MAKALAH VISI DAN MISI PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
     Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan Islam sampai kapanpun selalu saja relevan dan memiliki ruang yang cukup signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan mengapa hal itu terjadi : Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis, baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung jawab pendidikan. Kedua perlunya akan inovasi pendidikan akibat perkembangan saint dan teknologi. Ketiga tuntunan gelobalsasi yang meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn falsafah satu bangsa. Ketiga alasan tersebut tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan demi kelansungan hidup manusia dalam situasi yang serba dinamik, inovatif, dan semakin mengglobal.
     Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu jawaban terhadap permasalahan yang dialami umat islam atau bahkan umat manusia. Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih mengarah pada pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak, sekalipun melibatkan seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan oleh paradigma penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang diturunkan dari wahyu ilahi.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a.       Apakah Definisi Pendidikan Islam ?
b.      Bagaimanakah visi-misi Pendidikan Islam ?
c.       Bagaimana karakteristik Pendidikan Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendidikan Islam
                 Kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang berdasaskan islam[1]. Untuk mengetahui definisi pendidikan islam yang komprehensif dan lugas maka perlu bagi kita untuk mengetahui ta’rif  atau definisi pendidikan islam setidaknya dari dua sudut pandang yang sering digunakan dalam setiap disiplin ilmu yaitu definisi secara Etimologi(bahasa) dan Terminologi(Istilah), berikut akan dipaparkan pernciannya:
a. Pengertian Etimologi Pendidikan Islam
   Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib(tatak rama), riadhoh, irsyad, dan tadris[2]. Masing – masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan islam.
1) Tarbiyah
  Dalam leksikologi AlQur’an dan As-Sunnah tiak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyyah memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
a.       Rabba, yarbu, tarbiyah : yang memiliki makna ‘tambah’ (zad) dan ‘berkembang’(nama). Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-Rum ayat 39. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka itu tidak menambah pada sisi Allah.” Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yan ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
b.      Rabba, yurbi, tarbiyah : yang memiliki makna tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra'a). Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
c.       Rabba, yarubbu, tarbiyah : yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.
2). Ta’lim
Ta’lim merupakan kata benda buatan (masdar) yang berasal dari akar kata ‘allama. Sebagian para ahli menerjemahakan istilah tarbiyah dengan pendidikan, sedangkan ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahu al-‘ilm memiliki arti mengajarkan ilmu padanya.
            3). Ta’dib
Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santum, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Ta’dib yang seakar dengan adab memilik arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan[3].
Pengertian ini didasarkan Hadits Nabi n . :
اَدَّبَنِى رَبِّى فَاحْسَنَ تأْدِيْبِى
“Rabbku telah mendidiku, sehingga baiklah pendidikanku.”

b. Pengertian Terminologi Pendidikan Islam
                             Sebelum perumusan pengertian terminology pendidikan Islam berdasarkan pengertian etimologi di atas, ada baiknya dikutip beberapa pengertian pendidikan Islam terlebih dahulu yang dicetuskan oleh para ahli.
                             Pertama, Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan: “Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu system pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai degan ideology Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.”
                             Kedua, Omar Muhammad al-Touni al-Syaibani mendefinisikan Pendidiakan Islam dengan: “Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sektiarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat”
                        Ketiga, Muhammad Fadhil al-Jamali mengajukan pengertian pendidikan Islam :”Upaya mengembangkan, mendorong serta mengejak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk peribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.”
            Keempat, Muhammad Javed al-Sahlani mengartikan Pendidikan Islam dengan “Proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengermbangkan kemampuannya.”
            Kelima, hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan pendidikan Islam dengan :”Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”
            Berdasarkan beberapa pengertian yang dkemukakan oleh para ahli di atas, serta beberapa pemahaman yang diturunkan dari beberapa istilah dalam pendidikan Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib, maka pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi.” Definisi ini memiliki lima unsure pokok penddikan Islam, yaitu :
1)       Proses transinternalisasi. Upaya dalam pendidikan Islam dilakukan secara bertahap, berjenjang, terancang, terstruktur, sistematik, dan terus-menerus dengan cara transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai Islam pada peserta didik.
2)      Pengetahuan dan nilai Islam. Materi yang diberikan kepada peserta didik adalah ilmu pengetahuan dan nilai Islam, yaitu pengetahuan dan nilai yang diturunkan dari Rabb (Ilahiyah). Atau materi yang memiliki ktiteria epistemology dan aksiologi Islam sehingga output pendidikan memiliki wajah-wajah Islami dalam setiap tindak-tanduknya. Pengetahuan dan niali Islam, sebagaimana yang di syaratkan dalam QS. Al-fusilat ayat 53, terdapat tiga objek, yaitu objek afaqi, yang berkaitan dengan alam fisik(baik dilangit maupun dibumi); objek anfusi, yang berkaitan dengan alam fisikis(kejiwaan atu batiniyah); dan objek hakiki dan qur’ani yang berkaitan dengan system nilai untuk mengarahkan kehidupan spiritual manusia.
3)      Kepada Peserta Didik. Pendidikan diberikan kepada peserta didik sebagai subjek dan objek pendidikan. Dikatakan subjek karena ia mengembangkan dan aktualisasi potensinya sendiri.sedankan pendidik menstimulasi dalam pengembangan dan aktualisasi itu. Di katakana objek karena ia menjadi sasaran dan transportasi ilmu pengetahuan dan nilai isalm, agar ilmu dan nilai itu tetap lestari dri generasi ke generasi berikunya
4)      Melalui upaya pngajaran ,pembiasaan,bimbingn,pengasuhan pengawasandan pemngembangan potensinya. Tugas pokok pendidikan adalah memberikan pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembanan potensi peserta didik agar terbentuk dan berkembang daya kreativitas dan produktivitas tanpa mengabaikan potensi dasarnya.
5)      Guna Mencapai Keselarasan dan Kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil (insane sempurna), yaitu manusia yang mampu menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan dunia dan akhirat; dan kebutuhan fisik, sosial, psikis, dan spiritual. Orientasi Pendidikan Islam tidak hanya memenuhi hajat hidup jangka pendek, seperti pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup jangka panjang seperti pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak[4].

2.2.  Visi pendidikan Islam
        Kata visi berasal dari kata inggris vision, yang mengandung arti penglihatan atau daya lihat, pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa arab, kata visi dapat diwakili oleh kata nadz, jamaknya indazr, yang berarti seing (Penglihatan), eye-sight (pandangan mata), vision (pandangan), look(penglihatan), Gleance(Pandangan sekilas), Sight (Pemikiran), autlook(pandangan), prospect(gambaran kedepan), View(peninjauan), aspech(bagian), apparence(pewujudan), Epidence(pakta), Insight(Pandangan), Penetration(Penebusan atau perembesan), Perception(pendapat), Comtemplation(merenung secara mendalam dan menyendiri), examination(pelatihan berpikir), inspection(peninjauan), study(kajian), Perusal, consideration(pertimbangan), reflection(ungkapan pemikiran), Philosophical speculation(perenungan yang bersifat mendalam dan pilosofis) dan theory(konsep yang sudah terumuskan dengan matang dan siap diaplikasikan).
        Selanjutnya jika konsep dan pengertian tentang visi tersebut dihubungkan dengan pengertian Islam, maka visi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai tujuan jangka panjang, cita-cita masa depan, dan impian ideal yang ingin diwujudkan oleh pendidikan Islam. Visi pendidikan Islam ini selanjutnya dapat menjadi sumber motivasi, inspirasi, pencerahan, pegangan dan arah bagi perumusan misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, stap, murid, managemen, lingkungan dan lain sebagainya.
        Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan jangka panjang itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan firman Allah swt. ”Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melaikan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S al-Anbiya:107), ayat tersebut oleh Imam Maroghiy ditafsirkan sebagai berikut : Bahwa tidaklah aku utus engkau(Muhammad) dengan Al-qur’an ini, serta berbagai perumpamaan dari ajaran agama dan hukum yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat, melainkan agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam segala urusan dunia dan akhiratnya.
        Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
Menjadikan pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
        Dengan visi tersebut, maka seluruh komponen pendidikan Islam sebagai mana tersebut diatas, harus diarahkan kepada tercapainya visi tersebut. Visi itu harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Jika pada sebuah perguruan tinggi misalnya, maka visi tersebut harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh rektor, pembantu rektor, dekan, para pembantu dekan, ketua dan sekerataris jurusan, dan berbagai pihak lain yang terkait. Dengan demikian, visi tersebut akan menjiwai seluruh pola pikir dalam (mindset), tindakan dan kebijakan pengelola pendidikan. Pada tahap selanjutnya visi tersebut akan menjadi budaya (culture) yang hidup dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh pihak, dan sekaligus membedakannya dengan budaya yang terdapat pada perguruan tinggi lainya[5].

2.3. Misi Pendidikan Islam
      Misi berasal dari bahasa Inggris, Mission, yang memiliki arti tugas, perutusan, utusan, atau misi. Ungkapan to play thirty mision misalnya, mengandung arti mengedakan tugas penerbangan tiga puluh kali. Dengan demikian, misi terkait dengan tugas, pekerjaan yang harus dilakukan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dalam kaitan ini terdapat kata misionary yang berarti perutusan atau utusan yang diutus oleh seseorang atau lembaga untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting dan strategis. Seluruh pembawa risalah atau ajaran, seperti para Nabi, wali, ulama dan da’i pada suatu kelopok suatu umat disebut misionary.
     Dari pengertian kebahasaan tersebut, maka misi dapat diartikan sebagai tugas-tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dengan demikian, antara dan visi dan misi harus memiki hubungan funsional-simbiotik, yakni saling mengisi dan timbal balik. Dari satu sisi visi mendasari rumusan misi, sedangkan dari sisi lain, keberadaan misi akan menyebabkan tercapainya visi. Misi merupakan jawaban atau perranyaan what are will doing (apa yang akan dikerjakan !). Karena pekerjaan merupakan kegiatan maka misi harus berisi berbagai kegiatan yang mengarah kepada tercapainya visi.
     Berdasarkan uraian diatas, maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendorong timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan mengajar.
   Hal ini sejalan dengan firman Allah swt. Dalam surat al-alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama robbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu yang maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketaui.
   Perintah membaca sebagai mana yang terdapat pada ayat tersebut sungguh mengejutkan bagi masyarakat arab saat itu, karena belum menjadi budaya mereka. Budaya mereka adalah menghafal yakni menghafal syair-syair yang didalmnya memberikan ajaran tentang kehidupan yang harus mereka jalani. Dengan membaca ini timbulah kegiatan penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang membawa kemajuan suatu bangsa.
2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
   Hal ini sejalan dengan hadist Rasululloh saw. : “Tuntutlah Ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat”.(mutafaq alaih)
   Hadist tersebut mengandung isyarat tentang konsep belajar seumur hidup yaitu belajar dan mengajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja melainkan dimana saja dan pada berbagai kesempatan. Hal ini sejalan pula dengan konsep pendidikan integreted yakni belajar mengajar yang menyatu dengan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat.
3. Melaksanakan program wajib belajar
Sabda Rasululloh saw. :
Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan sesungguhnya bagi yang menuntut ilmu itu akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu hingga binatang yang ada dilaut. (HR. Ibn Abdul al-Barr dari Annas).
4.Melaksanakan pendidikan anak usia dini(PAUD)
     Selain berdasarkan hadits, sebagaimana terdapat pada hadits tentang hadits belajar, program pendidikan anak usia dini juga berdasarkan pada isyarat Rasululloh saw. Dengan membangun rumah tangga, serta berbagai kewajiban orang tua terhadap anaknya. Rasululloh saw misalnya menganjurkan agar seorang pria memilih wanita calon istri yang taat beragama, sholihah dan berahlak mulia. Manikahinya sesuai tuntunan agama, dan menggaulinya dengan cara yang ma’ruf yakni etis, sopan, dan saling mencintai dan menyayangi. Kemudian suami istri banyak berdo’a kepada Allah pada saat istri mengandung yakni do’a agar dikaruniai anak yang sholeh dan sholihah. Kemudian pada saat bayi lahir keduanya memberi makanan yang halal, baik dan bergizi seperti madu dan asi, memberi nama yang baik, mencukur rambutnya membiasakan tingkah laku sopan terhadap orang tua, kakek nenek dan sodara-sodaranya memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup, mengajari bacaan al-qur’an membiasakan sholat dan mencegah serta memeliharanya dari pergaulan dan pengaruh yang buruk. Semua perlakuan suami istri terhadap anak nya ini memiliki arti dan fungsi yang sangat besar bagi tumbuhnya pribadi anak yang sholeh dan sholehah serta berkpibadian yang utuh dan sempurna.
5. Mengeluarkan manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid ayat 9, “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (al-qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya sesungguhnya Allah benar-benar Maha penyantun lagi Maha penyayang terhadamu”. Berdasarkan pada ayat tersebut terdapat beberapa catatan sebagai berikut :
Adanya perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw. Agar mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Kegelapan pada ayat ini dapat mengandung arti kebodohan, karena orang yang bodoh tidak dapat menjelaskan berbagai hal dalam kehidupan yang amat luas dan komplek. Adapun cahaya yang terang benderang dapat diartikan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetdahuan itulah semua kejadian dan peristiwa dalam kehidupan dapat dijelaskan.
Bahwa sumber ilmu pengetahuan (cahaya) yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan tersebut yaitu al-Qur’an yang telah banyak dikaji isi dan kandungannya oleh para ulama. Al-qur’an bukan hanya membahas masalah urusan ke akhiratan tetapi diurusan duniawi, bukan hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan pembinaan spiritual dan moral melainkan juga pembinaan intelektual, sosial dan jasmani. Seluruh aspek kehidupan manusia dibina secara utuh dan menyeluruh secara seimbang, harmonis, serasi, dan proporsional.
6. Memberantas sikap Jahiliyah.
     Allah swt berfirman dalam qur’an surat al-fath ayat 6 yang artinya ketiak orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan yaitu kesombongan jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada Orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa dan mereka berhak dengan kalimat taqwa itu fan patut memilikinya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.
     Menurut Imam al-Maroghi, bahwa ayat ini berkaitan dengan perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian yang memuat semacam genjatan senjata dan menghentikan permusuhan antara kaum muslimin dan musyikin mekah. Dalam dokumen perjanjian tersebut mereka melaksanakan kehendaknya secara sepihak dan lebih menginginkan keuntungan yang lebih besar. Walau perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin Rasululloh saw menerima perjanjian tersebut. Dengan penerimaan perjanjian ini, beban yang Rasululoh tanggung teringankan dengan tidak terpecahnya perhatian kepada dua kaum musyrikin Mekan dan kaum Yahudi Khoibar. Setelah Rasululloh menumpas kaum Yahudi di Khoibarl, barulah Rasululloh memusatkan perhatiannya untuk kembali menguasai Mekah. Perjanjian Hudaibiyah tersebut memperlihatkan kecerdasan Rasululloh saw dalam mengatur siasat, mengorganisasikan kekuatan, menganalisis permasalahan, dan menerapkan prioritas. Sebagian pengikut Rasululloh saw yang tingkat kecerdasanya terbatas memandang bahwa keputusan Rasul menerima perjanjian tersebut sebagai tindakan yang bodoh. Untunglah Abu Bakar As Shidiq mengingatkan shohabat-shohabatnya agar tetap setia mengikuti Rasululloh saw dan jangan merasa lebih tau dari Rasululloh saw. Sikap jahiliyah juga dapat dilihat dari kekeliruan pola pikir yang mereka terapkan dalam kehidupan. Misalnya menjadikan sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat memberi manfaat apapun sebagai tuhan-tuhan mereka.
7. Menyelamatkan Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
Allah swt berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 103, yang artinya :
“Dan berpeganglah kamu semua kedalam tali Agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada ditepi jurang Neraka, lalu  Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
     Ketika Islam datang, sebagaimana digambarkan oleh Ziauddin Alafi, Dunia bagaikan barusaja dilanda gempa dahsyat dan sunami. Kehidupan mereka dalam bidang shosial ditandai oleh kelompok suku, kabilah dan etnis yang antara satu dan lainya tidak saling bersatu, dan sering berperang serta tidak lagi kepada aturan Tuhan. Dalam bidang politik kehidupan mereka ditandai oleh kekuasaan otoriter dan diktaktor yang didasarkan pada ketinggian harta, tahta dan kasta.      
8. Melakukan pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
            Allah swt berfirman :
Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-qur’an itu tidaklah menambah pada orang-orang yang dzolim kecuali kerugian.” (QS, Al-Isra ayat 82).
     Ayat tersebut berbicara tentang salah satu misi yang terkandung dalam al-Qur’an yakni memperbaiki mental dan pola pikir masyarakat, sebagai modal utama bagi perbaikan dibidang lain.
9. Menyadarkan manusia agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi, seperti permusuhan dan peperangan.
Allah swt.berfirman :
Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS. AL-A’raf ayat 56)
10. Mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi Allah swt berfirman :
Dan sesungguhnya telah kami mulyakan anak-anak Adam, kami angkat mereka didaratan dan dilautan. Kami beri mereka rezeky yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.(QS. Isra ayat 70).
   Ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia diciptakan dalam setruktur fisik dan psikis yang lengkap dan semupurna. Dengan kelengkapan jasmani dan rohani inilah manusia dapat mengerjakan tugas-tugas yang berat, menciptakan kebudayaan dan peradaban. Dan potensi manusia tersebut dapat terjadi manakala potensi tersebut dikembangkan melalui pendidikan[6].

2.4. Karakteristik lembaga pendidikan islam
Pendidikan islam sebenarnya memiliki cakupan yang cukup luas, seperti yang dikemukakan Zarkowi Soejoeti (1986), pendidikan islam didefinisikan dalam tiga pengertian, yakni: pertama, pendidikan islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk menngejewantahkan nilai-nilai islam; kedua,jenis pendidikan yang memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran agama islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan; ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian di atas.
Secara kelembagaan, terutama dalam konteks Indonesia, pembicaraan mengenai pendidikan islam sebenarnya lebih diwarnai oleh dua model pendidikan, yakni pendidikan dalam bentuk pasantren dan pendidikan madrasah. Sebab itu lebh jauh karakteristik kedua lembaga ini akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
1). Karakteristik pondok pesantren
a.      Tinjauan umum pesantren
Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dikelola secara konvensional dan dilaksanankan dengan system asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta mesid sebagai pusat lembaganya (Syarif, 1983:5). Dalam studinya, Rahardjo (1985) menyimpulkan bahwa sejak awal pertumbuhannya, pesantren mempunyai bentuk yang beragam sehingga tidak ada suatu standarisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampak adanya pola umum, yang diambil dari makna peristilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola tertentu (Sunyoto, 1990:12).
Karakteristik lain yang melekat pada pondok pesantren menurut K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1999:221) adalah adanya system nilai dalam pesantren yang menjadi jiwa hidup serta orientasi pendidikan pesantren pada umumnya, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.
b.      Tipologi pondok pesantren
Secara garis besar, lembaga pesantren dapat digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu tipologi, yaitu tipe pesantren salafi dan tipe pesantren khalafi (Yacub, 1984:36). Pesantren salafi yaitu pesantren  yang tetpa mempertahankan system (materi pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik islam atau kitab dengan huruf arab “gundul”. System sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan. Pengetahuan non agama tidak diajarkan. sementara pesantren khalafi yaitu system pesantren yang menerapkan system madrasah, yaitu pengajaran secara klasikal, dan memasukan pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam kurikulum. Dan pada akhir-akhir ini menambahkan dengan berbagai keterampilan.
c.       Karakteristik pengelolaan pendidikan pesantren
Di samping telah terjadi pergeseran pada pesantren seperti yang disebutkan di atas, karakteriistik pesantren yang mengarah pada fiqh-sufistik dalam maknanya yang sempit, dewasa ini juga brelatif banyak. Pandangan sufistik yang bersifat teosentris ini sangat menekankan dan lebih memilih “budaya hidup asketis” yang disimbolkan oleh pola hidup kesederhanaan baik secara sosial maupun ekonomi. Komunitas pesantren terutama disimbolkan para santri, sangat menekankan kehidupan model sufistik ini, mulai dari soal pakaian, tempat tidur, ruang belajar, tempat memasak, kamar mandi, selain bersifat sangat sederhana juga tampak “kotor”. Jadi ketika mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat maka cenderung berkonotasi “spiritual” (Mastuhu, 1999; 127-129)
Selanjutnya untuk melihat karakteristik pengelolaan pesantren serta usaha-usaha yang telah dilakukan dalam beberapa pesantren terhadap pembahruan system pendidikan san pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang dan kecenderungan mendatang, antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut (Mastuhu, 1994; 154-157)
Dinamika System Pendidikan Pesantren Dulu, Sekarang dan Mendatang

Hal
Tradisionalis
Sekarang dan mendatang
Status
-    Uzlah
-    Milik pribadi
-    Sub system pendidikan nasional
-    Milik institusi/yayasan
Jenis pendidikan
-    Pesantren non formal (PNF)
-    Pesantren (PNF)
-    Madrasah
-    Sekolah Umum (PF)
-    Perguruan Tinggi (PF)
Sifat
-    Bebas waktu, tempat, bebas biaya & syarat
-    Masih berlaku bagi PNF dan tidak berlaku untuk PF
Tujuan
-    Agama (ukhrawi)
-    Memahami dan meng- amalkan secara tekstual
-    Agama (duniawi)
-    Memahami dan mengamalkannya sesuai dengan tempat dan zamannya
Bahasa pengantar
-    Arab
-    Daerah
-    Indonesia
-    Daerah
-    Arab
-    Inggris
Kepemimpinan
-     Karismatik
-     Rasional
Corak Kehidupan
-     Fikih-Sufistik
-     Orientasi Ukhrawi
-     Sakral
-     Manusia sebagai objek (fatalistik)
-     Fikih-sufistik+ilmu
-     Ukhrawi + dunia
-     Sakral + profan
-     Manusia sebagai objek + subjek (vitalistik)
Perpustakaan dokumentasi dan alat pendidikan
-     Tidak ada
-     Manual
-     Ada
-     Manual, Elektronika
-     Computer, dst
Air
-     “dua kullah”
-     Kran/ledeng
Asrama
-     Hidup bersama menerima, memiliki ilmu dan mengamal- kannya
-     Hidup bersama
-     Dialog
-     Menjadikan ilmu sebagai sarana pengembangan diri
Pengurus
-       Mengabdi Kyai
-     Bertanggung jawab pada unit kerjanya
-     Membeikan masukan/perimbangan Kyai

2.      Karakteristik Madrasah
a.      Tinjauan Umum Madrasah
Keberadaan madrasah seperti sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia. Mulai dan tradisi pra-sejarah atau tradisi asli, tradisi hindu-budha, tradisi Islam, dan tradisi barat atau modern (Malik Fadjar,1998:19), oleh sebab itu, madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Sebelum terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran dilaksanakan di masjid dan pesantren. Setelah terbuka dan semakin kuatnya proses pembentukan “Intelektual Webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat islam dengan haramain sebagai sumber tempat yang “asli” nuansa mistik yang kental di pondok pesantren lambat laun semakin berkurang dan bergerak ke arah proses ortodoksi, atau oleh pengamat peradaban di Indonesia menyebut adanya proses bergerak dari islam yang bercorak mistik menuju ke Islam Sunni ( Malik Fadjar, 1998: 22 ).
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dua dekade terakhir ini, madrasah mengalami polarisasi pengembangan seiring dengan tuntutan zamannya, berbagai macam kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan madrasah ini, yang antara lain adalah diterapkannya madrasah aliyah program khusus (MAPK) pada tahun 1987, yang kemudian diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) pada thun 1994.
b.      karakteristik Madrasah : kekuatan, kelemahan, dan peluang
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai cirri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini pada orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum ( IPTEK ) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK ). Oleh sebab itu jika memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.
Di sisi lain, jika dilihat dari kesejarahnya, madrasah memiliki akar budaya yang kuat di tengah-tengah masyarakat, sebab itu madrasah sudah menjadi milik masyarakat. Apabila dewasa ini banyak ahli berbicara tentang inovasi pendidikan nasional untuk melahirkan pendidikan yang dikelola masyarakat ( community based management ), maka madrasah dan termasuk juga pesantren merupakan model dari pendidikan tersebut.
Akan tetapi, menurut Malik Fadjar (1998:35) dari sekian puluh ribu madrasah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan persoalan berat yang sangat menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga nilai tawar semakin rendah dan semakin termaginalkan.
Jika dilihat dari kecenderungan atau gejala sosial baru yang terjadi di masyarakay akhir-akhir ini yang berimplikasi pada tuntutan dan harapan tentang model pendidikan yang mereka harapkan, maka sebenarnya madrasah memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi lternatif pendidikan masa depan. Kecenderungan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama,terjadinya mobilitas sosial yakni munculnya masyarakat menengah baru terutama kaum intelektual yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat. Kelas menengah baru senantiasa memiliki peran besar terhadap transformasi sosial. Di bidang pendidikan misalnya, akan berimplikasi pada tuntutan terhadap fasilitas pendidikan yang sesuai aspirasinya, baik cita-citanya maupun status sosialnya. Karena itu lembaga pendidikan yang mampu merespons dan mengapresiasi tuntutan masyarakat  tersebuts secara cepat dan cerdas akan menjadi pilihan masyarakat ini.
Kedua, munculnya kesadaran baru dalam Beragama (santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat menengah atas, sebagai akibat dari proses re-islamisasi yang dilakukan secara intens oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah, atau yang dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakt elit tersebut akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang mengaspirasikan status sosial dan keagamaanya, sebab itu pemilihan lembaga pendidikan pendidikan pada nantinya akan didasarkan minimal pada dua hal tersebut, yakni status sosial dan agama (teologis).
Ketiga,arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat perlu disikapi secara arif. Menghadapi modernisasi dengan berbagai macam dampaknya perlu dipersiapkan manusia-manusia yang memiliki dua kompetensi sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan nilai-nilai spiritual keagamaan (IMTAK). Kelemahan di salah satu kompetensi  tersebut menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yng pada akhirnya akan menciptakan pribadi yang pincang (split personality).
Alasan masyarakat memilih lembaga pendidikan sendiri paling tidak ada didasarkan pada lima kategori sebagai beriku :
Pertama, alas an teologis. Alas an ini didasarkan pada kecenderungan global sekarang ini dimana nilai-nilai agama dan moralitas menjadi taruhan seiring dengan arus globalisasi tersebut, sebab itu orang tua berfikir agar bagaimana di tengah arus globalisasi tersebut, sejak dini anak-anak sudah dibentengi dengan bekal moralitas dan agama.
Kedua, alasan sosiologis, berdasarkan alasan ini pemilihan lembaga pendidikan adalah didasarkan pada seberapa jauh lembaga pendidikan dapat memenuhi peran-peran sosiologis, yakni alokasi posisionil berupa kedudukan dan peran penting dalam kehidupan sosial yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial, peran mengukuhkan status sosial, dan peran untuk meningkatkan prestise seseorang di masyarakat.
Ketiga, alasan fisiologis, alasan ini didasarkan pada faktor-faktor eksternal yang bersifat fisik, bersifat fisik, seperti letak dan kondisi geografis, bangunan fisik, lingkungan pendidikan, sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan, dan seterusnya.
Keempat, alasan akademis. Alasan ini didasarkan pada prestasi dan performa lembaga pendidikan yang menunjukkan bahwa lembaga pendidikan yang menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dikelola secara profesional.
Kelima, alasan ekonomis. Alasan ini didasarkan pada tinggi rendahnya biaya pendidikan di lembaga bersangkutan. Bagi masyarakat menengah ke bawah permasalahan biaya menjadi masalah penting, sebaliknya bagi masyarakat elit tingginya biaya pendidikan kadang menjadi ukuran bahwa lembaga pendidikan tersebut unggul,elit,prestise dan menjanjikan[7].




BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
          Dari penjabaran di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) . Pendidikan Islam adalah “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi.”
2) . Visi pendidikan Islam adalah Menjadikan pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
3)        . Berdasarkan uraian diatas, maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendorong timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan mengajar.
2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
3. Melaksanakan program wajib belajar.
4.Melaksanakan pendidikan anak usia dini(PAUD)
5. Mengeluarkan manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
6. Memberantas sikap Jahiliyah.
7. Menyelamatkan Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
8. Melakukan pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
9. Menyadarkan manusia agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi, seperti permusuhan dan peperangan.
10. Mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi.
3) Karakteristik pendidikan islam bisa ditinjau dari pendidikan islam yang bersifat pesantren dan madrasah. Dari kedua lembaga diatasa dapat dilihat bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan yang berorientasi pada pondok. Sedangkan madrasah merupakan sistem pendidikan islam yang modern dan bentuknya pun sama persis dengan lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah umum




DAFTAR PUSTAKA

v  Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2012);
v  Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana 2010, edisi pertama, Cetakan Ke-3);
v  Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group).



[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2012) hal.33
[2] Hanya tiga istilah pendidikan yang dibahas dalam makalah ini  yaitu : tarbiyah, ta’lim, ta’dib
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana 2010, edisi pertama, Cetakan Ke-3) hal. 10
[4] Ibid. Hal. 25
[5] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group), hal. 45
[6] Ibid, hal. 54

4 komentar:

  1. ijin download admin, lagi ada tugas nih. thank ya... sukses selalu

    BalasHapus
  2. ijin copy min ya...thanks sukses selalu

    BalasHapus
  3. izin copas min buat tugas.. makasih banyak sukses selalu

    BalasHapus

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.