Sate, siapa yang tak kenal makanan khas Indonesia
ini. Baik tua maupun muda, bahkan anak balita pun menyukai makanan dari olahan
daging ayam, kambing atau sapi yang ditusuk kemudian dibakar ini bersama
rempah-rempah pilihan serta bumbu kacang atau kecap sebagai cocolannya. Dan
tentu saja, spesialnya di hari Raya Idul Adha seperti yang kan kita rayakan di
bulan ini, biasanya adalah sate kambing favoritnya. “Hemmmm…, nyam, nyam,
nyam….” “Enaaaaaak” Celoteh sang anak di suatu siang hari Raya Idul Adha.
“Eh nak, sabar-sabar… Pelan-pelan saja makannya.
Gak usah takut kehabisan. Masih banyak” Cergah sang ayah.
“Tapi yah sate nya nikmat banget sih…” Jawab sang
anak singkat.
“Iya memang nikmat, tapi kan kalau makan tidak
boleh tergesa-gesa…, kalau tersedak bagaimana…?” Sang ayah coba mengingatkan…
“Emmm…” Sang anak hanya bergumam dan mencoba
mengikuti nasihat sang ayah. “Iya yah… pelan-pelan aja makan nya ya? Takut
tersedak ya..?
“Alhamdulillah…, ya nak seperti itu seharusnya.
Bukankah Rosululloh juga sudah mengingatkan bahwa kita tidak boleh melakukan
segala sesuatu dengan tergesa-gesa? Termasuk ketika makan, dan juga… hayo…,
tangan kirinya megang apa tuh…??” Tambah sang ayah.
“Oh iya… hehe… Lupa yah, makan pakai tangan kiri…
Kan dilarang Rosul ya? Astaghfirulloh” Dengan cepat sang anak melepaskan
tusukan sate yang ada di tangan kirinya.
“Oh iya nak… ngomong-ngomong soal nikmat, ingat kan
bahwa nikmat yang terdapat dalam tiap tusuk sate itu berasal dari Alloh
ta'ala?” Tanya sang Ayah dengan mata teduh.
“Iya yah… kan semua adalah pemberian Alloh kan
yah?” Jawab sang anak sambil sesekali mengunyah sate.
“Iya betul nak, pintar kamu… Tidak ada satu pun
nikmat yang diperoleh melainkan berasal dari Alloh. Bahkan nikmat Alloh ini
tidak pernah berhenti. Bukan hanya sate yang kamu makan. Tapi juga gigi untuk
mengunyah sate. Lidah untuk merasakan sate. Hidung untuk mencium bau nikmat
sate. Tangan untuk memakan sate. Dan masih banyak lainnya. Kita juga bisa
menikmati sate karena kita masih sehat. Juga masih diberi udara yang sehat
setiap saat untuk bernafas.” Jelas sang Ayah.
“Jadi
setiap saat itu kita diberi nikmat oleh Alloh nak… Tidak pernah berhenti. Kalau
dihitung pasti tidak akan sanggup kita menghitungnya. Karena itu Alloh
mengingatkan kita dalam surat an-Nahl ayat ke delapan belas: “Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Tambah sang
Ayah menjelaskan.
“Alloh
baik banget ya yah…?” Tanya sang anak.
“Betul
nak…, karena itu jangan lupa untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh
Alloh. Bahkan kalau kita bersyukur, Alloh pasti akan tambahkan nikmat tersebut
seperti yang Alloh katakan dalam al-Qur'an surat Ibrahim ayat ke tujuh:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…”
Jawab sang ayah.
“Tetapi…”
sang ayah kembali melanjutkan jawabannya “sebaliknya, jika kita tidak bersyukur
atas nikmat yang telah diberikan, maka kita harus bersiap akan azab yang akan
datang sebagaimana lanjutan ayat yang tadi ayah bacakan: dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
“Alhamdulillah
ya Alloh…” cetus sang anak tiba-tiba.
“Kok
Alhamdulillah nak?” Tanya sang ayah
“Kan
adik sudah dikasih sate ini. Kan ini nikmat dari Alloh, jadi harus disyukuri,
kalau tidak nanti dapat azab. Kan yah?” Sang anak menjelaskan.
“Betul
sekali nak, pintar kamu. Alhamdulillah. Sejak kecil kamu harus belajar
bersyukur. Tetapi kamu harus tahu nak, bahwa cara bersyukur itu bukan hanya
mengucap Alhamdulillah nak.”
“Terus
apa dong yah…?” Cergah sang anak
“Kamu
shalat… Sedekah… Berbakti pada orangtua… Berbicara yang baik… dan berbuat
perbuatan baik lainnya adalah tanda bersyukur kita pada Alloh. Jadi nikmat yang
Alloh berikan ini harus kamu gunakan untuk berbuat baik.”Jawab sang ayah.
“Ooooh…”
Gumam sang anak singkat sambil kembali mengunyah sate.
“Kalau
tidak shalat berarti tidak bersyukur ya yah…?” Tanya sang anak kembali.
“Betul
nak… Jangan lupa itu.” Jawab sang Ayah singkat.
“Ya
ayah…” Jawab sang anak dengan semangat.
“Alhamdulillah
kalau begitu. Sekarang kita makan sate nya sama-sama…” “Loh… Mana sate nya…??
Tinggal satu? Terus, ayah gak kebagian dong…? Tanya ayah keheran.
“Hehehe…
Maaf ya yah… Lupa… Masih ada satu kok, kan harus tetap bersyukur… nikmat dari
Alloh…”
“Iya
nak… Hiks” Dengan wajah sembab karena “bahagia”.
Mari
hadirkan dialog iman bersamanya. Dialog di atas hanya contoh, boleh jadi apa
yang kita bisa hadirkan bersama anak kita, bisa lebih menyentuh dan
menghasilkan calon-calon generasi yang pandai bersyukur.
Tidak ada komentar
Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.
Salam : Admin K.A.