitrah dan implikasinya terhadap teori
perkembangan manusia, masing-masing dari al-Bukhari, at-Tarmizi dan Muslim.
c. Pendekatan
Pendekatan lingusitik atau Bahasa adalah suatu
pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam memahami hadis Nabi Saw.
Salah satu kekhususan yang dimiliki hadis Nabi Saw.[10][10]adalah bahwa matan hadis memiliki
bentuk yang beragam. Diantara bentuk matan tersebut yaitu, jawami’ al-kalim
(ungkapan yang singkat namun padat maknanya), tamstsil (perumpamaan), ramzi
(bahasa simbolik), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain
sebagainya. Perbedaan bentuk matan hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman
terhadap hadis Nabi saw. pun harus berbeda-beda.
2. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah
Dalam kamus Lisanul Arab, Ibnu Mandzhur menulis salah satu makna ‘fitrah’
dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta). Sehingga
dapat ditarik pengertian bahwa fitrah adalah penciptaan awal atau asal
kejadian. fitrah adalah kondisi "default factory setting",
suatu kondisi awal sesuai desain pabrik.[11][11]
Perkembangan manusia tidak terlepas dari pengaruh
lingkungan dan bawaan tetapi yang peling terpenting mempengaruhi perkembangan
manusia adalah kedua orang tuanya sendiri. Didalam kitab hadis yang disusun
oleh para Imam Mazhab terdapat beberapa hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Dalam meriwatkan hadis terjadi perbedaan matan (bacaan : redaksi) namun
secara subtasnsif memiliki pengertian yang sama.
a.
Riwayat al-Bukhari
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ،
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ:
أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مَا مِنْ مَوْلُودٍ
إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ
اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاف لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya : Abdan
Menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah memberitahukan kepada kami
(yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu salamah bin Abd al-Rahman
memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah, ra. Berkata : Rasulullah SAW
bersabda “setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya
(memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan
beragama Majusi. sebagimana binatan ternak memperanakkan seekor binatang (yang
sempurnah Anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang
cacak (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)kemudian beliau
membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.[12][12]
b.
Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا حَاجِبُ بْنُ
الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ الزُّبَيْدِيِّ، عَنْ
الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ
كَانَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّه" مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ،
وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ
تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا
إِنْ شِئْتُمْ:
Artinya :Hâjib
bin al-Walid menceritakan kepada kami (dengan mengatakan) Muhammad bin harb
menceritakan kepada kami (yang berasal) dari al-Zubaidi (yang diterima) darfi
al-Zuhri (yang mengatakan) Sa'id bin al-Musayyab memberitahukan kepadaku (yang
diterima) dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
"Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki
andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama
Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang
sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda mengetahui di antara binatang itu ada
yang cacat/putus (telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)
c.
Riwayat at-Tarmizi
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْمِلَّةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُشَرِّكَانِهِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ
هَلَكَ قَبْلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: " اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
بِهِ
Artinya :Muhammad bin Yahya al-Qutha'i al-Bashri
menceritakan kepada kami (yang mengatakan) 'Abd al-'Aziz bin Rabi'ah al-Bunani
menceritakan kepada kami (yang berkata) al-A'masy menceritakan kepada kami
(yang bersumber) dari Abu Shalih (yang berasal) dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan beragama
(Islam), kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikannya beragama
Yahudi atau Nasrani atau menjadikannya musyrik.
3. Pemahaman Hadis tentang Fitrah Manusia
Kesahihah sanad (shahîh al-Isnâd) belum menjadi jaminan bagi
kesahihan matan (shahîh al-matn). Sebuah hadis yang sanadnya sahih
muttasil dapat saja memiliki matan yang tidak sahih, dan demikian juga
sebaliknya. Penelitian kedua aspek (sanad dan matan) menjadi penting
untuk menemukan validitas dan otentisitas sebuah hadis.[13][13]
Meskipun al-Bukhari dan Imam Muslim pada hadis yang dijadikan titik tolak
kajian dalam buku ini menggunakan kalimat mâ min maulûd illâ yûlad,
tetapi dalam hadis yang lain, al-Bukhari dan Muslim juga memakai kalimat kullu
maulûd yûlad. Imam Tirmidzi yang berbeda redaksi dengan menggunakan
kata al-millah,Perbedaan redaksi atau lafal yang demikian
merupakan sesuatu yang wajar dalam periwayatan hadis, karena kebanyakan
periwayatan hadis dilakukan secara makna (al-riwâyah bi al-ma’na). Oleh
sebab itu, perbedaan lafalz menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam
periwayatan hadis. Oleh sebab itu, perbedaan lafalz dalam hadis tentang fitrah
tidak terjadi syudzuz (janggal) dan illah (cacat).[14][14]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis-hadis tentang fitrah tersebut
dari segi sanad dan matan dapat dijadikan sebagai hujjah (pegangan) bagi ajaran
Islam, karena sanadnya bersambung (muttasil) dan matannya tidak mengandung
unsur janggal dan cacat. [15][15]
a.
Abu Hurairah ketika meriwayatkan hadis
tentang fitrah tersebut mencantumkan pesan dia dengan ziyâdah pada akhir
matan hadis “jika kamu menghendaki maksud kata fitrah itu, maka rujuklah kepada
Q.S. al-Rum (30) : 30.
b.
Kata al-millah dalam riwayat
al-Tirmidzi yang diartikan sama dengan fitrah memiliki dalalah arti millah al-Islam
(agama Islam).
Para ulama mutaakhirin menguatkan bahwa yang dimaksud fitrah tersebut
adalah Islam karena Q.S. al-Rum (30): 30 adalah kalimat”fitrat Allah” dalam
arti Idâfah Mahdhah yang memerintahkan Nabi saw untuk selalu tetap pada
fitrah. Oleh karena itu kata fitrah berarti Islam.
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karangan al-Nawawi disebutkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat anak Muslim yang meninggal, dia akan masuk ke surga. Sedangkan anak-anak orang musyrik yang mati sewaktu kecil, ada tiga kelompok pendapat: (1) kebanyakan mereka mengatakan bahwa mereka (anak-anak musyrik itu) masuk ke dalam neraka, (2) sebagian mereka tawaqquf (tidak meneruskan persoalan tersebut), (3) masuk surga. Pendapat terakhir ini didukung dan dibenarkan oleh al-Nawawi. Argumentasi pendapat ketiga ini adalah berdasarkan hadis Nabi saw ketika sedang melakukan Isrâ’ dan Mi’râj, dia melihat Nabi Ibrahim as di dalam surga dan di sekelilingnya anak-anak manusia. Para sahabat bertanya: “apakah mereka anak-anak orang musyrik ? Nabi menjawab: Ya, mereka itu anak-anak orang musyrik. [16][16]
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karangan al-Nawawi disebutkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat anak Muslim yang meninggal, dia akan masuk ke surga. Sedangkan anak-anak orang musyrik yang mati sewaktu kecil, ada tiga kelompok pendapat: (1) kebanyakan mereka mengatakan bahwa mereka (anak-anak musyrik itu) masuk ke dalam neraka, (2) sebagian mereka tawaqquf (tidak meneruskan persoalan tersebut), (3) masuk surga. Pendapat terakhir ini didukung dan dibenarkan oleh al-Nawawi. Argumentasi pendapat ketiga ini adalah berdasarkan hadis Nabi saw ketika sedang melakukan Isrâ’ dan Mi’râj, dia melihat Nabi Ibrahim as di dalam surga dan di sekelilingnya anak-anak manusia. Para sahabat bertanya: “apakah mereka anak-anak orang musyrik ? Nabi menjawab: Ya, mereka itu anak-anak orang musyrik. [16][16]
4. Faktor-faktor Pembentuk Perkembangan Manusia
Dalam pandangan Islam merupakan dasar dan keunggulan manusia di bandingkan
dengan mahluk lainnya atau pembawaan disebut fitrah, yang berasal dari
kataفطرة yanga dalam pengertian etimologi yang
mengandun pengertian kejadian. Kata tersebut berasala dar kata الفا طر yang bentuk pluralnya fithar yang dapat diartikan cara penciptaan,
sifat pembawaan sejak lahir, sifat watak manusia, agama dan sunnah, pecahan
atau belahan[17][17]
Beberapa pandangan konsep filsafat yang mejelaskan
tentang teori yang mempengarui
perkembangan manusia.
a.
Konsep Fatalis-Pasif
Setiap individu, melalui ketetapan Allah
SWT adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi
secara semacamnyaatau sebagian sesuai denhan rencana Tuhan. Faktor-faktor eksternal tidak berpengaruh
terhadap penentuan nasib seseorang karena setiap indidvidu terikat dengan
ketetapan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah SWT.[18][18]
b.
Konsep Netral-Paasif
Beranggapan bahwa anak lahir dalam keadaan
suci, utuh dan sempurna, suatu keadaan kosong, sesuai halnya dengan teori
tabularasa yang di kemukakan oleh John Lock bahwa manusia lahir seperti kertas
putih tampa ada sesuatu goresan apapun. Manusia berpontensi berkarakter baik
dan tidak baik itu terdapat berpengaruh dari luar terutama orang tua. Pengaruh
baik dan buruk tersebut akan terus mengiringi kehidupan insan dan karakter yang
terbentuk targantung mana yang dominan memberi pengaruh. Jika pengaruh baik
lebih dominan adalah pengaruh buruk, maka seseorang akan berkarakter baik,
begitu pula sebaliknya. [19][19]
c.
Konsep Postif-Aktif
Bawaan dasar atau atau sifat manusia sejak
lahir adalah berkarakter baik, kuat dan aktif, sedangkan lingkunganlah yang
membelenggu manusia sehingga iya menjauh dari sifat bawaannya (Aksidental).[20][20]
d.
Konsep Dualis-Aktif
Yakni manusia memiliki dua sifat ganda yang
sama kuatnya. Sifat baik dan buruk, tergantung kedekatan manusia terhadap
lingkungan yang baik atau buruk. Jika ia dekat dengan teman berkarakter baik,
maka seseorang akan mengambil sifat baiknya dan sebaliknya. Penanaman kebiasaan
positif sangat penting untuk diupayakan sejak kecil agar karakter atau sifat
baik itu lebih kuat.[21][21]
Ada dua Faktor yang membentuk prilaku, yaitu faktor
Internal dan eksternal. Faktor Internal adalah kumpulan unsur kepribadian yang
secara simultan mempengaruhi prilaku manusia, yaitu sebagai berikut:
a.
Insting Biologis
b.
Kebutuhan
Psikologis
c.
Kebutuhan
pemikiran
Faktor internal ini terbentuk sebagiannya secara
genetis, atau dibawa dari sifat turunan keluarga baik sifat fisik maupun sifat
jiwa. Adapun faktor Eksternal adalah faktor yang ada diluar diri manusia, namun
secara langsung mempengaruhi prilakunya, yaitu;
a.
Lingkungan
keluarga
b.
Lingkungan
Sosial
Selain itu apakah prilaku itu pun ada pengaruh dari
unsur-unsur yang lainnya? Seperti unsur keturunan atau genetika dari seorang
ibu ayahnya taupun kakek-kakeknya?, lantas faktor manakah yang mempengaruhi
terhadap pendidikan anak? Apakah faktor keturunan atau faktor lingkungan. Dalam
hal ini, para pakar pendidikan terbagi kepada tiga pendapat, yaitu:[23][23]
a.
Schoupenhauer
dan Arnold Gessel (tokoh Teori Nativisme) berasumsi bahwa setiap individu
(anak) dilahirkan ke dunia dengan membawa faktor-faktor turunan (hereditas)
yang berasal dari orang tuanya, dan faktor turunan tersebut menjadi faktor
penentu perkembangan individu.
b.
Teori Empirisme,
teori ini bertentangan dengan teori pertama, teori ini berasumsi bahwa setiap
anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum
ditulisi (as a blank atau tabula rasa). Setelah kelahirannya, faktor penentu
perkembangan individu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pengalamannya.
c.
Teori
Konvergensi, teori ini berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor keturunan (hereditas) maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman.[24][24]
C. Penutup
Allah telah menciptakan manusia dengan
tujuan agar manusia menjadi Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada
Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Allah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir
(Pendesain) , pasti telah mendesain penciptaan manusia baik dari bahan dan
prosesnya, sedemikian rupa agar hasil akhirnya lahir suatu makhluk manusia yang
bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Jadi fitrahnya manusia adalah mengabdi
ataui beribadah kepada Allah SWT.
Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi
(ibadah) kepada Allah SWT, maka manusia dengan struktur jasmani dan rohaninya
pasti bisa dipakai untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah. Rohani dan jasmani
manusia pasti cocok dan pas dipakai untuk beribadah. Sebaliknya jika dipakai
maksiat (membangkang) kepada Allah pasti tidak nyaman, dan dipastikan pasti
bakal cepat rusak dan celaka. Sungguh kecelakaan manusia adalah karena
penyimpangan dari “fitrahnya”.
Daftar Pustaka
Arifin, M, 2009,Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara,
Ali, Nizar, 2011Memahami Hadis Nabi Metode dan Pendekatannya,
Yogyakarta Idea Press.
al-Asqalani, Ibnu Hajar, 2008, Fathul
Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid XXIII,
Jakarta: Pustaka Azzam.
______________________, 2008, Fathul
Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid VII,
Jakarta: Pustaka Azzam.
Munawir,
Fajrul,Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr.
Abd. Muin Salim, Yogyakarta : Teras, tt.
Ramayulis dan Syamsu Nizar, 2009Fisafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia.
Shihab, M. Quraish, 2007,Wawasan Ai-Qur’an (Tafsir Tematik atas
Pelbagai Persoalan Umat), Bandung: Mizan.
Siregar, Maragustan, 2010,Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna,
(Filsafat Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera.
at Tahhan, Mahmud, 1995,Metode Takhrij dan penelitian Sanad Hadist,
terj. Ridwan Nasir, Surabaya: PT Bina Ilmu
Qardawi, Yusuf,
1993Keutamaan Ilmu dalam Islam, Jakarta: Pustaka PanjiMas.
http://www.bantangul.com/2011/09/hadis-tarbawi-tampil
pertama-uy.html diUnggah Pada Tanggal 06 Desember 2012.
http://erlanmuliadi.blogspot.com/2010/12 /studi– al–hadits -
fitrah-manusia.html, diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
http://militansicerdas.blogspot.com/2011/03/fitrah-manusia.html di unggah
pada tanggal 06 Desember 2012.
Diposkan oleh Phaul Kahar di 02.04
[2][2]M. Quraish
Shihab, Wawasan Ai-Qur’an (Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat),
Bandung: Mizan, 2007, hlm., 19
[4][4]Mahmud at
Tahhan, Metode Takhrij dan penelitian Sanad Hadist, terj. Ridwan Nasir,
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995, hlm., 1
[7][7]M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm., 65
[9][9]Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi Metode dan Pendekatannya, Yogyakarta Idea Press, 2011, hlm., 57
[10][10]Fajrul Munawir, Pendekatan
Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim,
Yogyakarta : Teras, tt., hlm.138
[11][11]http://militansicerdas.blogspot.com/2011/03/fitrah-manusia.html
di unggah pada tanggal 06 Desember 2012.
[12][12]Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri
(penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008,
hlm., 568
[13][13]http://blog.re.or.id/menjaga-kesucian-fitrah-manusia.htm, di Unggah pada tanggal 06 Desember 2012
[14][14]Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri
(penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid VII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm 344
[15][15]http://erlanmuliadi.blogspot.com/2010/12/studi–al–hadits-fitrah-manusia.html,
diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
[16][16]http://erlanmuliadi.blogspot.com /2010/12/
studi–al–hadits - fitrah-manusia.html, diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
[18][18]Maragustan
Siregar, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Filsafat
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, 2010, hlm., 191
[22][22]http://www.bantangul.com/2011/09/hadis-tarbawi-tampil
pertama-uy.html diUnggah
Pada Tanggal 06 Desember 2012.
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.